Hukum Tato Tidak Permanen dalam Pandangan Ulama Islam
Dewasa ini seni melukis di bagian tubuh dengan teknik tertentu yang disebut tato, baik yang sifatnya permanen maupun temporer sudah menjadi hal yang lumrah di sebagian masyarakat kita, terkhusus kalangan pemuda dan pemudi.
Saat ini orang bertato sangat mudah dijumpai di tempat-tempat umum, baik tato tersebut berada di lengan, leher, kaki atau bagian tubuh lainnya.
Ada juga yang disebut dengan henna (pacar), yaitu seni lukis pada media tangan atau kaki dengan menggunakan pewarna alami dari jenis tumbuh-tumbuhan tertentu yang biasa dilakukan para wanita menjelang acara pernikahannya.
Lantas bagaimana pandangan Islam akan hal ini?
Mari kita simak fatwa-fatwa para ulama berikut ini :
Tato Haram Hukumnya Bahkan Termasuk Dosa Besar
Asy-syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum tato, beliau menjawab :
“Tato haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaknat orang yang mentato dan yang ditato.”
(Majmu’ah Asilah Tahimmu al-Usrah al-Muslimah 1/34).
Tato Temporer dan Lain Sebagainya yang Semisal dengan Tato Tidak Boleh Digunakan
Asy-syaikh Shalih al-Fauzan rahimahullah ditanya,
“Apakah boleh bagiku untuk menempelkan pada tanganku suatu gambar yang bukan tato. Itu hanya gambar yang bertahan beberapa hari saja kemudian hilang?.”
Beliau menjawab, “Gambar apa itu?! Tinggalkan gambar itu, itu gambar apa?!
Adapun jika mewarnai tangan sebagaimana kebiasaan wanita yang mengecat tangannya dengan henna, maka ini tidak mengapa karena sebagai hiasan saja.
Adapun sesuatu yang berwarna hitam yang mirip dengan tato, maka ini tidak boleh.”
Dalam kesempatan lainnya Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan rahimahullah pernah ditanya tentang teknik pengobatan dalam Ilmu Kedokteran yang menyerupai tato untuk menghilangkan bekas luka.
Beliau mengatakan, “Tato dan yang mirip denganya tidak boleh.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
لَعَنَ اللّٰهُ الوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
“Allah melaknat orang yang mentato dan minta ditato.”
(Fatawa ad-Durus al-Ilmiyah asy-Syaikh Solih al-Fauzan).
Disebutkan bahwa salah satu yang mendasari dilarangnya tato temporer adalah bahwa tato temporer sangat mirip dengan tato permanen yang jelas keharamannya, juga karena sebagian jenis tato temporer diketahui berbahaya pada kulit.
Henna Boleh Digunakan dan Bukan Bagian dari Tato
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan rahimahullah pernah ditanya tentang hukum memakai henna bagi wanita.
Beliau menjawab : “Tidak mengapa bagi wanita untuk melakukan hal tersebut -memakai heena pada tangan-tangannya- akan tetapi jangan menampakkannya di hadapan laki-laki yang bukan mahram.” (Fatawa al-Liqa’at al-Usbu’iyyah).
Henna Hanya untuk Wanita dan Bukan untuk Laki-Laki
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menggunakan henna bagi laki-laki.
Beliau menjawab: “Heena merupakan hiasan bagi kaum wanita, bukan hiasan bagi laki-laki. Hanya saja jika memakai heena dibutuhkan oleh laki-laki untuk pengobatan, mengobati kakinya atau bagian lainnya agar sembuh, serta tidak ada sisi penyerupaan dengan wanita, maka tidak mengapa.”
(Fatawa Nur Ala ad-Darb).
Wallahul muwaffiq.