Hukum dan Keutamaan Silaturahmi
Edisi: 19 || 1440 H
Tema: Hadits
بسم الله لرّحمان الرّحيم
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda,
تعلّموامن أنسابكم ماتصلون به أرحامكم,فإنّ صلّةالرّحم محبّة في الأهل,مشراه في المال,منسأة في الأثر
“Pelajarilah oleh kalian silsilah keturunan (nasab) kalian yang dengannya kalian bisa menyambung tali kekerabatan (silaturahmi). Karena sesungguhnya amalan silaturahmi itu dicintai oleh keluarga, akan meluaskan harta, dan akan memperpanjang usia.” (HR. at-Tirmidzi no. 1979 dari shahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu, lihat Silsilah ash-Shahihah no. 276)
Para pembaca yang berbahagia. Islam adalah agama yang sempurna dari semua aspeknya. Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Rabbnya saja (atau diistilahkan dengan hablun minallah), namun juga mengatur hubungan antar manusia (yang diistilahkan dengan hablun ninannas). Di antara hubungan antar manusia yang diatur dalam Islam adalah menyambung hubungan antar anggota keluarga atau karib kerabat yang dikenal dengan nama silaturahmi.
Al-Imama Ibnul Atsir rahimahullah berkata, “Silaturahmi adalah sebuah ungkapan dari perbuatan baik kepada karib kerabat, baik kerabat karena faktor keturunan maupun kerabat karena faktor pernikahan dengan cara menyayangi mereka, berlemah lembut dan memperhatikan keadaan-keadaan mereka.” (an-Nihayah fi Gharibil Hadits, juz 5, hal. 191-192)
Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Silaturahmi adalah memberikan sesuatu yang bisa diberikan dari perkara kebaikan dan mencegah sesuatu yang bisa dicegah dari perkara kejelekan.” (Fathul Bari, [10/418])
Silaturahmi dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan antara kedua belah pihak, bisa dengan cara memberikan harta, memberikan pelayanan, dengan berkunjung, mengucapkan salam, menampakkan wajah yang berseri-seri, menyampaikan nasehat, nemcegah tindak kezhaliman, memberikan maaf dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk silaturahmi yang disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan dan manfaat. (Silatul Arham, hal. 6)
Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Batasan minimal dalam silaturahmi adalah tidak memboikot sudaranya dan bersilaturahmi dengan ucapan walaupun hanya sekedar mengucapkan salam.” (Syarh Shahih Muslim, [16/329])
Hukum Silaturahmi
Silaturahmi hukumnya adalah wajib kerena merupakan perintah dari Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman (artinya), “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.” (an-Nisa: 1)
Makna ayat tersebut adalah takutlah kalian kepada Allah dengan cara kalian menaati-Nya dan takutlah kalian dari perbuatan memutus silaturahmi kepada karib kerabat, tetapi berbuat baiklah dan sambunglah tali kekerabatan (silaturahmi) dengan mereka. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, [1/616])
Adakah Batasan Kerabat dalam Wajibnya Silaturahmi?
Para ulama berbeda pendapat dalam menyimpulkan batasan kerabat dalam wajibnya silaturahmi.
Pendapat pertama mengatakan bahwa kewajiban silaturahmi hanya terhadap kerabat yang mahram (diharamkan untuk dinikahi olehnya) saja seperti kedua orang tua, jalur kakek ke atas, jalur nenek ke atas, anak-anak dan jalur mereka ke bawah, para saudara laki-laki, para saudara perempuan, para paman dan para bibi dari jalur kedua orang tua. Adapun silaturahmi terhadap kerabat yang bukan mahram maka hukumnya adalah sunnah.
Pendapat kedua mengatakan bahwa kewajiban silaturahmi adalah mutlak kepada seluruh kerabat baik yang mahram maupun yang bukan mahram, baik ahli waris maupun yang bukan ahli waris. Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Pendapat yang kedua ini adalah pendapat yang benar.” (Syarh Shahih Muslim, [16/329])
Keutamaan Silaturahmi
1. Silaturahmi akan memperpanjang usia, meluaskan harta, dan akan menumbuhkan benih-benih kecintaan antar anggota keluarga sebagaimana dalam hadits di atas.
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan memperpanjang (dan meluaskan) di sini adalah keberkahan pada usianya (dan hartanya), diberikan petunjuk untuk melakukan amalan ketaatan, mengisi waktu-waktunya dengan amalan yang akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat dan terjaganya waktu-waktu tersebut dari perbuatan yang sia-sia.” (Syarh Shahih Muslim, [16/350])
2. Silaturahmi merupakan wasiat Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam kepada umatnya.
Shahabat Abu Dzat radhiallahuanhu berkata, “Kekasihku (Rasulullah) memberikan wasiat kepadaku dengan berbagai perangai kebaikan. Beliau mewasiatkan kepadaku untuk tidak memandang kepada orang yang berada di atasku dan hendaklah memandang kepada orang yang di bawahku, hendaklah mencintai orang-orang miskin dan mendekatkan diri kepada mereka, hendaklah menyambung tali silaturahmi dengan kerabatku meskipun dia berpaling dariku (menjauhiku)….” (HR. Inbu Hibban no. 449 dari shahabat Abu Dzar radhiallahuanhu, lihat Shahih at-Targhib, [2/669])
3. Silaturahmi termasuk dari beberapa meteri utama dari dakwah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam sejak awal-awal Islam.
