Tata Krama Dalam Berjalan dan Berbicara
Edisi: 11 || Tahun 1439 H
Tema: RAQAIQ
Pendidikan Islami Sejak Dini
Ini adalah wasiat terakhir yang disebutkan oleh Luqman al-Hakim kepada putranya sebagaimana disebutkan dalam Surah Luqman. Dengan wasiat ini secara global lengkaplah pendidikan orang tua kepada putranya. Diawali dengan wasiat tentang tauhid dan akidah, kemudian masalah ibadah, hingga bimbingan akhlak bergaul dengan sesama.
Dengan demikian, seorang anak diharapkan menjadi shalih di hadapan Allah, di depan orang tua dan di tengah lingkungannya. Inilah harapan semua orang tua, termasuk kita!
Pembaca rahimakumullah.
Menyempurnakan bimbingannya, Luqman berwasiat kepada putranya dengan bimbingan akhlak dan adab. Kata Luqman, seperti yang Allah firmankan, “Sederhanalah dalam jalanmu dan rendahkanlah suaramu! Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19)
Bimbingan di atas mencakup dua bimbingan sekaligus. Pertama, tata krama dalam penampilan diri-sendiri. Kedua, sopan santun terhadap sesama. Bimbingan pertama mengarahkan agar anak berjalan dengan sopan. Artinya, seluruh penampilan dan gerak-geriknya harus selalu sopan serta santun dalam bingkai syariat.
Sebagai contoh: cara berjalan. Allah berfirman, “Sederhanalah dalam jalanmu!” (Luqman: 19) Maksudnya, berjalanlah dengan cara jalan sederhana dan pertengahan. Tidak berjalan lambat seperti jalannya orang yang lemah, tidak semangat atau orang bodoh.
Tidak pula berjalan terlalu cepat dan berlebihan, seperti orang yang tergesa-gesa. Akan tetapi berjalanlah secara pertengahan, antara kondisi pertama dengan kedua. Demikian halnya dengan tindak-tanduk yang lain. Hendaknya, ia berhias dengan bimbingan syariat dan norma kesopanan.
Baik dalam cara berjalan, berpakaian, gaya rambut, cara duduk dan lain sebagainya. Bimbingan kedua, agar seorang anak memiliki sopan-santun dalam pergaulan terhadap sesama. Hal ini tersirat dalam potongan ayat, “Rendahkanlah suaramu! Sungguh seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19)
Maksudnya, janganlah kamu berlebihan dalam berucap. Jangan pula kamu meninggikan suaramu atau berbicara dengan sebuah pembicaraan yang tidak ada manfaatnya. Ucapan yang demikian diibaratkan dengan ucapan keledai. Allah berfirman, “Sungguh seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19)
Mujahid dan selainnya menafsirkan ayat ini, “Sesungguhnya suara yang paling buruk adalah suara keledai.” Artinya, puncak orang yang meninggikan suaranya diserupakan dengan keledai. Suaranya tinggi dan melengking lagi dibenci oleh Allah.
Penyerupaan ini menunjukkan celaan keras terhadap gaya bicara seperti ini. Bahkan, menunjukkan haramnya perbuatan tersebut. Rasulullah biasa menyerupakan perbuatan jelek dengan permisalan yang jelek pula. Ayat ini juga ditafsirkan oleh al-Imam an-Nasa’i dengan menyebutkan hadits Rasulullah dari shahabat Abu Hurairah.
Beliau bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمْ صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَسَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنَّهَا رَأَتْ مَلَكًا وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ فَإِنَّهُ رَأَى شَيْطَانا
“Jika kalian mendengar kokok ayam jantan, mintalah karunia kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Jika kalian mendengar ringkikan keledai, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk, karena sesungguhnya ia melihat setan.” (Muttafaqun Alaih). Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/341.
Apalagi berbicara kepada orang yang lebih tua! Tanamkan kepada putra Anda agar dia tidak meninggikan suaranya. Berbicaralah dengan lembut. Hormatilah orang yang diajak bicara. Tutur katanya baik. Kata yang dipilihnya pun santun.
Pendidikan Akhlak
Demikianlah, Luqman al-Hakim menanamkan akhlak yang mulia kepada putranya. Akhlak yang sesuai dengan bimbingan syariat ditanamkan kepada putranya sejak usia dini. Tujuannya untuk membiasakan mereka agar terus berhias dengan akhlak mulia hingga dewasa.
