Fatawa

Permasalahan-Permasalahan Kontemporer Terkait Puasa Ramadhan

Di era modern ini, banyak permasalahan-permasalahan baru yang muncul.

Permasalahan tersebut tidak disebutkan dalam kitab-kitab para Ulama terdahulu, sehingga membutuhkan fatwa Ulama yang hidup di zaman kita untuk memberikan panduan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.

Berikut ini beberapa permasalahan fikih kontemporer beserta jawabannya.

Kapan Waktu Berbuka di Pesawat?

Pertanyaan : Kapan waktu berbuka puasa di bulan Ramadan saat berada di pesawat?

Jawaban : Jika seseorang berada di pesawat pada siang hari di bulan Ramadan dan ingin melanjutkan puasanya hingga malam, maka dia tidak boleh berbuka puasa kecuali setelah terbenamnya matahari.

Tenggelamnya matahari yang dimaksud disini ditinjau dari orang yang sedang melakukan perjalanan (bukan tempat awal dia menunaikan puasa).

Sumber: Fatwa al-Lajnah ad-Daimah 10/137.

Hukum Menggunakan Nebulizer/Inhaler Asma Saat Berpuasa

Pertanyaan : Ditanyakan kepada Syaikh yang mulia (Muhammad bin Shalih al-Utsaimin) Rahimahullah: Di beberapa apotek terdapat Nebulizer atau Inhaler yang digunakan oleh sebagian penderita asma.

Apakah diperbolehkan bagi orang yang berpuasa menggunakannya pada siang hari di bulan Ramadan?

Jawaban : Penggunaan Nebulizer ini diperbolehkan bagi orang yang berpuasa, baik puasa di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, karena Nebulizer ini tidak masuk ke dalam lambung, melainkan hanya sampai ke saluran pernapasan. Saluran tersebut terbuka karena kandungannya, dan setelah itu orang tersebut dapat bernapas dengan normal. Itu bukan seperti makanan atau minuman, karena tidak ada yang masuk ke dalam lambung.

Dan diketahui bahwa hukum asal puasa adalah sah, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan batalnya puasa dari Al-Qur’an, hadits, ijma’ (kesepakatan ulama), atau qiyas yang sah.

Sumber: Majmu’ Fatawa wa Rasail libni Utsaimin 19/210.

Hukum Menggunakan Pil Penunda Haid Agar Bisa Berpuasa

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berkata,

“Dalam kesempatan ini, saya sangat memperingatkan wanita agar tidak menggunakan pil penunda haidh.

Karena pil-pil ini —sebagaimana yang telah saya ketahui dari para dokter yang saya tanyakan, baik dokter di wilayah timur dan barat yang semuanya adalah warga Saudi, -alhamdulillah-, maupun dokter-dokter yang diutus ke kerajaan ini di wilayah tengah — mereka semua sepakat bahwa pil-pil ini berbahaya.

Salah satu bahaya terbesar dari pil ini adalah menyebabkan luka pada rahim, dan menyebabkan perubahan serta gangguan pada darah, yang sudah sering terlihat. Banyak sekali masalah yang dihadapi wanita akibat penggunaannya. Selain itu, pil ini juga dapat menyebabkan cacat pada janin di masa depan. Jika wanita tersebut belum menikah, maka pil ini bisa menjadi penyebab kemandulan, yaitu ketidakmampuan untuk hamil. Ini adalah bahaya yang sangat besar.

Selain itu, manusia dengan akalnya — meskipun dia bukan seorang dokter dan tidak memahami ilmu kedokteran — dapat mengetahui bahwa menghalangi sesuatu yang alami, yang telah Allah tentukan waktunya adalah suatu yang berbahaya. Hal ini seperti jika seseorang mencoba untuk menahan buang air kecil atau besar, tentu itu adalah suatu yang bahaya. Begitu pula darah alami yang telah Allah tetapkan bagi anak-anak perempuan Adam, tidak diragukan lagi bahwa mencoba untuk mencegahnya keluar pada waktunya adalah bahaya bagi wanita.

Saya sangat memperingatkan wanita kita untuk tidak menggunakan pil-pil ini, dan saya juga mengajak para pria untuk memperhatikan hal ini dan melarang mereka (para wanita) menggunakannya. Semoga Allah memberi petunjuk.

Sumber: Majmu’ Fatawa wa Rasail libni Utsaimin 11/282.

Demikian sedikit pemaparan dari kami, semoga Allah selalu membimbing langkah-langkah kita agar senantiasa beribadah sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Aamiin. (UMP).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Baca Juga
Close
Back to top button