Adab

Kebenaran Ungkapan “Apalah Arti Sebuah Nama”

Apalah arti sebuah nama, demikian sebuah ungkapan yang sering kita dengar dari sebagian orang, namun benarkah demikian hakekatnya ?

Kaum muslimin rahimakumullah, Al lmam lbnul Qayyim rahimahullah membawakan sebuah kisah shahabat Umar Ibnul Khattab Radhiyallahu ‘Anhu dalam Zaadul Ma’ad terkait pengaruh nama bagi seseorang :

كَما سَألَ عُمَرُ بْنُ الخَطّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رَجُلًا عَنِ اسْمِهِ، فَقالَ: جمرة، فَقالَ: واسْمُ أبِيكَ؟ قالَ: شهاب، قالَ: مِمَّنْ؟ قالَ: مِنَ الحُرَقَةِ، قالَ: فَمَنزِلُكَ؟ قالَ: بِحَرَّةِ النّارِ، قالَ: فَأيْنَ مَسْكَنُكَ؟ قالَ: بِذاتِ لَظى، قالَ: اذْهَبْ فَقَدِ احْتَرَقَ مَسْكَنُكَ، فَذَهَبَ فَوَجَدَ الأمْرَ كَذَلِكَ.

Sebagaimana Umar ibnul Khattab Radhiyallahu ‘Anhu pernah bertanya kepada seseorang tentang namanya maka orang tersebut menjawab: “Jamrah (artinya bara api).”

Umar kembali bertanya: “Siapa nama ayahmu?”

“Aku putra Syihāb (artinya panah api),” jawabnya.

“Dari mana asal kamu?” tanya Umar kembali.

“Dari al-Huraqah (artinya: kebakaran),” jawabnya.

Umar kembali bertanya: “Di mana tempat tinggalmu?”

Laki-laki itu menjawab: “Di Harratun Nar (artinya: panasnya api).”

Umar kembali bertanya: “Persisnya di sebelah mana rumahmu?”

Laki-laki itu kembali menjawab: “Di Dzati Lazha (artinya: api yang menyala-nyala).”

Umar lalu berkata : “Pulanglah ke rumahmu, karena sesungguhnya rumahmu sedang ditimpa kebakaran.”

Begitu pulang laki-laki tersebut mendapati apa yang disampaikan oleh Umar Ibnul Khattab menjadi kenyataan.

Demikian sekelumit gambaran bagaimana pengaruh sebuah nama terhadap pemiliknya, tidak mengherankan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu mengubah sebagian nama shahabatnya dengan nama-nama yang baik.

ADAB DALAM MEMBERI NAMA

Diantara adab dalam memberi nama:

1. Dilarang untuk memberi nama dalam bentuk penghambaan kepada selain Allah seperti Abdun Nabi. Mengingat hanya ALLAH lah semata yang berhak untuk diibadahi.

2. Dilarang untuk memberi nama dengan nama orang-orang kafir dan pelaku kefasikan serta nama-nama yang bermakna buruk.

3. Dilarang memberi nama yang dinisbatkan kepada agama mengingat hal ini mencakup unsur pujian terhadap diri, semisal Muhyidin dan Taqiyudin, bahkan dahulu Al lmam An Nawawi walaupun mendapat julukan Muhyidin namun beliau membenci gelar tersebut.

4. Dilarang menisbatkan namanya kepada selain bapaknya kecuali pada satu kondisi yaitu ketika dia lahir dari hasil perzinaan. Maka dalam kondisi ini namanya dinisbatkan kepada ibunya.

Demikian beberapa adab yang perlu diperhatikan dalam memberi nama bayi yang baru dilahirkan.

والله أعلم بالصواب

Referensi:

– Zaadul Ma’ad
– Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button