Pesta Kembang Api dan Berbagai Hukumnya

Pesta kembang api tahun baru adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh sebagian orang. Demi menyaksikan momen tahunan ini, sampai-sampai mereka rela untuk begadang hingga larut malam.
Bagi seorang muslim yang ingin komitmen menjalankan tuntunan agamanya, mestinya berpikir dan menimbang segala hal yang terjadi dengan timbangan agama. Tidak mudah larut dalam hura-hura dan seremonial yang dilakukan kebanyakan orang.
Pesta Kembang Api Tahun Baru Dalam Timbangan Syariat
Islam adalah agama yang hikmah, artinya menempatkan segala sesuatu pada tempat yang semestinya.
Segala hal yang mengandung maslahat yang lebih kuat, maka dianjurkan dalam Islam.
Sebaliknya, perkara yang mudharatnya lebih kuat, maka dilarang dalam Islam.
Hal ini termaktub dalam ilmu ushul fikih. Bahwa agama Islam dibangun atas dasar meraih kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
Menyoroti pesta kembang api tahun baru yang banyak dilakukan oleh masyarakat, tentu tidak lepas dari mafsadat (dampak negatif) yang ditimbulkan.
Banyak pihak telah mengeluhkan adanya berbagai efek negatif tersebut. Hal itu juga dibenarkan oleh pemerintah.
Sebagian pemerintah daerah telah mengeluarkan larangan keras penggunaan petasan atau kembang api untuk perayaan tahun baru.
Alasannya adalah untuk menjaga keamanan. Sebab, sudah banyak kejadian petasan tahun baru yang menyulut kebakaran.
Sementara dari kalangan ulama, asy-Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin rahimahullah menyatakan dalam fatwanya, bahwa berjual-beli petasan dan semisalnya hukumnya haram. Beliau memberikan dua alasan :
Pertama, membeli petasan termasuk bentuk mubazir (menyia-nyiakan harta).
Kedua, memainkan petasan akan mengganggu orang lain dengan suara bisingnya. Selain itu, petasan rawan mengakibatkan kebakaran jika mengenai benda-benda yang mudah terbakar. (Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 3/3).
Fatwa serupa juga dikemukakan oleh asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, salah satu ulama besar di Arab Saudi.
Beliau menyatakan, jika kembang api itu menimbulkan efek negatif, bahaya, atau membuat orang-orang kaget (takut), maka tidak boleh diperjualbelikan. (http://www.alfawzan.af.org.sa/sites/default/files/24_4.mp3).
Orang yang Berbuat Mubazir Adalah Saudara Setan
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan perbuatan mubazir di dalam al-Qur’an.
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
“Janganlah kamu berbuat tabdzir. Sungguh, orang-orang yang berbuat tabdzir adalah saudara setan. Dan setan itu sangatlah ingkar terhadap Rabbnya.” (QS. Al-Isra’ : 27)
Imam Qatadah rahimahullah menerangkan,
Bahwa termasuk perbuatan mubazir adalah mengeluarkan biaya untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah, untuk perkara yang bukan haknya, dan untuk perkara yang dapat menimbulkan kerusakan. (Tafsir Ibnu Katsir 5/69).
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa mubazir tidak hanya berkaitan dengan nominal saja. Meskipun biaya yang dikeluarkan sedikit, akan tetapi jika digunakan untuk perkara yang menimbulkan efek negatif maka juga termasuk tabdzir. Terlebih lagi jika nominal yang dikeluarkan besar jumlahnya.
Menurut berbagai sumber berita, pesta kembang api tahun baru di beberapa tempat memakan dana jutaan rupiah.
Jikalau nominal tersebut dialokasikan untuk santunan fakir miskin tentu akan lebih bermanfaat dan jauh dari mubazir.
Mengagetkan Seorang Muslim Hukumnya Haram
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud; Abdurrahman bin Abi Laila pernah bercerita :
Bahwa suatu ketika para Sahabat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah perjalanan safar.
Salah seorang dari mereka ada yang sedang tidur, kemudian sahabat yang lain mendatanginya dan mengambil seutas tali yang ada padanya.
Ternyata perbuatan itu membuatnya terkaget. Melihat hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda :
لا يحلُّ لمسلمٍ أنْ يُرَوِّعَ مسْلِماً
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk membuat kaget (takut) muslim yang lainnya.”
Imam al-Munawi rahimahullah menyatakan, bahwa membuat seorang muslim takut atau kaget adalah perbuatan yang tidak halal, meskipun sambil bercanda. (‘Aunul Ma’bud Lil Imam Azhim Abadi 13/236).
Kembang api tahun baru yang sengaja dinyalakan tengah malam tentu menimbulkan kebisingan yang sangat. Tak jarang ada orang sakit yang butuh istirahat cukup merasa terganggu. Bayi-bayi pun terbangun dan menangis akibat suara bising tersebut.
Dari poin pembahasan di atas, minimalnya layak menjadi sorotan dan pertimbangan seorang muslim dalam menyikapi momen ini. Di samping masih banyak poin-poin lainnya yang menyelisihi tuntunan agama Islam.
Oleh karena itu, kami mengajak dan menghimbau kaum muslimin seluruhnya untuk tidak turut berpartisipasi dalam momen pesta kembang api tahun baru ini.
Bahkan, seharusnya umat Islam menolak kegiatan semacam ini, karena bertentangan dengan tuntunan agama.
Wallahu a’lamu bish shawab.