Suka Duka Pasti Menyapa
Setiap orang tentu mendambakan kehidupan bahagia di dunia ini. Diliputi kesenangan, tanpa ada onak dan duri yang menghadang. Tidak terkecuali suami istri yang baru saja menjalin ikatan suci. Keduanya pasti memimpikan kehidupan rumah tangga yang akan dijalaninya nanti terus menerus bahagia dan indah. Namun, kenyataan hidup kadang tidaklah seperti yang diangan-angankan. Allah Sang Pengatur segalanya kadang berkehendak lain. Pasangan suami istri yang berstatus mukmin dan mukminah, pasti akan mengalami perputaran roda kehidupan. Kadang di atas, dan kadang di bawah. Ada kalanya merasakan manis dan indah dan ketika tiba gilirannya, pasti pahit getirnya kehidupan rumah tangga ini akan datang menghampiri. Suka dan duka pasti akan datang menyapa. Pola hidup semacam inilah yang dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa. Itulah ujian dan cobaan hidup yang telah digariskan oleh Sang Pemilik alam semesta ini. Allah tidak akan membiarkan keluarga yang telah disinari oleh cahaya iman itu menjalani hidup lepas begitu saja tanpa ujian dan cobaan. Allah berfirman (artinya),
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman“, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut: 2)
Ayat ini adalah sebuah berita yang pasti, bahwa Allah berkehendak untuk menguji dan memberikan cobaan kepada siapapun yang telah mengaku dirinya beriman. Kehendak Allah bukan tanpa alasan tetapi pasti ada hikmahnya. Lantas, apa tujuan dan hikmah dibalik cobaan hidup itu? Jawabannya adalah sebagaimana yang Allah tegaskan pada ayat berikutnya (artinya),
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.“(Al-Ankabut: 3)
Cobaan hidup dengan beragam bentuknya merupakan ujian keimanan seseorang. Dengan ujian, akan tampak siapa yang jujur dan siapa pula yang tidak jujur dalam keimanannya. Dengan ujian hidup pula, cahaya iman yang telah menerangi sebuah rumah tangga akan tampak, apakah cahaya itu akan terus terang ataukah hanya sebatas cahaya semu yang perlahan meredup dan akhirnya padam sama sekali.
Sebuah keluarga mukmin harus bersiap-siap menghadapi ujian ini. Di sisi lain, perlu ditanamkan keyakinan juga bahwa ujian dan cobaan hidup itu tidak hanya berupa musibah, bencana, dan kesempitan hidup. Bahkan kesenangan, kebahagiaan, kemudahan, dan kelapangan hidup pun, merupakan cobaan yang mesti akan dilalui oleh setiap keluarga beriman. Hal ini telah dinyatakan sendiri oleh Dzat Yang akan memberikan ujian dalam firman-Nya (artinya),
“Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (Al-Anbiya’: 35)
Agar Lulus Ujian
Orang yang sukses hidupnya adalah orang yang lulus dalam menjalani ujian-ujian tersebut. Ia berhasil membawa diri dan keluarganya menempuh masa-masa ujian dengan meraih predikat “keridhaan Allah”. Itulah puncak karier hidup yang sesungguhnya. Apapun bentuk ujian itu, baik berupa kelapangan dan kesenangan, maupun kesempitan dan kesusahan, semua dijalaninya dengan tetap mematuhi rambu-rambu syariat. Baginda nabi telah memberitakan tentang sikap seorang mukmin yang jujur keimanannya dalam menghadapi cobaan, sebagaimana dalam sabdanya,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Benar-benar menakjubkan urusan dan keadaan seorang mukmin itu, hal ini karena sungguh seluruh keadaannya baik. dan kondisi ini tidak dimiliki oleh seorang pun kecuali yang benar-benar beriman. Ketika diberikan kepadanya kesenangan dan kelapangan hidup, ia bersyukur, dan ini baik baginya. Ketika ditimpa musibah dan kesempitan hidup, ia bersabar, dan ini baik baginya.”(HR. Muslim no. 5318)
Hadits ini merupakan “kunci jawaban” dari “soal” ujian yang pasti akan dijalani oleh setiap mukmin. Yang lulus adalah yang berhasil menjawab ujian dan tantangan hidup tersebut dengan benar. Bersyukur kala datang sesuatu yang menyenangkan hati, dan bersabar saat tibanya musibah dan kenyataan hidup yang tidak disukai.
Ujian Pertama dan Jawabannya
Ujian dan cobaan hidup pertama adalah kesenangan. Dengan dibukanya pintu kenikmatan, maka seorang hamba harus menjawabnya dengan syukur. Barangkali sebagian orang memandang bahwa ujian hidup berupa kesenangan itu lebih mudah dilalui dan gampang untuk mengantongi predikat lulus. Apakah demikian kenyataannya?
Jawabannya tidak. Justru bisa jadi banyak orang yang tidak lulus ketika diuji dengan kenikmatan. Dengan kata lain, banyak orang yang belum bersyukur ketika merasakan kesenangan dan kelapangan hidup. Allah telah memberitakan hal ini dalam kitab-Nya yang suci (artinya).
