Edisi Ramadhan

Memaksimalkan Moment Berharga

Edisi: 25 || Tahun 1439 H

Tema: RAMADHAN

Alhamdulillah, inilah kalimat yang tepat untuk diucapkan saat kita dimudahkan oleh Allah dengan bulan Ramadhan, bulan yang mulia nan penuh rahmat, barokah dan ampunan. Kalimat pujian sebagai bentuk syukur kita kepada sang Pencipta yang kembali memberikan taufik-Nya sehingga kita dapat menjalankan berbagai macam amalan ibadah di bulan Ramadhan kali ini. Berapa banyak manusia yang belum diberikan “peluang besar” ini, bisa jadi karena dia telah meninggal dunia, sakit, atau belum mendapatkan hidayah dan taufik untuk mendekat kepada-Nya.

Para pembaca rahimakumullah, pada edisi kali ini kami akan sedikit menyampaikan beberapa hal seputar adab-adab berpuasa. Dengan harapan peluang besar dan kesempatan emas ini benar-benar termanfaatkan dengan maksimal.

Hal-hal Penting Untuk Diketahui Saat Berpuasa

Berusaha untuk mencontoh dan mencocoki sunnah Rasul ﷺ dalam menjalankan berbagai ibadah di bulan Ramadhan merupakan cara terbaik dalam memaksimalkan moment berharga ini.

1. Makan sahur

Di antara hikmah disyariatkan makan sahur di samping untuk kekuatan fisik adalah dalam rangka menyelisihi ahlul kitab yang berpuasa tanpa bersahur. Rasulullah ﷺ bersabda,

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ اْلكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

“Pembeda antara puasa kita dengan puasa Ahlul Kitab adalah makan sahur.” (HR. Muslim no. 1096 dari shahabat Amr bin al-Ash)

Makan sahur memiliki beberapa keutamaan, di antaranya:

a. Mengandung barokah.

Rasulullah ﷺ bersabda (artinya),

“Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada makan sahur terdapat barokah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari shahabat Anas bin Malik)

b. Mendapat shalawat dari Allah dan para malaikat-Nya.

Rasulullah ﷺ bersabda (artinya),

“Makan sahur itu mengandung barokah maka jangan kalian meninggalkannya meskipun hanya sekedar meminum seteguk air. Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang bersahur.” (HR. Ahmad dari shahabat Abu Sa’id al-Khudri)

2. Berbuka Puasa

Dibolehkan bagi yang berpuasa untuk berbuka bila telah masuk waktu malam. Allah berfirman,

Kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam hari.” (al-Baqarah: 187)

Rasulullah ﷺ bersabda (artinya),

“Apabila malam telah datang dan siang telah pergi serta matahari telah terbenam maka sungguh orang yang berpuasa (dibolehkan) berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih dari shahabat Umar bin al-Khaththab)

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat berbuka, di antaranya:

a. Menyegerakan berbuka

Ketika telah tiba waktunya (masuknya waktu shalat maghrib) hendaknya orang yang berpuasa segera berbuka, karena menyegerakan berbuka adalah suatu kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda (artinya),

“Kaum muslimin akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka masih menyegerakan berbuka.” (Muttafaqun ‘alaihi dari shahabat Sahl bin Sa’d)

Dalam hadits yang lain Beliau ﷺ bersabda (artinya),

“Agama ini akan senantiasa tegak selama umat Islam menyegerakan ifthar (berbuka), karena Yahudi dan Nashara mengakhirkannya.” (HR. Abu Dawud no. 2353 dari shahabat Abu Hurairah)

b. Membaca doa ketika berbuka.

Rasulullah ﷺ ketika berbuka mengucapkan doa;

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

“Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat dan tercatatlah pahalanya insya Allah.” (HR. Abu Dawud no. 2357 dari shahabat Abdullah bin Umar)

c. Berbuka dengan ruthab (kurma setengah masak).

Jika tidak mendapatkannya maka dengan tamr (kurma masak). Jika tidak ada keduanya maka dengan air. Anas bin Malik berkata (artinya),

“Rasulullah dahulu berbuka sebelum shalat maghrib dengan beberapa ruthab, jika tidak mendapatinya maka dengan kurma yang sudah masak, jika tidak mendapatinya maka dengan meneguk air beberapa tegukan.” (HR. Abu Dawud no. 2356)

3. Memberi makanan untuk berbuka

Termasuk perkara yang dianjurkan adalah memberi makanan atau minuman kepada orang yang berpuasa saat berbuka. Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barangsiapa memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti pahala yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut.” (HR. at-Tirmidzi no. 807 dan Ibnu Majah no. 1746 dari shahabat Zaid bin Khalid al-Juhani)

4. Banyak bersedekah, qiyamul lail (shalat tarawih), berdzikir dan membaca al-Qur`an serta amalan ibadah lainnya.

Shahabat Abdullah bin Abbas berkata,

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

“Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi ketika di bulan Ramadhan saat Jibril menemuinya lalu membacakan (mengajarkan) al-Qur`an padanya.” (HR. al-Bukhari no. 6).

