Wahai Rabbi, Terimalah Do’aku !!!(Bagian-1)
Sebagai seorang hamba yang benar-benar beriman kepada Allah , tentunya ia harus mengakui kebesaran dan keagungan Rabb-nya dan mengakui kerendahan dan kelemahan pada dirinya. Tak ada sesuatu pun yang berkaitan dengan dirinya, pasti itu semua terjadi atas kehendak Sang Penciptanya yang memiliki sifat-sifat Yang Maha Tinggi dan nama-nama Yang Maha Mulia. Disaat itulah, seharusnya seorang hamba selalu bersimpuh sambil menengadahkan kedua tangan, berdo’a, dan bermunajat kepada-Nya dengan meminta apa saja yang ia butuhkan. Karena Dia-lah Allah Yang Maha Mendengar dari setiap permohonan hambanya dan Dia-lah Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Kuasa untuk memperkenankan seluruh permohonan hambanya.
Oleh karena itu, melalui kajian buletin kali ini, akan kami sajikan sebuah materi ringkas tentang ritual do’a, yang seharusnya bagi setiap muslim untuk mengetahuinya.
Urgensi Do’a Kepada Allah
Wahai saudaraku, berdo’a kepada Allah mempunyai kedudukan dan keutamaan yang amat tinggi di sisi Rabbul ‘alamin . Hal ini bisa kita ambil kesimpulan dari beberapa keterangan dalam Al Qur’an dan As Sunnah, sebagai berikut:
1. Do’a merupakan perintah dari Allah .
Sangatlah banyak dari ayat-ayat Al Qur’an yang menyebutkan perintah untuk berdo’a kepada-Nya . Diantaranya, firman Allah (artinya):
“Dan Rabb kalian telah berfirman: “Berdo’alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagi kalian.” (Ghafir: 60)
“Dan berdo’alah kepada Allah dengan mengikhlashkan ibadah (do’a) kepada-Nya.” (Al A’raf: 29)
a. “Berdo’alah kepada Rabb kalian dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut.” (Al Jin: 18)
b. “Dan sesungguhnya Allah memiliki asmaul husna (nama-nama yang mulia), maka berdo’alah kepada-Nya dengan menggunakan nama-nama tersebut.” (Al A’raf: 180)
Di dalam ayat-ayat mulia di atas dan yang lainnya, menunjukkan bahwa do’a merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Sehingga berdo’a kepada-Nya merupakan bentuk buah tha’ah (ketaatan) kepada-Nya.
2. Do’a adalah ibadah.
Berdo’a kepada Allah merupakan perkara yang amat dicintai-Nya . Bahkan bila ia semakin sering berdo’a kepada-Nya untuk meminta segala sesuatu yang ia inginkan, semakin menambah kecintaan Allah kepadanya. Karena setiap do’a yang dipanjatkan kepada-Nya , pada hakekatnya (do’a) itu adalah ibadah. Rasulullah bersabda:
الدُعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ : وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Sesungguhnya do’a adalah ibadah, kemudian Rasulullah membaca firman Allah (artinya): “Dan Dia (Allah) berfirman: Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan (kabulkan) do’a kalian.” ((Ghafir: 60), H.R. Abu Dawud no. 1479, At Tirmidzi no. 3372, Ibnu Majah no. 3828, dari sahabat Nu’man bin Basyir )
Bukankah kita semua telah mengetahui bahwa tujuan Allah menciptakan manusia dan jin ini hanyalah untuk beribadah kepada-Nya? Sehingga barangsiapa yang memperbanyak do’a berarti ia telah memperbanyak ibadah kepada-Nya , dan inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah . Sebagaimana firman-Nya (artinya): “Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariat: 56)
Demikian juga, Rasulullah telah menegaskan bahwasanya do’a merupakan perkara yang paling dicintai dan mulia di sisi-Nya , beliau bersabda:
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمُ عَلَى اللهِ سُبْحَانَهُ مِنَ الدُّعَاءِ
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di hadapan Allah subhanahu daripada do’a.” (H.R. At Tirmidzi no. 3370, Al Misykat hal. 232)
Mengapa do’a itu paling mulia dan paling dicintai oleh Allah ? sebagaimana penjelasan di atas, karena pada hakekatnya do’a itu sendiri adalah ibadah, yang diperintahkan oleh Allah kepada setiap hambanya.
