Edisi Ramadhan

Ramadhan Bersama Salaf

Edisi: 26 || Tahun 1439 H

Tema: RAMADHAN

Para pembaca rahimakumullah.

Generasi salaf adalah generasi shahabat Nabi. Secara khusus, Rasulullah memberikan rekomendasi ini dalam sabdanya,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.” (HR. al-Bukhari no. 2458 dan Muslim no. 4601)

Generasi salaf adalah generasi yang unggul dalam hal ilmu, iman dan amal shalih. Dengan itulah, puncak kejayaan Islam terwujud di zaman mereka hidup. Pada bulan puasa ini, mari kita sedikit menengok sisi kehidupan sebagian salaf dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik-baiknya di bulan Ramadhan. Apa yang mereka lakukan di bulan yang penuh barokah ini sehingga mereka dikukuhkan sebagai generasi terbaik?

Bulan Ramadhan adalah saat-saat yang istimewa bagi generasi salaf. Mereka benar-benar mengetahui dan merasakan betapa mahalnya nilai bulan ini. Sehingga mereka memanfaatkannya untuk ibadah dan benar-benar serius dalam menghidupkan bulan ini dengan berbagai amal ketaatan, tilawatul Qur’an, shalat malam (tarawih), sedekah dan ibadah lainnya. Berbagai riwayat yang menggambarkan kesungguhan mereka dalam mengisi Ramadhan dengan ibadah benar-benar sangat luar biasa.

Hampir dipastikan kita belum bisa melakukan seperti apa yang telah mereka lakukan. Namun setidaknya ketika kita membaca perjalanan hidup mereka, akan tertanam kecintaan terhadap mereka, orang-orang yang mendahului kita dalam keimanan dan ada upaya untuk mencontoh mereka dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah terkhusus di bulan Ramadhan.

Bacaan Al-Qur’an Para Salaf

Orang-orang shalih dari generasi salaf sangat bersemangat untuk memperbanyak membaca al-Qur’an pada bulan Ramadhan.

Qatadah bin Di’amah biasa mengkhatamkan al-Qur’an pada hari-hari biasa selama 7 hari. Jika datang bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkannya selama 3 hari. Ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, beliau mengkhatamkannya pada setiap malam. (Siyar A’lamin Nubala’, 5/276)

Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata (artinya), “Dahulu al-Imam asy-Syafi’i mengkhatamkan al-Qur’an pada bulan Ramadhan sebanyak 60 kali.” (Siyar A’lamin Nubala’, 10/36)

Waki’ bin al-Jarrah membaca al-Quran pada malam bulan Ramadhan dan mengkhatamkannya ketika itu juga, ditambah sepertiga dari al-Qur’an (kurang lebih 10 juz). Beliau juga shalat 12 rakaat pada waktu dhuha dan shalat sunnah sejak setelah zhuhur hingga ashar. (Siyar A’lamin Nubala’, 12/109)

Pada malam pertama Ramadhan, al-Imam al-Bukhari shalat tarawih mengimami para muridnya. Pada setiap rakaat beliau membaca sekitar 20 ayat, demikian seterusnya hingga beliau mengkhatamkan al-Qur’an saat itu juga. Ketika tiba waktu sahur, beliau membaca al-Qur’an antara sepertiga hingga setengah al-Qur’an (10-15 juz), sehingga beliau mengkhatamkan bacaan al-Qur’an di waktu sahur saja setiap 3 hari sekali.

Adapun di siang hari, beliau mengkhatamkan al-Qur’an setiap hari ketika tiba waktu berbuka. Beliau pernah mengatakan (artinya), “Pada setiap khatam membaca al-Qur’an ada doa yang mustajab.” (Tahdzibul Kamal, 24/446)

Shalat Malam (Tarawih) Para Salaf

Rasulullah bersabda,

أَفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاةُ اللَّيْلِ

“Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1982)

Generasi salaf benar-benar menjaga ibadah ini. Mereka sangat khawatir bila shalat malam ini terluput dari mereka.

Dahulu Syaddad bin Aus ketika beranjak menuju tempat tidurnya untuk beristirahat ternyata badannya hanya bisa bolak-balik saja, tidak bisa tidur. Kemudian beliau mengatakan, “Ya Allah! Sesungguhnya api neraka membuat aku tidak bisa tidur.” Beliau pun bangun dan lantas mengerjakan shalat hingga datang waktu shubuh. (Hilyatul Auliya’, 1/264)

Pada bulan Ramadhan, tentu shalat malam yang dikerjakan padanya memiliki keutamaan yang jauh lebih besar.

Tidak mengherankan apabila generasi salaf benar-benar menghidupkan malam bulan Ramadhan dengan shalat malam (tarawih) yang sulit dijumpai di masa sekarang ini. Berikut ini gambarannya.

