Raqaiq

Meraih Kesuksesan Hakiki Dengan Takwa

Bagi seorang muslim, kesuksesan tidak selalu digambarkan dengan hidup enak dan serba ada. Harta yang berlebih, hidup glamor, punya kekuasaan dan terpandang di mata masyarakat, semua itu bukanlah ukuran kesuksesan yang hakiki.

Akan tetapi kesuksesan hakiki itu diwujudkan dengan merealisasikan takwa.

Apa itu takwa?

Salah seorang ulama tabi’in, Tholq bin Habib rahimahullah mempunyai pemahaman yang sangat bagus tentang makna takwa.

Beliau menafsirkan makna takwa adalah :

“Kamu beramal ketaatan untuk Allah, sesuai dengan petunjuk Allah, hanya mengharap pahala dari Allah. Kamu juga meninggalkan maksiat karena Allah, sesuai dengan petunjuk Allah, takut dari azab-Nya.”

Esensi takwa tidak hanya dengan mengerjakan ibadah mahdhoh semata, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Akan tetapi takwa bermakna menjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala yang Allah larang.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, Amirul Mukminin di masanya menerangkan bahwa takwa itu bukan sekadar mengerjakan shalat malam, puasa siang hari, atau mengkombinasikan ibadah-ibadah lainnya.

Akan tetapi takwa itu menjalankan segala kewajiban yang Allah perintahkan dan meninggalkan segala keharaman-Nya. Kemudian jika ia diberi rezeki, ia bersemangat untuk mengerjakan kebaikan ibadah lainnya, maka itu kebaikan di atas kebaikan.

Maka makna takwa mengerucut pada mengerjakan ketaatan kepada Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya.

Perintah yang Dibenci, Larangan yang Disukai

Tidak semua hal yang disukai manusia akan berakibat baik. Sebaliknya, tidak semua yang dibenci itu berefek keburukan.

Allah Ta’ala berfirman ;

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216).

Sering kali kita merasa bahwa mengerjakan perintah Allah itu berat dan tidak disukai. Sebaliknya, menerjang larangan Allah itu mudah dilakukan.

Jika kita mau menghayati ayat di atas, hal itu adalah perkara lumrah. Memang perintah Allah seringnya menyelisihi keinginan syahwat manusia, sehingga memang tidak disukai jiwa. Kalau hal-hal yang dilarang oleh Allah, seringnya cocok dengan hawa nafsu.

Pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas menurut Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, bahwa perkara yang paling bermanfaat bagi seseorang adalah berusaha menjalankan perintah Allah meskipun berat di awal. Sebab, segala perintah Allah pasti berbuah kebaikan dan kesuksesan.

Sebaliknya, perkara yang paling merugikan seorang adalah menerjang larangan Allah. Apalagi perkara tersebut memang diinginkan jiwanya. Sebab, segala larangan Allah pasti berujung pada kejelekan dan petaka.

Imam Ibnul Qoyyim juga menggambarkan, bahwa semestinya persepsi orang terhadap perintah Allah adalah layaknya obat yang pahit rasanya, akan tetapi membawa kepada kesehatan dan kesembuhan. Ketika ia merasa enggan mengkonsumsi obat karena pahitnya, tetapi kemanfaatan obat itu akan mendorongnya untuk tetap mengonsumsinya.

Kuncinya adalah yakin dan sabar. Yakin bahwa hanya Allah yang Maha mengetahui baik-buruknya akibat suatu perkara. Juga sabar dalam menjalani perintah dan meninggalkan larangan tersebut.

Dengan keduanya maka berbagai macam problem akan terasa mudah dan kesuksesan hakiki akan diraih, biidznillah.

Takwa Sebab Segala Kebaikan

Barang siapa mentadaburi kata takwa dalam al-Quran, maka ia akan mengetahui bahwa takwa itulah kunci segala kebaikan di dunia dan akhirat. Berikut ini beberapa ayat al-Quran yang secara langsung menunjukkan buah hasil takwa:

Pertama, takwa adalah solusi dari segala macam problem kehidupan dan sebab dibukanya pintu rezeki.

Allah Ta’ala berfirman ;

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya .” (QS. Ath-Thalaq : 2-3).

Kedua, takwa adalah sebab untuk mendapatkan kemudahan urusan.

Allah Ta’ala berfirman ;

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya .” (QS. Ath-Thalaq : 4).

Ketiga, takwa adalah pelebur/penghapus dosa dan kesalahan, serta penambah pahala.

Allah Ta’ala berfirman ;

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya .” (QS. Ath-Thalaq: 5).

Keempat, takwa adalah sebab pembuka ilmu yang bermanfaat.

Allah Ta’ala berfirman ;

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا

“Wahai orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqaan kepadamu .” (QS. Al-Anfal : 29).

Furqaan yang dimaksud adalah petunjuk yang dapat membantu seseorang untuk memilah/membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

Dengan keterangan ringkas di atas, kita mengetahui bahwa kesuksesan yang hakiki hanya akan diraih dengan takwa.

Semoga Allah menggolongkan kita semua termasuk orang-orang yang bertakwa. Aamiin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button