Fiqih

Mencari Dambaan Hati (Serial Bimbingan Pernikahan – 2)

Kita harus bersyukur kepada Allah atas berbagai nikmat-Nya, termasuk nikmat kecenderungan kepada lawan jenis. Seperti nikmat-nikmat yang lain, mensyukuri nikmat yang satu ini harus di atas bimbingan ilmu syar’i. Bukan justru memperturutinya sesuai bujukan hawa nafsu dan kenikmatan sesaat saja. Solusinya adalah dengan menikah. Di antara makna menikah adalah mencari pendamping hidup. Pendamping hidup kita di dunia. Harapannya, pendamping hidup tersebut bisa mendukung segala ketaatan kita kepada Sang Penguasa. Maka dari itu, pembahasan kita adalah “mencari si dambaan hati”.

Mari kita ikuti!

Para pembaca rahimakumullah, Jodoh itu di tangan Allah. Namun, bukan berarti manusia tidak bisa memilih. Bahkan agama ini menghasung kita agar memilih jodoh terbaik. Cermat dalam memilih jodoh adalah langkah awal penentu keberhasilan rumah tangga.

Pertama Adalah Berkaca

Anda harus sadar bahwa jodoh yang Allah takdirkan adalah yang sekufu (setara), baik dari sisi agama maupun akhlak. Sebab, makna jodoh itu sendiri adalah sekufu. Artinya, laki-laki shaleh akan mendapatkan wanita shalehah, dan sebaliknya. Hal ini merupakan ketetapan Allah yang penuh hikmah dan keadilan. Allah berfirman (artinya), “Perempuan-perempuan yang jelek (bukan shalehah) adalah untuk laki-laki yang jelek (bukan shaleh). Dan laki-laki yang jelek adalah untuk perempuan-perempuan yang jelek pula. Perempuan-perempuan yang baik (shalehah) adalah untuk laki-laki yang baik (shaleh). Dan laki-laki yang baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik pula.” (QS. an-Nur: 26)

Secara tersirat, ayat di atas juga mengandung perintah untuk mempersiapkan diri sejak dini sebelum mencari jodoh. Kalau Anda, wahai pemuda, ingin istri shalehah maka persiapkan diri Anda untuk menjadi pemuda shaleh. Kalau Anda, wahai pemudi, ingin suami shaleh, jadilah wanita yang shalehah.

Jadi, berkacalah terlebih dahulu!

Lihat kekurangan diri sendiri, lalu benahilah!

Ukurlah jodoh Anda, sejauh mana tingkat agama, ibadah, dan akhlaknya dengan mengukur diri  Anda sendiri. Yakinlah, jodoh Anda adalah cermin Anda sendiri.

Jangan Putus Asa!

Tetapi terus berusaha . . . Bukan saatnya kita berpangku tangan. Bukan waktunya tidak berikhtiar. Islam menghasung pemeluknya untuk berikhtiar dalam segala kebaikan, termasuk urusan jodoh. Optimislah, serahkan segala urusan kepada Allah. Rasulullah bersabda,

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَز

“Bersemangatlah pada sesuatu yang bermanfaat bagimu! Mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah (malas).” (HR. Muslim no. 2664)

Agama Prioritas Utama

Wajar dan manusiawi, bila ada yang mencari istri cantik, bermateri lagi bernasab. Hal tersebut memang dibenarkan oleh syariat.

Simak kisah berikut!

Seorang laki-laki pernah menemui Rasulullah. Ia ingin menikahi wanita dari anshar. Maka Rasulullah memberikan bimbingan, “Pergi dan Lihatlah wanita tersebut! Karena pada mata wanita anshar itu ada kekurangan.” (HR. Muslim no. 1424)

Namun, di samping fisik, materi maupun nasab, ada faktor lain yang mesti diperhatikan oleh seorang yang hendak menikah. Faktor tersebut adalah agama. Agama merupakan salah satu kriteria dalam memilih jodoh. Bahkan itulah yang pertama dan utama. Kebaikan agama dan akhlak menjadi pondasi dalam membangun rumah tangga. Jangan sampai faktor fisik dan meteri yang diutamakan, lalu mengenyampingkan agama dan akhlak. Dengarkanlah bimbingan Rasulullah berikut,

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ، لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ

“Perempuan dinikahi karena empat hal; karena hartanya, karena nasabnya (keturunannya), karena kecantikannya, dan karena agamanya. Utamakanlah oleh kalian perempuan yang baik agamanya.” (HR. Muslim no. 3620)

Dalam kesempatan lain, beliau mewanti-wanti para orang tua maupun wali,

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ، فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

“Jika ada yang melamar kepada kalian, seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, nikahkanlah putri kalian dengannya. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah (bencana) di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. at-Tirmidzi, hadits hasan, lihat Shahih at-Tirmidzi no. 1084, al-Irwa no. 1868, ash-Shahihah no. 1022)

Jangan tertipu paras cantik!