3. Do’a merupakan pembuka pintu-pintu rahmat dari Allah .
Do’a merupakan pembuka pintu-pintu rahmat Allah yang sangat didambakan oleh setiap hamba. Karena dengan rahmat-Nyalah kita mendapat hidayah Islam dan Iman, serta mendapat pula maghfirah (ampunan) dari dosa-dosa yang telah kita lakukan. Rasulullah bersabda:
منْ فُتِحَ لَهُ مِنْكُمْ بَابُ الدُّعَاءِ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَمَا سُئِلَ اللهُ شَيْئًا يُعْطَىأَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يُسْأَلَ الْعَافِيَةَ ، إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللهِ بِالدُّعَاءِ
“Barangsiapa diantara kalian yang dibukakan baginya pintu do’a, niscaya ia akan dibukakan baginya pintu-pintu rahmat. Dan tidaklah Allah dimintai sesuatu yang lebih Allah cintai dari meminta keselamatan (di dunia dan akhirat). Sesungguhnya do’a itu bermanfaat pada hal-hal yang sudah terjadi ataupun yang belum terjadi, maka hendaklah berdo’a wahai hamba-hamba Allah.” (H.R. At Tirmidzi no. 3548, Shahihul Jami’ no. 3409, Al Misykat no. 2234)
4. Do’a merupakan akhlaq orang-orang yang bertaqwa.
Allah telah mengisahkan tentang akhlaq para nabi yang selalu bersegera untuk berdo’a kepada-Nya . Sebagaimana firman-Nya (artinya): “Sesungguhnya mereka (para nabi) selalu segera melakukan kebaikan dan selalu berdo’a kepada Kami dalam keadaan penuh harap dan rasa takut, dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ (di dalam beribadah/berdo’a kepada Kami).” (Al Anbiya’: 90)
Demikian pula Allah menyebutkan tentang akhlaq hamba-hambanya yang shalih, sebagaimana firman-Nya (artinya): “Dan orang-orang (generasi) yang datang sesudah mereka (sahabat) berkata: “Wahai Rabb-kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan di dalam hati-hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb-kami sesunggunya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” (Al Hasyr: 10)
5. Do’a menunjukkan kemurnian tawakkal kepada Allah .
Rahasia dan hakekat tawakkal kepada Allah adalah menyandarkan hati sepenuhnya kepada Allah . Manakala ia berdo’a dengan penuh harap dan rasa takut hanya kepada Allah menunjukkan kemurnian tawakkalnya kepada-Nya. Dan sekaligus do’a itu sendiri pun merupakan salah satu sebab terbesar tercapainya apa yang ia inginkan. Perhatikanlah firman Allah (artinya): “Maka beribadahlah kalian kepada Allah dan bertawakkallah kepada-Nya.” (Hud: 123)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah memerintahkan untuk bertawakkal kepada-Nya setelah beribadah kepada-Nya . Padahal kita telah tahu bahwa do’a itu adalah ibadah, sebagaimana penjelasan di atas. Sehingga ayat tersebut dapat diambil kesimpulan yaitu berdo’alah kepada Allah terlebih dahulu, baru kemudian bertawakkallah kepada-Nya.
6. Setiap do’a mendapat jaminan dari Allah selama tidak tergesa-gesa.
Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو لَيْسَ بِإِثْمٍ وَلاَ قَطِيْعَةِ رَحْمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ إِحْدَى ثَلاَثٍ : إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ وَإِمَّا أَنْ يُدَخِّرَهَا لَهُ فٍي الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَدْفَعَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا
“Tidaklah seorang muslim berdo’a dengan sesuatu yang bukan untuk suatu dosa atau memutuskan silaturrahmi melainkan pasti Allah akan memberikan salah satu dari tiga hal; disegerakan baginya pengabulannya, disimpan baginya di akhirat, atau dihindarkan darinya keburukan yang semisal dengannya.” (Shahih Al Adabul Mufrad no. 547, dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri )
Dalam riwayat yang lainnya, Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَنْصُبُ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ يَسْأَلُ مَسْأَلَةً إِلاَّ أَعْطَاهُ ، إِمَّا عَجَّلَهَا لَهُ فِي الدُّنْيَا وَإِمَا دَخَّرَهَا فِي الآخِرَةِ مَالَمْ يَعْجَلْ
“Tidaklah seorang mukmin menghadapkan wajahnya kepada Allah memohon sesuatu, melainkan Dia akan memberikan, apakah dengan menyegerakan baginya di dunia atau menyimpan baginya di akhirat selama ia tidak tergesa-gesa.”
Para sahabat bertanya: “Apa maksud dari tergesa-gesa?” Beliau menjawab:
يَقُوْلُ : دَعَوْتُ وَدَعَوْتُ وَلاَ أَرَاهُ يُسْتَجَابُ لِي
“Dia berkata: “Saya sudah berdo’a dan berdo’a, tetapi (toh) juga tidak dikabulkan.” (H.R. Ahmad, lihat Shahih Al Adabul Mufrad no. 548)
Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa do’a seorang muslim tidaklah sia-sia. Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Setiap orang yang berdo’a akan dikabulkan, hanya saja pengabulan itu berbeda-beda. Terkadang dikabulkan sesuai dengan permintaan, terkadang pula diganti dengan sesuatu yang lain. (Fathul Bari 10/95)
Sehingga do’a itu bisa jadi dikabulkan sesuai dengan permohonannya, bisa jadi pula disimpan atau diganti yang lainnya sebagai bentuk kemurahan dari Allah , selama ia tidak tergesa-gesa. Karena sifat tergesa-gesa akan menimbulkan sikap su’uzhan (buruk sangka) kepada Allah .