Tentang shalat tarawih, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa mengerjakan shalat tarawih di bulan Ramadhan karena iman dan berharap pahala maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih dari shahabat Abu Hurairah)

Perkara Yang Terkadang Terlalaikan

Para pembaca rahimakumullah, 4 point di atas mungkin sudah sering diulas dan dibahas, namun disana ada beberapa hal lain yang perlu kita perhatikan pula karena sebagian kaum muslimin terkadang lalai darinya.

1. Niat

Pertama kali yang semestinya diperhatikan bagi yang akan berpuasa adalah permasalahan niat. Di antara kaum muslimin mungkin masih ada yang masih menganggap bahwa puasa Ramadhan hanyalah sekedar kebiasaan dan rutinitas tahunan yang harus dijalani. Padahal sejatinya puasa Ramadhan adalah sebuah ibadah besar yang menuntut dari pelakunya untuk meniatkannya sebagai ibadah kepada Allah. Adapula sebagian orang yang niat puasanya adalah untuk menjaga kesehatan. Sebagian dari mereka menyandarkan hal itu pada sebuah hadits,

صُومُوْا تَصِحُّوْا

“Berpuasalah kalian niscaya akan sehat!”

Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath dan Abu Nu’aim dalam ath-Thibbun Nabawi. Namun hadits ini dihukumi lemah oleh para ulama, di antaranya adalah al-Hafizh al ‘Iraqi dalam Takhrij al-Ihya.

2. Shalat lima waktu

Perkara penting pula yang harus diperhatikan adalah shalat fardhu yang merupakan rukun Islam kedua setelah kalimat syahadat. Suatu kewajiban yang sangat besar dan merupakan amalan anggota tubuh yang paling mulia. Oleh karena itu maka hendaklah kita melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ yaitu dengan memenuhi syarat-syaratnya, menunaikan rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya dan sunnah-sunnahnya. Serta dilaksanakan dengan cara berjama’ah di masjid-masjid.

Shalat merupakan syiar agama Islam yang agung dan mengagungkannya termasuk ketakwaan hati. Dimana ketakwaan ini merupakan tujuan disyari’atkannya ibadah puasa Ramadhan. Masih kita dapati sebagian dari kaum muslimin yang sudah mengerjakan shalat, namun tidak mengerjakannya secara berjama’ah di masjid, terkhusus bagi kaum prianya.

Sebagian yang lain sengaja menunda-nunda pelaksanaan shalat hingga waktu berakhir. Akhirnya shalatpun dilaksanakan di luar waktu yang telah ditentukan. Yang demikian tidak selayaknya terjadi, apalagi sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa shalat yang sengaja dilakukan di luar waktunya maka shalat tersebut tidak teranggap.

Kemudian berikutnya yang amat sangat disayangkan adalah masih ditemui sebagian yang berpuasa justru meninggalkan shalat lima waktu. Yang demikian ini sangat mengkhawatirkan akan keabsahan puasa yang sedang dikerjakan.

3. Meninggalkan perkataan dan perbuatan jelek

Dusta, ghibah, namimah (adu domba), menipu ataupun perbuatan-perbuatan yang keji, sia-sia dan melalaikan adalah di antara sekian perkara yang wajib untuk dijauhi, karena perbuatan-perbuatan tersebut dapat mengurangi kesempurnaan dan bahkan menghilangkan pahala puasa. Rasulullah ﷺ bersabda (artinya),

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta kejahilan maka Allah tidak butuh darinya perbuatan meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. al-Bukhari no. 5710 dari shahabat Abu Hurairah).

Rasulullah ﷺ juga bersabda,

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ

“Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa maka janganlah berkata kotor (keji) dan janganlah berbuat keributan. Jika ada seseorang mencelanya atau menyakitinya maka katakanlah, ‘Saya sedang berpuasa’.” (HR. al-Bukhari no. 1795 dan Muslim no. 2762 dari shahabat Abu Hurairah)

Jabir bin Abdillah berkata (artinya),

“Jika engkau sedang berpuasa maka puasakan pula pendengaran, penglihatan dan lisanmu dari dusta dan sesuatu yang haram, janganlah mengganggu tetangga dan bersikaplah tenang. Jangan engkau jadikan hari puasamu sama dengan hari berbukamu (ketika tidak berpuasa).” (Lathaif al Ma’arif karya Ibnu Rajab).

Wallahu a’lam bishshawab. Semoga bermanfaat.

Penulis: Ustadz Abdullah Imam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button