Hadits

Luasnya Rahmat dan Ampunan Allah (renungan kisah pembunuh 100 jiwa)

Buletin Islam Al Ilmu Edisi No:33/VIII/IX/1432

       Sebesar dan sebanyak apapun dosa yang dilakukan oleh manusia, kalau dia mau bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya, maka pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya.

       Hal inilah yang tercermin dalam sebuah kisah yang pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana dalam sebuah hadits (yang artinya):

“Pada zaman sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang. Kemudian dia bertanya, siapa penduduk negeri ini yang paling berilmu, maka ditunjukkanlah kepada seorang rahib (pendeta), sehingga orang tadi pun mendatanginya dan menceritakan bahwa dirinya telah membunuh 99 orang, apakah ada pintu taubat baginya? Ternyata si rahib tadi menjawab, “Tidak.” Maka rahib itu pun dibunuh juga sehingga genaplah 100 orang yang telah dia bunuh.

Kemudian dia bertanya lagi, siapa penduduk negeri ini yang paling berilmu, maka ditunjukkanlah padanya seorang alim.

Setelah bertemu dengan alim tersebut, laki-laki tadi menceritakan bahwa dirinya telah membunuh 100 orang, apakah ada pintu taubat baginya? Orang alim itu menjawab, “Ya, siapa yang bisa menghalangi antara seseorang dengan taubat? Pergilah engkau ke negeri itu, karena di sana terdapat orang-orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, beribadahlah engkau kepada Allah bersama mereka, dan janganlah sekali-kali engkau kembali ke negerimu karena negerimu itu adalah negeri yang buruk.”

Kemudian laki-laki itu berangkat menuju negeri yang dimaksud, namun di tengah perjalanan, ajal menjemputnya. Maka malaikat rahmat dan malaikat adzab berselisih (siapa yang berhak membawa ruh orang tersebut).

Malaikat rahmat berkata, “Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Malaikat adzab berkata, “Dia belum beramal kebaikan sedikit pun.”

Kemudian datanglah malaikat yang menjelma menjadi manusia, maka mereka menjadikan malaikat tadi sebagai penengah untuk memutuskan permasalahan yang mereka perselisihkan. Malaikat itu berkata, “Ukurlah jarak antara tempat meninggalnya dengan negeri asalnya, dan jarak antara tempat meninggalnya dengan negeri tujuannya, mana yang lebih dekat maka itulah bagiannya.”

Mereka mengukurnya, ternyata mereka dapati bahwa tempat meninggalnya itu lebih dekat ke negeri tujuannya -dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa selisihnya hanya satu jengkal saja, maka Allah pun mengampuninya-, sehingga malaikat rahmat lah yang membawa ruh orang tersebut.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim rahimahumallah dalam kitab Shahih keduanya. Dalam kitab Riyadhush Shalihin, Al-Hafizh An-Nawawi rahimahullah meletakkan hadits tersebut pada bab At-Taubah, hadits nomor 20.

Kalau kita membaca dan mengkaji kisah di atas, banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik. Karena semua kisah-kisah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam Al-Qur’an maupun yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebutkan dalam haditsnya, bukan semata-mata hanya cerita untuk bunga majelis saja, namun di dalamnya terkandung pelajaran dan nasehat berharga yang sangat bermanfaat bagi siapa saja yang mau mengkajinya.

Satu pelajaran berharga yang bisa kita petik dari kisah di atas terkait dengan tema pembahasan buletin kita kali ini adalah luasnya rahmat dan ampunan Allah kepada hamba-Nya. Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Dia akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Walaupun dosa-dosa tersebut sebanyak buih di lautan, kalau seorang hamba memiliki tekad dan kemauan yang sungguh-sungguh untuk bertaubat kepada-Nya, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dan mencurahkan rahmat serta kasih sayang-Nya kepada hamba tadi.

Perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki yang diceritakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam hadits di atas sangatlah keji. Membunuh seratus orang, bukanlah suatu kemungkaran yang kecil. Namun ketika tampak kesungguhan orang itu untuk bertaubat, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengampuninya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah buktikan janji-Nya ketika berfirman (yang artinya):

“Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53)

Manakala seseorang telah banyak berbuat dosa dan maksiat, tidak sepantasnya bagi dia untuk berputus asa dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia harus husnuzhan (berbaik sangka) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan bahkan harus yakin bahwa Dzat Yang Maha Pengampun pasti akan mencurahkan ampunan kepadanya kalau dia mau bertaubat dan kembali kepada-Nya.

Bisa dibayangkan kalau jiwanya sudah diselimuti perasaan putus asa, maka tidak menutup kemungkinan dia akan terus bergelimang dalam kemaksiatannya itu, sehingga semakin bertumpuklah beban dosa yang harus dia pikul.