Tatkala Kaisar Romawi Heraklius menanyakan tentang ajaran Rasulullah kepada shahabat Abu Sufyan radhiallahuanhu, kata Heraklius, “Apa yang dia perintahkan kepada kalian?” maka Abu Sufyan radhiallahuanhu menjawab, “Hendaklah kalian beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya sengan sesuatu apapun, tinggalkanlah agama nenek moyang kalian, dan dia memerintahkan kami untuk menegakkan shalat, berkata jujur, menjauhkan diri dari perkara yang dilarang serta menyambung tali kekerabatan (silaturahmi).” (HR. al-Bukhari no.7, dari shahabat Abu Sufyan radhiallahuanhu)
4. Silaturahmi merupakan amalah yang akan memasukkan pelakunya ke dalam surga.
Rasulullah shalallanu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makan kepada orang-orang, sambunglah tali kekerabatan (silaturahmi), shalatlah di malam hari dalam keadaan manusia tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan sejahtera.” (HR. Ibnu Majah no. 3251, dari shahabat Abdullah bin Salam radhiallahuanhu, lihat Irwaul Ghalil. [3/239])
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi.” (HR. al-Bukhari no. 5984 dan Muslim no. 2556, keduanya dari shahabat Jubair bin Muth’im radhiallahuanhu)
5. Allah ta’ala tidak akan menghinakan hanba-Nya yang melakukan silaturahmi. Bahkan silaturahmi dapat memperkuat iman dan rasa takut kepada Allah ta’ala.
Sebagaimana ucapan Ummul Mukminin Khadijah radhiallahuanha yang menghibur Rasulullah tatkala beliau shalallahu’alaihi wasallam dicekam perasaan takut yang luar biasa pada awal turunnya wahyu,”…sekali-kali tidak, demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang menyambung tali kekerabatan, menanggung beban orang lain …” (HR. al-Bukhari no.3 dan Muslim no. 160, dari Ummul Mukminin Khadijah radhiallahuanha)
6. Silaturahmi termasuk dari amalan yang akan menyelamatkan pelakunya dari laknat Allah ta’ala dan siksa api neraka.
Allah ta’ala berfirman (artinya), “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutus hubungan silaturahmi yang Allah perintahkan supaya disambungkan serta mengadakan kerusakan di muka bumi, orang-orang itulah yang memperoleh laknat dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (jahannam).” (ar-Ra’d:25)
7. Silaturahmi merupakan sebab diterimanya amalan seorang hamba.
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya amalan-amalan anak Adam diangkat pada setiap hari kamis malam juam’at. Maka tidak akan diterima amalan orang yang memutus silaturahmi.” (HR. Ahmad no. 10272 dari shahabat Abu Hurairah, lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, [2/674])
8. Silaturahmi merupakan sifat orang-orang yang beriman kepada Allah ta’ala dan hari kiamat.
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaklah memuliakan tamunya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaklah menyambung tali kekerabatan, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat maka hendaklah berkata yang baik atau diam.” (HR. al-Bukhari no. 6138, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu).
9. Pertolongan Allah akan selalu menyertai seorang hamba yang berusaha menyambung silaturahmi walaupun terhadap kerabatnya yang memutus silaturahmi.
Shahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu menceritakan (artinya), “Ada seseorang yang berkata kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memililki kerabat. Aku berusaha menyambungnya namun mereka memutus hubungan denganku, aku berbuat baik kepada mereka namun mereka berbuat jelek kepadaku, aku bermurah hati kepada mereka namun mereka membodoh-bodohi diriku.’
Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau memang benar keadaanmu demikian maka seakan-akan engkau memberi makan abu panas kepada mereka dan Allah senantiasa akan memberikan pertolongan kepadamu dari gangguan mereka selama engkau tetap dalam keadaan demikian’,” (HR. Muslim no. 2558, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu)
10. Silaturahmi termasuk amalan yang paling dicintai oleh Allah ta’ala setelah keimanan kepada-Nya.
Ada seorang laki-laki dari daerah Khuts’am bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam (artinya), “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?”, maka beliau menjawab, “Beriman kepada Allah.” Kemudian laki-laki itu kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, kemudian apalagi?” Rasulullah menjawab,”Kemudian silaturahmi …” (HR. Abu Ya’la no. 6839 dari shahabat laki-laki dari Khuts’am, lihat Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, [2/667})
11. Sedekah yang paling utama adalah sedekah yang diberikan kepada karib kerabat.
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Seusungguhnya sedekah yang diberikan kepada orang miskin akan mendapatkan pahala sedekah, dan sedekah yang diberikan kepada karib kerabat akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala sedekah dan silaturahmi.” (HR. an-Nasa’i no. 2581, dari shahabat Salman bin Amir radhiallahuanhu, lihat Shahih Sunan an-Nasa’i, [2/223])
Wallahu a’lam bish shawwab
Penulis: Ustadz Muhammad Rifki hafizhahullah