Sehingga, bisa jadi sebuah rumah tangga menjadi berantakan, kasus keluarga broken home adalah akibat dari tidak mengindahkan bimbingan Rasulullah di atas. Sejak awal membangun mahligai rumah tangga sudah salah langkah. Salah persepsi dalam memilih jodoh. Bayangannya, semata-mata paras cantik, wajah tampan, harta melimpah, atau nasab mulia adalah sebab utama kebahagian rumah tangga. Ternyata, jauh panggang dari api. Sekali lagi, kriteria yang manusiawi bukanlah hal tercela dalam agama. Yang dicela hanyalah apabila sisi agama diabaikan dan tidak dijadikan prioritas.

Bukan Bangsa, Bukan Harta!

Tapi Takwa. Maka dari itu, janganlah menilai seseorang berdasarkan kedudukan, keturunan, dan kekayaan. Yang keturunan bangsawan enggan menikah dengan yang bukan bangsawan. Kabilah yang dianggap mulia hanya mau menikah dengan yang sederajat. Ketahuilah, bahwa derajat mulia itu ada pada takwa. Siapa pun dia, berapapun hartanya, bagaimanapun fisiknya, dari mana asal maupun sukunya, takwalah yang menentukan kemuliaannya. Ingatlah firman Allah (artinya), “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (QS. al-Hujurat: 13)

Jadi, ketika Anda mencari jodoh, utamakan takwa, setelahnya baru mempertimbangkan hal lain. Tidak boleh menganggap remeh urusan agama calon pendamping Anda. Lihatlah, apakah dia tekun shalat?

Apakah dia seorang yang menjaga diri dari dosa?

Apakah dia seorang yang berbakti kepada kedua orang tua?

Dan berbagai kebaikan lainnya?

Jadi, tidak masalah Anda yang bangsawan menikah dengan yang bukan bangsawan, asal saling ridha. Tidak masalah Anda yang kaya menikah dengan yang miskin. Sebab, semua itu bukan standar kemuliaan. Kemuliaan, sekali lagi, hanya ada pada takwa. Nabi pernah ditanya tentang orang yang paling mulia. Beliau menjawab, “Yang paling bertakwa di antara manusia.”

Fakta Tentang Para Ulama

Para pembaca rahimakumullah, Nabi sendiri, dari Bani Hasyim (nasab mulia), menikahi Zainab binti Jahsy dari Bani Asad bin Khuzaimah. Nabi juga menikahi Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Hafshah binti Umar, Juwairiyah binti al-Harits, Saudah binti Zam’ah, Ummu Salamah dan Aisyah, semoga Allah meridhai mereka. Mereka semua bukan dari Bani Hasyim. Bahkan, beliau juga menikahi Shafiyah binti Huyai, seorang wanita keturunan Bani Israil. Umar bin al-Khaththab menikahi Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, padahal Umar dari Bani ‘Adi sedangkan Ummu Kultsum dari Bani Hasyim. Utsman bin Affan menikahi dua putri Rasulullah, secara berurutan setelah meninggal yang lain, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Utsman dari Bani Umayyah sementara dua putri Rasulullah dari Bani Hasyim. Kenyataan ini, menikah dengan kabilah yang berbeda, banyak sekali. Semua ini menunjukkan bahwa Rasulullah  dan para sahabat adalah orang-orang yang tidak menjadikan nasab sebagai prioritas utama. Agama-lah yang menjadi patokan utama.

Bukti Lagi!

Bukti lain yang menunjukkan bahwa Nabi tidak mengutamakan harta, bangsa, adalah beliau menikahkan Usamah bin Zaid dengan Fathimah binti Qais, seorang perempuan dari suku Quraisy. Padahal, Usamah adalah seorang keturunan bekas budak dari Bani Kalb. Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi’ah bin Abdi Syams menikahkan keponakannya dengan bekas budaknya yang bernama Salim, padahal keponakannya dari suku Quraisy, sedangkan Salim seorang mantan budak. Abu Bakr ash-Shiddiq menikahkan saudara perempuannya dengan al-Asy’ats bin Qais. Abu Bakr dari Bani Tamim (suku Quraisy), sedangkan al-Asy’ats dari Bani Kindah (al-Kindi). Abdurrahman bin Auf menikahkan saudara perempuannya dengan Bilal bin Rabah, sang muazin, padahal saudarinya dari kabilah Quraisy sedangkan Bilal dari Habasyah, Afrika.

Penutup

Para pembaca rahimakumullah, semua fakta di atas menunjukkan bolehnya pernikahan dengan selain kabilahnya jika memang agamanya baik. Demikianlah secara ringkas dan global bimbingan awal pra-nikah. Nantikan pembahasan menarik lainnya pada edisi-edisi berikutnya, Insya Allah.

Wallahu a’lam bish shawab.

Penulis: Ustadz Arif

Untuk mendapatkan buletin dalam bentuk file gambar/JPEG klik di sini: halaman 1, halaman 2, halaman 3, halaman 4.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button