Fatawa

Sikap Seorang Muslim Terhadap Pemerintahnya

Topik terkait sikap rakyat kepada penguasa adalah topik yang sangat urgen/penting sekali. Terjadinya peperangan, pembunuhan dan hilangnya rasa aman di berbagai negeri kaum muslimin, salah satu penyebabnya adalah sikap rakyat yang keliru terhadap penguasanya.

 

Sebaliknya, hubungan yang harmonis antara rakyat dengan penguasanya akan mengantarkan kepada kebaikan dan kemakmuran sebuah bangsa dan negara.

 

Al-Quran dan Sunnah telah membimbingkan bagaimana sikap yang benar terhadap penguasa. Di antaranya sebagai berikut ;

 

1. Taat Kepada Penguasa dalam Perkara yang Ma’ruf.

Seorang muslim wajib tunduk dan patuh terhadap himbauan dan perintah penguasa, selama tidak memerintahkan kepada kemaksiatan.

 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

 أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ, وَالسَّمْعِ وَالطَّاعةِ, وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada penguasa) meskipun kalian diperintah oleh seorang budak Habasyi.” (HR. At-Tirmidzi).

 

2. Menyampaikan Nasihat secara Tertutup dan Tidak Mengumbar Aib-aibnya.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ لَهُ

“Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara, maka jangan dilakukan dengan terang-terangan, tapi ambillah tangannya dan berbicaralah empat mata. Jika diterima, maka itulah yang diharapkan, jika tidak maka dia telah melaksanakan kewajibannya.” (HR. Al-Bukhari di dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir).

 

3. Mendoakan Kebaikan bagi Penguasa

Semestinya seorang muslim senantiasa mendoakan pemimpinnya sebagaimana para salaf terdahulu senantiasa mendoakan kebaikan bagi para penguasanya.

Contoh teladan dan akhlak terpuji ada pada diri seorang ulama tersohor di masanya, Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah. Saat beliau melontarkan kata-kata yang begitu memikat dan menyejukkan hati,

لو كانت لي دعوةٌ مستجابة ما جعلتها إِلا في السلطان

”Kalau sekiranya aku memiliki do’a yang pasti dikabulkan, maka tidaklah aku panjatkan doa tersebut kecuali untuk penguasa.“

 

Ketika Fudhail bin ‘Iyadh ditanya tentang maksud ucapannya itu, beliau berkata,

إذا جعلتُها في نفسي لم تَعْدُني.وإِذا جعلتها في السلطان صَلَح فصَلَح بصلاحه العبادُ والبلاد

”Jika saya panjatkan do’a itu untuk diriku, maka (manfaatnya hanya untuk dirinya) tidak lebih, sedangkan jika saya panjatkan untuk penguasa, mereka akan menjadi baik, sehingga rakyat dan negeripun menjadi baik pula.”

 

Sikap yang benar seorang muslim terhadap penguasanya sebenarnya telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara global dalam sebuah hadits yang singkat namun mengandung makna yang luas dan mendalam.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

الدِّين النَّصيحة، قلنا: لمن يا رسول الله؟ قال: لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمة المسلمين وعامَّتهم.

“Agama adalah nasihat.”

Kami (para sahabat bertanya): Untuk siapa wahai Rasulullah?

Rasulullah menjawab: “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, penguasa kaum muslimin, dan seluruh kaum muslimin.” (HR. Muslim).

 

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits di atas,

وأما النصيحة لأئمة المسلمين فمعاونتهم على الحق ، وطاعتهم فيه ، وأمرهم به ، وتنبيههم وتذكيرهم برفق ولطف ، وإعلامهم بما غفلوا عنه ولم يبلغهم من حقوق المسلمين ، وترك الخروج عليهم ، وتألف قلوب الناس لطاعتهم

“Adapun nasihat untuk para penguasa kaum muslimin adalah membantu mereka dalam kebenaran, mentaati mereka dalam hal tersebut, memerintahkan (mengajak) mereka untuk melakukannya, serta menasihati dan mengingatkan mereka dengan cara yang lembut dan penuh kasih.

 

Juga memberi tahu mereka tentang hal-hal yang mereka lalai darinya atau yang belum sampai ilmunya kepada mereka terkait hak-hak kaum muslimin. Tidak memberontak kepada mereka, serta mendekatkan hati masyarakat untuk mentaati mereka.” (Syarah Shahih Muslim Lin Nawawi).

 

Wallahu a’lam bish shawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button