Akhlaq

Malu antara yang Terpuji dan Tercela

 

Termasuk perkara yang tidak samar bagi seorang muslim, yakni memperhatikan pentingnya adab dan akhlak yang mulia.

Sungguh, Allah ‘Azza wa jalla telah menjadikan setiap agama memiliki akhlak dan akhlaknya Islam adalah rasa malu.

Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لكل دين خلق وخلق الإسلام الحياء (أخرجه الإمام مالك في الموطأ وابن ماجه في السنن وصححه الألباني)

“Setiap agama memiliki akhlak, sedangkan akhlaknya Islam adalah sifat malu.” (HR. Imam Malik dalam Muwatha’ dan Ibnu Majah dalam Sunan dan dishahihkan Imam Al-Albani).

Imam Ibnu Hiban rahimahullah berkata :

“Wajib bagi seorang yang berakal untuk menetapi sifat malu, karena sifat malu merupakan pangkal akal sehat dan menumbuhkan kebaikan. Sedangkan meninggalkannya merupakan pangkal kebodohan dan menumbuhkan kejelekan. Sifat malu menunjukkan kepada akal jernih, sebagaimana hilangnya rasa malu menunjukkan kepada kebodohan.” (Raudhatul ‘Uqala hlm. 56).

Para pembaca yang semoga Allah rahmati …

Akan kami sebutkan – biidznillah– beberapa hakikat sifat malu dalam Islam, yang kebanyakan orang telah lupa atau bahkan melupakannya.

Sehingga orang yg lalai akan teringatkan dan orang tidak tahu akan mengetahuinya.

1. Bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala disifati dengan sifat malu.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إن ربكم حيي كريم يستحيي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفرًا [أخرجه أبو داود والترمذي وابن ماجه وصححه الحاكم من حديث سلمان الفارسي]

“Sesungguhnya Rabb kalian Maha Malu lagi Maha Mulia, Allah malu dari hamba-Nya tatkala si hamba mengangkat kedua tangannya berdoa kepada Allah, namun Dia mengembalikan kedua tangan si hamba dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Hakim dari hadits shahabat Salman Al-Farisi).

2. Bahwasanya pemimpin para Rasul, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam disifati dengan akhlak yg mulia ini.

Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau berkata :

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أشدَّ حياءً من العَذْراء في خِدْرها، فإذا رأى شيئًا يكرهه عرَفناه في وجهه

“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pemalu dibandingkan wanita perawan di tempat pingitannya. Apabila beliau melihat sesuatu yang tidak disukainya, kami mengetahuinya dari raut wajahnya.” (Muttafaqun ‘alihi).

3. Bahwasanya sifat malu merupakan akhlaknya para Nabi.

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إنَّ مِمَّا أدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلامِ النُّبُوَّةِ الأولَى: إذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنعْ مَا شِئْتَ

“Sesungguhnya ajaran yang didapati manusia dari kalimat nubuwah terdahulu adalah apabila engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Al-Bukhari no. 6120).

Para pembaca yang semoga Allah rahmati …

Kita tutup tulisan ini dengan ucapan Imam Ibnu Rajab rahimahullah yang menjelaskan sifat malu yang terpuji dan yang tercela, beliau berkata :

“Sesungguhnya sifat malu yang terpuji pada ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah yang diinginkan dengannya yaitu akhlak yang menghasung kepada perbuatan baik dan meninggalkan kejelekan. Adapun sifat lemah dan ketidakmampuan yang mengantarkan kepada pengurangan hak-hak Allah atau hak-hak hamba-hamba-Nya, maka ini bukanlah sifat malu. Hanyalah ini dinamakan kelemahan, ketidakmampuan, dan kehinaan.” (UAIA).

Sumber : Khutbah Jum’at Syaikh Abdullah Al-Bukhari hafizhahullah tentang Ahamiyyatul Haya fi Hayatil Muslim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Back to top button