Oleh karena itulah di antara kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya adalah dibukanya pintu taubat selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin masuk ke dalamnya.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا عِبَادِيْ إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِرُوْنِيْ أَغْفِرْ لَكُمْ

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian banyak berbuat kesalahan (dosa) malam dan siang, dan Aku akan mengampuni dosa-dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)

Harus diakui bahwa setiap makhluk yang bernama manusia pasti banyak melakukan kesalahan dan dosa. Namun sangatlah tidak pantas jika hal ini kemudian menghalangi seseorang dari bertaubat kepada-Nya. Rasulullah n bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Semua anak Adam (manusia) banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang banyak melakukan kesalahan adalah yang banyak bertaubat.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menyeru kaum mukminin dalam firman-Nya (yang artinya):

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubatan nashuha (taubat yang semurni-murninya).”(At-Tahrim:8)

Menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman pun pasti pernah dan bahkan sering, atau minimalnya masih ada noda dosa yang melekat pada diri mereka dan belum bertaubat darinya. Setiap saat, ada saja kesalahan yang diperbuatnya. Oleh karena itulah, perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat di atas berlaku terus menerus. Setiap waktu, seorang mukmin harus banyak bertaubat kepada-Nya dengan taubatan nashuha .

Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Pemurah, Dia tidak akan menyia-nyiakan upaya hamba-Nya yang hendak bertaubat dengan taubatan nashuha . Dalam lanjutan surat At-Tahrim ayat 8 di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan janji-Nya (yang artinya):

“Mudah-mudahan Rabb kalian akan menutupi kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam Jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (At-Tahrim: 8)

Para ulama menjelaskan bahwa taubatan nashuha  adalah meninggalkan kemaksiatan tersebut, menyesalinya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi di kemudian hari. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dan Riyadhush Shalihin)

Yang terpenting bagi seorang yang hendak bertaubat adalah dia harus membekali dirinya dengan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakin, dan berbaik sangka kepada-Nya bahwa Dia pasti akan menerima taubatnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan ampunan kepada hamba-Nya yang bertaubat jika diiringi dengan iman yang benar dan keyakinan yang kuat dengan penuh pengharapan. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berjanji pula untuk menerima taubat orang-orang yang tidak menyekutukan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam sebuah hadits Qudsi:

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَلاَ أُبَالِيْ يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِيْ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لاَ تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Wahai anak Adam (manusia), sesungguhnya selama engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan ampuni engkau, apapun yang engkau perbuat, Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, kalau dosa-dosa engkau mencapai awan di langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni engkau dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau mendatangi-Ku dengan membawa sepenuh bumi kesalahan (dosa), kemudian ketika engkau berjumpa dengan-Ku dalam keadaan engkau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, maka pasti Aku akan memberikan ampunan sepenuh bumi itu pula.” (HR. At-Tirmidzi)

Yang tidak kalah pentingnya juga adalah, ketika seseorang terjerumus ke dalam perbuatan dosa dan dia ingin bertaubat darinya, maka dia harus bersegera meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan tunda-tunda lagi. Bersegeralah untuk meraih ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum ajal datang. Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang tahu kapan saatnya dia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Bersegera untuk bertaubat ketika berbuat dosa merupakan salah satu ciri orang bertakwa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan surga untuk mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan ciri-ciri mereka itu dalam surat Ali ‘Imran ayat 133-136, yang di antaranya adalah:

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.” (Ali ‘Imran: 135)

Kata Al-Imam Ibnu Katsir v: “Yaitu ketika berbuat dosa, mereka segera mengiringinya dengan taubat dan istighfar.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)

Di antara kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya juga adalah apabila seorang hamba sudah berniat untuk melakukan amal kebajikan, namun dia belum sempat melakukannya, maka dia tetap mendapatkan pahala karena niat baiknya tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang berniat untuk melakukan satu kebaikan dan dia belum sempat melakukannya, maka akan dicatat untuknya satu kebaikan. Barangsiapa yang berniat untuk melakukan kebaikan dan diapun juga melakukannya, maka akan dicatat baginya sepuluh kebaikan sampai dilipatgandakan 700 kali kebaikan. Dan barangsiapa yang berniat melakukan kejelekan dan dia belum sempat melakukannya, tidak akan dicatat baginya kejelekan, namun jika melakukannya, pasti akan dicatat baginya kejelekan.” (HR. Muslim)

Si pembunuh tadi belum sempat melakukan amal kebaikan karena ajal lebih dahulu mendatanginya. Namun kepergian dia dari kampung halamannya menuju negeri yang penduduknya adalah orang-orang shalih sudah menunjukkan niat baik dan tekad yang kuat untuk meninggalkan kejahatan dan menggantinya dengan kebajikan. Dan akhirnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memberikan ampunan kepadanya.

Demikianlah, ketika seseorang sudah bertekad untuk melakukan amal kebajikan, namun kematian lebih dahulu mendatanginya, dia tetap mendapatkan pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, walaupun dia belum sempat menunaikan kebaikan tadi.

Sampai di sini kita bisa menyimpulkan betapa luas rahmat dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para hamba-Nya.

Wallahu a’lamu bish shawab.

 

 

6 komentar

  1. Assalamualaikum…di sisi manusia kita lain di pandang,di sisi Allah ,dengan ilmuNya kita dilihatNya dengan amat teliti sesuai dengan ilmuNya,kalau kita dapat melihat diri sendiri dengan saksama dan ada kekuatan untuk menginsafi, bermakna kita sangat bertuah. Tapi tak semudah untuk kita menjadi penasihat kepadfa diri sendiri. Amat berat,amat berat,kecuali dengan izin dan bantuan Allah. Insya Allah. Jazakallah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button