Hiburan Orang Beriman 2

Bagian – 2
Menghibur Diri dengan Ibadah
Sebenarnya, pada ibadah itu sendiri terdapat kelezatan dan kenikmatan yang bisa menghibur seorang mukmin yang benar-benar merealisasikan takwa. Tentu tingkatan ini tidak bisa dijangkau oleh semua orang, karena keimanan itu bertingkat-tingkat. Bagi orang-orang shalih, terkhusus di masa para salaf, ibadah adalah penenang jiwa mereka.
Oleh karena itu, bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat adalah penyejuk mata (HR. An-Nasai [3949]). Ketika datang waktu shalat, Nabi merintahkan Bilal untuk mengumandangkan iqomah, sembari menyatakan, “Bilal, hibur kami dengan shalat!” (HR. Ahmad [23558]).
Bahkan jihad di medang perang sekalipun bisa dianggap wisata bagi mereka. Suatu ketika ada salah seorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meminta izin untuk melancong atau berwisata. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wisata umatku adalah jihad di jalan Allah.” (HR. Abu Dawud [2482]).
Dahulu, para ahli hadits rela menempuh perjalanan jauh demi mencari hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun hanya satu hadits. Hal itu karena mereka telah merasakan manisnya menuntut ilmu. Sehingga perjalanan rihlah yang panjang itu hiburan tersendiri bagi mereka.
Menghibur Diri dengan Perkara Mubah
Jika kita belum mampu menjadikan ibadah sebagai media penghibur diri, juga tidak merasa senang dengan hal-hal yang bermanfaat, tidak masalah mengerjakan perkara-perkara mubah. Namun, jangan lupa, niatkan itu semua untuk sekedar melepas penat sejenak, untuk kemudian bisa semangat beribadah kembali.
Hal ini dicontohkan langsung oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kehidupan sehari-hari beliau. Imam Ibnul Jauzi menyatakan, “Barangsiapa ingin melihat cara memperlakukan jiwa dengan lembut, silakan melihat kepada keseharian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh beliau memperlakukan jiwanya dengan sangat bijak. Beliau bergurau, bergaul dengan istri-istrinya, mencium, mengecup bibir, memilih barang-barang yang bagus, merasakan nikmatnya air segar dan air dingin, memilih makanan yang sesuai selera, seperti: daging bagian punggung dan betis, serta makan makanan manis.
Itu semua ibarat memperlakukan unta dengan ramah di tengah perjalanan. Seandainya ia pacu terus menerus dengan cemeti, besar kemungkinan ia tidak akan menyelesaikan perjalanan.” (Shaidul Khatir, hlm 256).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri punya kesenangan dan syahwat dunia, sebagaimana beliau bersabda (artinya) : “Telah ditumbuhkan pada hatiku dalam perkara dunia, kecintaan terhadap wanita dan wewangian.” (HR. An-Nasai [3949]).
Hiburan Ada Batasannya
Termasuk perkara yang harus diperhatikan dalam memilih hiburan yang mubah adalah tidak melanggar batasan syariat. Tentu batasan tersebut menyesuaikan aktifitas yang akan kita kerjakan.
Contoh, seorang ingin menghibur diri dengan acara makan-makan. Maka batasannya adalah makanan tersebut halal dan didapatkan dengan cara yang halal.
Begitu pula tidak berlebihan yang bisa menimbulkan efek negatif.
Allah Subhanahu wa ta’ala menyatakan,
وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ
“Makan dan minumlah, jangan kalian berlaku boros.” (QS. Al-A’raf: 31).
Seorang ingin bertamasya atau jalan-jalan di suatu tempat, misalkan. Maka jangan sampai singgah di tempat-tempat yang dikerjakan maksiat padanya, atau ada campur-baur dengan lawan jenis yang bukan mahrom, atau pergi ke tempat kekufuran, seperti ke negara kafir.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin (w. 1321H) pernah menyatakan, “Berapa banyak yang pergi ke luar negeri dengan tujuan tamasya dan tur, lalu akhlaknya menjadi rusak dan mulai mengadopsi keyakinan mereka, hanya kepada Allah kita meminta perlindungan.” (al-Liqa’ asy-Syahri no. 6).
Adapun menonton video atau tayangan, seperti film, drama, sinetron, pertandingan olahraga, dan lain sebagainya, maka sisi negatifnya lebih banyak. Sebab, mayoritas tayangan yang ada tidak memenuhi kriteria yang syar’i, seperti: ada irama musik, wanita tidak berhijab dan terbuka, dan banyak lainnya.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz (w. 1320H), Mufti Arab Saudi saat itu, menyatakan di dalam fatwanya, “Melihat tayangan televisi, film, gambar wanita yang berpenampilan terbuka atau laki-laki yang tidak menutup aurat, atau adegan tidak senonoh dan adegan mempertontonkan kemungkaran; semuanya tidak diperbolehkan.
Seorang muslim tidak boleh menyaksikan gambar wanita tidak berhijab atau setengah telanjang, demikian pula laki-laki yang tersingkap pahanya, atau memainkan hal-hal yang diharamkan Allah, seperti: perjudian, nyanyian, alat musik, lagu-lagu yang haram.
Semua ini wajib ditinggalkan dan dijauhi. Karena hal-hal ini adalah kemungkaran, maka menontonnya juga tidak boleh. Sebab, hal itu akan membawanya untuk meniru perbuatan tersebut atau menganggapnya bagus.” (Fatawa Nur ‘ala ad-Darb).
Jikalau video atau tayangan yang ditonton dapat terhindar dari hal-hal yang diharamkan seperti di atas, dan si penonton akan mendapatkan manfaat darinya secara duniawi atau ukhrawi, seperti menonton ceramah para ulama atau mempelajari sistem kerja suatu alat atau teknik, misalkan, maka hal seperti ini dibolehkan.
Oleh karena itu Asy-Syaikh Bin Baz melanjutkan dalam fatwanya, “Semestinya seorang mukmin menjaga diri dari hal-hal yang disebutkan. Hanyalah (yang dibolehkan) menonton tayangan televisi yang mengandung manfaat, seperti menonton seminar ilmiah, keindustrian, dan hal-hal bermanfaat lainnya.” (Fatawa Nur ‘ala ad-Darb).
Demikian ulasan ringkas tentang hiburan syar’i seorang mukmin.
Semoga Anda menemukan hiburan yang paling tepat untuk diri Anda, sehingga dengannya membantu untuk tetap konsisten beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. (UFHR).