Allah memiliki sifat Yang Maha Hikmah. Dia mengetahui apa yang terbaik bagi hambanya, berbeda dengan manusia yang tidak mengetahui akibat urusannya. Terkadang manusia mencintai dan menginginkan sesuatu, padahal hal itu bisa menambah keburukan baginya, atau sebaliknya. Sebagaimana yang telah diterangkan di dalam firman Allah (artinya): “Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal itu adalah amat baik bagi kalian, bisa jadi pula kalian menyukai sesuatu padahal itu adalah amat buruk bagi kalian. Allah yang mengatahui, sedangkan kalian tidak mengetahuinya.” (Al Baqarah: 216) Bukan berarti tidak dikabulkannya do’a menunjukkan jeleknya orang yang berdo’a secara mutlak. Dan dikabulkannya do’a juga tidak menunjukkan baiknya orang yang berdo’a secara mutlak. Bukankah Allah mengabulkan permintaan iblis dengan memberi tangguh sampai hari kiamat? Tetapi itu tidak menunjukan pemulian kepada iblis, justru itu sebagai penghinaan kepadanya agar dosanya bertambah, sehingga semakin keras siksaan dan semakin berlipat ganda kesengsaraan di akhirat nanti.
Waspada Dari Kelalaian Berdo’a Kepada Allah
Wahai saudaraku, setelah kita tahu tingginya kedudukan dan keutamaan do’a di sisi Allah , kita pun akan tahu pula tentang kerugian besar yang akan dialami oleh orang-orang yang cenderung mengabaikan dan melalaikan dari berdo’a kepada Allah . Hal ini bisa kita simpulkan dari keterangan-keterangan di bawah ini;
1. Enggan dan lalai dari do’a tanda kesombongan pada dirinya.
Simak dan perhatikanlah firman Allah (artinya): “Dan Rabb kalian telah berfirman: “Berdo’alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan bagi kalian, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan dirinya dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk jahannam dalam keadaan hina.” (Ghafir: 60)
Wahai saudaraku, perhatikanlah !!! Di dalam ayat yang mulia ini Allah juga menjelaskan bahwa do’a itu pada hakekatnya adalah ibadah, sehingga mengabaikan dan malalaikan dari berdo’a kepada-Nya merupakan tanda kesombongan pada dirinya. Bagaimana tidak dikatakan sombong ? Bila ia tidak mau berdo’a kepada penciptanya dan pencipta seluruh alam semesta, pemberi rezki seluruh makhluk, yang menghidupkan dan yang mematikan, Dia-lah Allah Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sedangkan ia adalah hamba yang lemah yang tidak mampu bergerak, berkata ataupun berbuat melainkan hanya dengan rahmat, kehendak, dan kekuasaan-Nya. Allah berfirman (artinya): “Wahai manusia, kalian adalah hamba-hamba yang faqir, yang (mesti) membutukan Allah (dalam segala sesuatu). Dan Allah adalah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)
2. Enggan dan lalai dari berdo’a kepada Allah tanda kelemahan pada dirinya.
Rasulullah bersabda:
أَعْجَزُ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ عَنِ الدُّعَاءِ وَأَبْخَلُ النَّاسِ مَنْ بَخِلَ بِالسَّلاَمِ
“Manusia yang paling lemah adalah orang yang paling lemah dalam berdo’a dan manusia yang paling kikir adalah orang yang kikir dalam mengucapkan salam.” (H.R. Ibnu Hibban, lihat Ash Shahihah no. 154)
3. Enggan dan lalai dari do’a akan mendapatkan murka dari Allah .
Rasulullah bersabda:
مَنْ لَمْ يَدْعُ اللهَ سُبْحَانَهُ غَضِبَ عَلَيْهِ ، وَ في رِوَايَة : لَمْ يَسْأَلْ
“Barangsiapa yang tidak mau berdo’a (dalam riwayat lain: tidak mau meminta) kepada Allah subahanahu, niscaya Allah memurkainya.” (H.R. At Tirmidzi no. 3372, Ibnu Majah no. 3827 dari sahabat Abu Hurairah , lihat Ash Shahihah no. 3654)
Kedua hadits di atas juga menguatkan bahwa orang yang enggan dan lalai dari berdo’a merupakan tanda kesombongan pada dirinya, karena tidak menyadari dirinya adalah makhluk yang lemah. Sehingga sangat pantas Allah murka kepada orang-orang yang enggan dan lalai dari berdo’a kepada-Nya .
Demikianlah, semoga tulisan yang singkat ini dapat meningkatkan kesungguhan kita dalam berdo’a dan menghilangkan rasa putus asa untuk senantiasa berharap menggapai rahmat Allah yang amat luas. Waallhu a’lam.
(Ikutilah pada edisi yang akan datang tentang syarat-syarat dan adab-adab dalam berdoa, serta waktu/tempat dikabulkannya do’a). Insyaallah.