Harapannya, saat dewasa nanti ia menjadi anak yang berakhlak terpuji dengan berusaha meneladani Rasulullah. Anas bin Malik mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ خُلُقًا
“Rasulullah merupakan manusia yang paling baik akhlaknya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Anas juga menuturkan, “Saya menjadi pelayan Rasulullah selama sepuluh tahun. Tidak pernah saya mendengar ucapan kasar lagi keras dari beliau.” Aisyah berkata,
َلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَلَا صَخَّابًا فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يَجْزِيءُ بِالسَّيِّئَةِ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ
“Rasulullah sama sekali bukanlah seorang yang buruk dan berkata-kata buruk. Beliau bukan pula orang yang suka duduk-duduk di pasar. Beliau tidak membalas keburukan dengan keburukan yang serupa. Akan tetapi beliau memberi maaf dan ampunan.” (HR. at-Tirmidzi)
Shahabat Jarir bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang terhalangi dari sifat lembut, ia terhalangi dari kebaikan.” (Al-Jami’ li Akhlaqi-Rawi, 1/278–280)
Manusia Terbaik
Akhlak mulia dari segala sisinya, akhlak kepada Allah dan akhlak kepada manusia, akan menghantarkan pemiliknya kepada predikat mukmin yang paling utama. Dialah orang yang paling mulia. Rasulullah pernah ditanya,
يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ؟
قَالَ: أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa keterangan tentang keutamaan berakhlak mulia Akhlak yang mulia juga akan menjadi sebab masuknya seorang hamba ke dalam surga. Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Hurairah, beliau ditanya tentang amalan yang paling banyak memasukkan hamba ke dalam surga.
Beliau menjawab,
تَقْوَى اللهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
“Ketakwaan kepada Allah dan akhlak mulia.” (HR. Ibnu Hibban)
Pembaca rahimakumullah, berbagai penjelasan di atas disebutkan oleh al-Imam Ibnu Katsir untuk memotivasi kita agar berhias dengan akhlak mulia. Sekaligus mengajari putra-putri kita supaya membiasakan diri dengan akhlak tersebut.
Waspadai Akhlak Buruk
Jangan lupa, di waktu yang sama orang tua harus memperingatkan putranya dari akhlak buruk. Hal ini supaya anak-anak waspada darinya. Inilah yang dikatakan Luqman kepada putranya, “Rendahkanlah suaramu! Sungguh seburuk-buruk suara adalah suara keledai.”(Luqman: 19)
Akhlak buruk yang harus diperingatkan mencakup semua jenis akhlak yang buruk, baik pada lisan, penampilan, tingkah laku maupun perbuatan. Rasulullah pernah ditanya tentang amalan yang paling banyak memasukkan seorang hamba ke dalam neraka. Beliau menjawab,
الْأَجْوَفَانِ: الْفَمُ وَالْفَرْجُ
“Dua rongga; mulut dan kemaluan.”
Ucapan yang jelek dan akhlak yang tercela menyebabkan seseorang jauh dari Rasulullah . Beliau bersabda,
وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إليَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَنْزِلًا فِي الْجَنَّةِ مُسَاوِيكُمْ أَخْلَاقًا، الثَّرْثَارُونَ الْمُتَشَدِّقُونَ الْمُتَفَيْهِقُونَ
“Sungguh, orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku saat di surga nanti, adalah orang yang jelek akhlaknya di antara kalian. Yaitu, orang yang banyak berbicara, berteriak-teriak dan sombong.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 6/345)
Teladan Orang Tua, Berperan!
Pembaca rahimakumullah . . . Agar pendidikan untuk anak semakin lengkap dan sempurna, terapkanlah pendidikan tersebut pada diri kita terlebih dahulu. Anak akan melihat, menyaksikan, kemudian anak akan menirukan. Jika ingin menanamkan akhlak mulia pada diri anak, terapkanlah akhlak mulia pada diri kita terlebih dahulu.
Dengan berbicara secara sopan, menghargai orang yang diajak bicara, tidak memotong pembicaraan, dan seterusnya. Sebaliknya, bimbingan kita akan dianggap angin lalu atau omong kosong, apabila kita sendiri melanggarnya.
Atau bahkan nasehat orang tua tersebut akan menjadi bumerang yang digunakan oleh anak untuk melawan. Kenyataan seperti ini sudah sering terjadi! Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk menerapkan bimbingan-bimbingan di atas. Dan semoga Allah mengaruniakan anak shalih kepada kita semua. Wabillahit-taufiq.
Penulis: Ustadz Abu Majdiy