As-Saib bin Yazid berkata (artinya), “Umar bin al-Khaththab pernah memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim ad-Dari menjadi imam tarawih pada malam Ramadhan. Kemudian sang imam membaca 200 ayat, hingga kami bersandar kepada tongkat-tongkat karena lamanya berdiri, tidaklah kami selesai dari shalat kecuali telah mendekati waktu shubuh.” (HR. Malik di dalam al-Muwaththa’ no. 379, shahih, lihat Misykatul Mashabih)

Abdullah bin Abi Bakr berkata (artinya), “Aku mendengar ayahku berkata, ‘Dahulu kami selesai dari shalat malam pada bulan Ramadhan, kami pun bersegera mempersiapkan makan sahur karena khawatir waktu shubuh segera tiba’.” (HR. Malik di dalam al-Muwaththa’ no. 254, shahih, lihat Misykatul Mashabih)

Dahulu Abdullah bin Umar menegakkan shalat malam di rumahnya pada bulan Ramadhan. Ketika orang-orang telah pulang dari masjid, beliau mengambil sebuah wadah yang berisi air, kemudian keluar menuju masjid. Beliau tidak keluar dari masjid sampai selesai shalat shubuh di masjid tersebut. (HR. al-Baihaqi no. 4792)

Kedermawanan Salaf dan Kesederhanaan Mereka

Abdullah bin Abbas berkata,

كَانَ رَسُولُ اللهِ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ

“Rasulullah adalah orang yang paling dermawan (dalam memberikan kebaikan), dan sifat derma beliau yang paling besar adalah ketika Ramadhan.” (HR. al-Bukhari no. 1769 dan Muslim no. 4268)

Al-Imam asy-Syafi’i berkata (artinya), “Yang paling disenangi bagi seseorang adalah semakin bertambah kedermawanannya pada bulan Ramadhan, sebagai bentuk upaya meneladani Rasulullah .” (Lathaiful Ma’arif, 1/183)

Di antara kedermawanan generasi salaf pada bulan Ramadhan sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa riwayat berikut:

Ketika Abdullah bin Umar berpuasa, tidaklah beliau berbuka kecuali bersama orang-orang miskin. Apabila ada seorang peminta-minta datang dalam keadaan beliau sedang makan, beliau mengambil jatah makanannya dan memberikan makanan tersebut kepada si peminta tadi. Ketika kembali, ternyata keluarga beliau telah memakan semua yang tersisa di wadah tempat makanan itu. Sehingga beliau berpuasa pada pagi harinya dalam keadaan belum makan sesuatu apapun. (Lathaiful Ma’arif, 1/183)

Al-Imam az-Zuhri ketika memasuki bulan Ramadhan mengatakan (artinya), “Ini adalah bulan yang diisi dengan memperbanyak membaca al-Quran dan memberi makan.” (Lathaiful Ma’arif, 1/183)

Hammad bin Abi Sulaiman biasa memberi jamuan berbuka pada bulan Ramadhan untuk 500 orang. Pada Idul Fitri, beliau memberi masing-masing mereka uang sejumlah 100 dirham. (Siyar A’lamin Nubala’, 5/234)

Gaya hidup sederhana generasi salaf juga nampak pada sosok al-Muhtadi Billah, salah seorang khalifah dari Bani Abbasiyyah. Abul ‘Abbas Hasyim bin al-Qasim berkata, “Dahulu aku pernah di sisi al-Muhtadi Billah pada sore hari di bulan Ramadhan, kemudian aku berdiri untuk pergi, maka dia (Al-Muhtadi) berkata, ‘Duduklah!’

Aku pun duduk. Kemudian dia mengimami shalat. Setelah itu dia meminta untuk dihidangkan makanan. Dihidangkanlah untuknya satu tempat makanan yang di dalamnya terdapat roti dan sebuah wadah yang berisi garam, minyak dan cuka. Lalu dia mengundangku untuk makan. Aku pun makan layaknya orang yang menunggu hidangan makanan yang lain.

Setelah itu dia mengatakan, ‘Bukankah besok engkau masih berpuasa?’ Aku katakan, ‘Tentu.’

Kata dia, ‘Makanlah dan cukupkan makanmu karena tidak ada makanan lain selain yang kamu lihat ini.’

Abul Abbas Hasyim bin al-Qasim berkata, ‘Akupun merasa takjub. Lalu aku bertanya kepadanya, wahai Amirul Mukminin, mengapa Anda melakukan seperti ini? Padahal Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada Anda?’

Al-Muhtadi Billah menjawab, ‘Aku berpikir, di tengah-tengah Bani Umayyah ada sosok Umar bin Abdul Aziz. Akupun merasa cemburu kepada Bani Hasyim (keluarga besar al-Muhtadi Billah), sehingga aku melakukan seperti yang engkau lihat sekarang ini’.” (Siyar A’lamin Nubala’, 12/536)

Penutup

Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita untuk bisa beramal dan menghidupkan bulan Ramadhan ini dengan kebajikan, menerima amalan-amalan kita, baik puasa, shalat malam, tilawatul Qur’an maupun ibadah-ibadah lainnya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan membebaskan kita dari api neraka. Amin.

Wallahu a’lam bish shawab.

Penulis: Ustadz Abu Abdillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button