Fatawa

Mulai Kapan Kita Takbiran Pada Idul Fitri?

 

Kaum muslimin yang semoga dirahmati oleh Allah Tabaraka wa ta’ala, di antara fenomena yang sering kita dapati di masyarakat muslimin adalah takbiran di malam Idul Fitri.

Nah, apakah takbiran di malam Idul Fitri sampai pagi harinya merupakan amal ibadah ataukah hanya tradisi?

Tentunya para pembaca ingin mengetahui jawabannya bukan?

Simak penjelasan ringkasnya berikut ini.

 

Perlu kita ketahui bersama bahwa takbiran Idul Fitri merupakan amalan yang ditekankan bagi seorang muslim. Amalan ini telah disampaikan oleh Allah Azza wa jalla dalam firman-Nya (dalam potongan ayat):

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

 

Artinya: “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185).

 

Di dalam kitab tafsirnya, Al-Imam Al-Baghawi (wafat 516 H) menukilkan ucapan dari shahabat mulia Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma : “(Yang dimaksud وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ/agar kalian mengagungkan Allah) itu adalah takbiran di malam Idul Fitri.”¹

 

Demikian pula Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari rahimahullah (wafat 310 H) membawakan tafsir dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam tafsirnya: “Sudah seharusnya bagi kaum muslimin, apabila mereka melihat hilal Syawal, untuk mengagungkan Allah (takbiran) hingga mereka selesai dari shalat Id mereka; karena Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan ibadah puasamu dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”²

 

Bagaimanakah praktek yang diterapkan oleh para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama? Kapan waktu pelaksanaannya?

Ibadah takbiran dilaksanakan saat matahari di akhir dari bulan Ramadhan terbenam. Takbiran terus diamalkan sampai shalat Id keesokan harinya.

Diriwayatkan dari shahabat mulia Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa beliau pergi pagi-pagi ke tempat shalat Id pada hari Idul Fitri ketika matahari terbit, lalu beliau takbiran hingga sampai tempat shalat hari raya, kemudian beliau takbiran di tempat shalat hingga ketika imam duduk, beliau pun meninggalkan takbiran.³

Serta disebutkan bahwa beliau -yaitu Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma- mengangkat suara ketika takbiran.⁴

 

Demikian amaliyah para ulama dari generasi tabi’in sebagaimana diriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyib, Urwah bin Zubair, Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf, dan Abu Bakar bin Abdurrahman, bahwa mereka biasa takbiran pada malam Idul Fitri di masjid, dan mereka mengeraskan suara takbiran mereka.⁵

Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair dan Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa mereka berdua mengeraskan suara takbiran ketika mereka berangkat menuju tempat shalat (mushalla).⁶

Diriwayatkan dari Nafi’ bin Jubair, bahwa dia mengeraskan suara takbiran ketika dia berangkat menuju tempat shalat (mushalla) pada hari raya.⁷

 

Oleh karena beberapa riwayat di atas yang menjelaskan praktek takbiran yang diterapkan oleh para shahabat dan para tabi’in di atas, al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah berkata:

Abu al-Khattab berkata: “Takbiran dimulai dari terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri hingga imam keluar untuk shalat, menurut salah satu riwayat, dan ini adalah pendapat Imam Syafi’i. Dalam riwayat lain, (takbiran) hingga imam selesai dari shalat.”⁸

 

Dengan beberapa penjelasan di atas, semakin jelaslah bahwa ibadah takbiran yang sering kita saksikan sebagai pembuka momen Idul Fitri secara syar’i diamalkan setelah matahari terbenam di hari akhir bulan Ramadhan sampai datangannya imam ke mushalla untuk shalat Id. Kita pun semakin mantap beramal karena selama ini yang kita saksikan ternyata bukan sebatas tradisi, melainkan sebuah ibadah yang telah diamalkan di masa generasi salafus shalih.

 

Jika ini menjadi informasi baru bagi anda, mari membagikannya kepada keluarga, sanak famili handai taulan, dan relasi lainnya agar manfaatnya merata dan ibadah kita bisa lebih bermakna.

Semoga amalan takbiran pada waktu tersebut dan berbagai amal ibadah kita di bulan Ramadan diterima oleh Allah, serta menjadikan kita semakin bertambah ketaatannya pada bulan-bulan berikutnya. Amiin. (UMBRJ).

 

——————–

 

Catatan kaki :

 

¹ Tafsir Ma’alimut Tanzil jilid 2 hal. 201, cet. Daar Thayyibah.

² Jami’ul Bayan ‘an Takwil Ayil Quran jilid 2 hal. 132, cet. Darul Hadits Kairo.

³ HR. Asy-Syafi’i di dalam Al-Umm no. 499 jilid 2 hal. 487, cet. Darul Wafa’.

⁴ HR. Asy-Syafi’i di dalam Al-Umm no. 498 jilid 2 hal. 487, cet. Darul Wafa’.

⁵ HR. Asy-Syafi’i di dalam Al-Umm no. 495 jilid 2 hal. 487, cet. Darul Wafa’.

⁶ HR. Asy-Syafi’i di dalam Al-Umm no. 496 jilid 2 hal. 487, cet. Darul Wafa’.

⁷ HR. Asy-Syafi’i di dalam Al-Umm no. 497 jilid 2 hal. 487, cet. Darul Wafa’.

⁸ Al-Mughni 3/154.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Baca Juga
Close
Back to top button