“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih (bersyukur).“(Saba’: 13)
Kalau ada yang mengatakan, “Bukankah syukur itu mudah? Tinggal mengucapkan alhamdulillah atas segala nikmat yang diberikan kepada kita, itu sudah cukup!” Para pembaca, sebatas ucapan tersebut belum masuk kriteria syukur yang sebenarnya. Syukur harus diwujudkan dengan hati, lisan, dan anggota badan.
Ketika seseorang mendapatkan kenikmatan, pertama kali yang harus dia lakukan adalah menanamkan sebuah keyakinan di hatinya bahwa hanya Allah sajalah yang kuasa untuk memberikan kenikmatan tersebut. Kenikmatan hanya datang dari-Nya. Kalau seseorang dilapangkan rezekinya misalnya, ia tidak boleh memandang bahwa rezeki yang ia peroleh adalah semata-mata buah dari usaha dan kerja kerasnya selama ini. Lupa kepada Allah.
Berikutnya bersyukur dengan lisan yaitu memuji Allah Sang pemberi nikmat. Misalnya dengan mengucapkan alhamdulillah. Kemudian selanjutnya ia memanfaatkan nikmat tersebut untuk amal kebaikan. Walaupun lisannya mengucapkan alhamdulillah berulang kali, ia belum disebut sebagai orang yang bersyukur kalau ia belum memanfaatkan dan membelanjakan rezeki yang ia miliki untuk kebaikan. Maka dari itu, memang berat untuk merealisasikan syukur. Nikmat yang Allah berikan kepada hamba-Nya sangatlah banyak, tidak bisa dihitung. Satu nikmat saja, belum tentu kita bisa mensyukurinya dengan syukur yang sebenarnya. Semoga Allah membantu kita untuk menjadi hamba-Nya yang pandai bersyukur.
Ujian Berikutnya dan Jawabannya
Ujian hidup berikutnya adalah kesedihan. Menghadapi kenyataan hidup yang tidak menyenangkan adalah ujian yang mesti dijawab dengan sabar. Para ulama menjelaskan bahwa sabar adalah menahan diri dari sikap tidak terpuji, menahan lisan dari berkeluh kesah, dan menahan anggota badan dari tindakan-tindakan tidak terpuji yang menunjukkan pelampiasan rasa kecewa dan tidak terima terhadap kenyataan yang ada, seperti menampar wajah, merobek baju, dan sebagainya. Sifat dan perangai sabar merupakan pemberian dan karunia Allah yang paling baik dan paling luas. Untuk bisa meraih pemberian-Nya tersebut, seseorang perlu melatih dan menempa dirinya untuk senantiasa sabar. Rasulullah bersabda,
وَمَنْ يَصْبِرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِنْ عَطَاءٍ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنَ الصَّبْرِ
“Dan barangsiapa yang (berusaha untuk) bersabar, maka Allah akan menjadikan ia bisa bersabar. Tidaklah ada suatu pemberian dan karunia yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”(HR. Muslim no. 1745)
Perhatikan hadits Nabi berikut, barangkali bisa menjadi materi bimbingan untuk berlatih sabar. Nabi bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah ada sesuatu yang menimpa seorang muslim, baik berupa kepayahan, rasa sakit, duka lara, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan, dan bahkan tertusuk duri sekalipun, kecuali Allah akan menggugurkan dosa dan kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5210)
Anda juga bisa melatih diri Anda untuk bersabar dengan menyadari bahwa untuk meraih al-Jannah, pasti akan melewati berbagai rintangan yang tidak disukainya. Musibah dan kesengsaraan haruslah ia lalui. Allah berfirman (artinya),
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk al-Jannah, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Al-Baqarah: 214)
Akhir Kata
Berbeda dengan ujian nasional di sekolah-sekolah yang setiap siswa dilarang saling bekerjasama dalam mengerjakan soal, maka ujian hidup yang dihadapi oleh keluarga perlu dipecahkan bersama seluruh anggota keluarga. Hal itu diwujudkan dengan bentuk saling menasehati dan mengingatkan untuk senantiasa ingat kepada Allah, kekuasaan, keadilan, dan kehendak-Nya yang mutlak serta hikmah di balik ujian dan cobaan yang sedang dialami. Allah berfirman (artinya),
” Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya kalian jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.“(Al-Hadid: 22-23)
Sebagaimana suka dan duka ini datang terus menerus tiada henti, maka bimbingan, nasehat, dan arahan Anda kepada keluarga juga hendaknya jangan terputus.Ajarkan kepada istri dan putra putri Anda bimbingan syar’i ini, semoga bahtera rumah tangga yang sedang Anda tumpangi selamat sampai tujuan, berlabuh di dermaga berkah dan ridha-Nya.
Amin Ya Mujibas Sailin.
Wallahu Ta’ala a’lam bish shawab
Penulis: Ust. Abu Abdillah