Jangan Putus Harapan dari Meraih Ampunan
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53)
Tidaklah ada seorang manusia kecuali pasti pernah terjatuh dalam dosa dan kesalahan. Namun demikian, tidak sepatutnya bagi anak cucu Adam putus harapan dan enggan memohon ampun kepada Sang Khalik. Karena Dia pasti akan memberikan ampunan, walaupun dosa-dosa manusia itu sebanyak buih di lautan. Siang dan malam ampunan-Nya senantiasa terbentang, untuk hamba-Nya yang memohon ampun dengan ketulusan. Itulah kemurahan Ar-Rahman, kepada hamba-Nya yang beriman.
Ayat (dalam surat Az-Zumar: 53) yang menjadi topik pembahasan kita kali ini merupakan salah satu ayat yang menunjukkan betapa luasnya kasih sayang Allah. Sebesar apapun dosa manusia, jika dia mau jujur untuk mengakui kesalahannya, kemudian bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat, maka ampunan dan rahmat-Nya pasti akan diberikan kepada sang hamba.
Sebab Turunnya Ayat
Shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas pernah mengabarkan bahwa ada sekelompok orang dari kalangan musyrikin yang telah melakukan banyak pembunuhan dan perzinaan. Kemudian mereka mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya apa yang engkau katakan dan engkau dakwahkan sangat baik, kiranya engkau memberitahu kami apa yang bisa menjadikaffarah (penghapus dosa) atas perbuatan-perbuatan kami tersebut?”
Seketika itulah, Allah menurunkan ayat-Nya (yang artinya),
“Dan orang-orang yang tidak beribadah kepada sesembahan yang lain (selain Allah) bersamaan dengan beribadah kepada Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina. Barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosanya.” (Al-Furqan: 68)
Dan ayat-Nya (artinya),
“Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53) (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sebab turunnya ayat di atas menunjukkan bahwa dosa-dosa besar yang telah mereka lakukan (kesyirikan, pembunuhan, dan perzinaan) akan terhapus dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan tersebut, bertaubat, beriman setelah sebelumnya berada di atas kekufuran dan kesyirikan, kemudian mengiringinya dengan amal shalih. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam ayat setelahnya (artinya):
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Furqan: 70)
Dengan demikian, terjawablah pertanyaan mereka tersebut. Jadi, sebesar apapun dosa yang dilakukan, jangan berputus asa untuk meraih ampunan-Nya. Tentang ayat 53 dalam surat Az-Zumar ini, al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Ayat ini merupakan seruan kepada semua pelaku maksiat, baik dari kalangan orang-orang kafir maupun selain mereka, untuk bertaubat dan kembali kepada Allah. Ayat ini juga mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni semua dosa bagi orang yang bertaubat dan meninggalkan dosa tersebut.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Penjelasan Ayat
قُلْ
“Katakanlah.”
Ini perintah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya yang mengemban dakwah dan menyeru umat manusia kepada kebenaran. Mereka diperintah oleh Allah untuk mengatakan dan menyampaikan kepada para hamba sebuah kalam-Nya yang suci:
يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ
“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri.”
Yaitu hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang telah berbuat dosa dan maksiat. Dikatakan sebagai orang yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri karena orang yang melakukan kemaksiatan pada hakekatnya telah menjerumuskan diri mereka sendiri kepada jurang kebinasaan. Mereka telah berbuat zalim dan aniaya terhadap dirinya sendiri.
Firman-Nya,
لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ
“Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah.”
Sehingga kalian tidak mengharap rahmat dan ampunan-Nya. Jangan sampai kalian mengatakan, “Kesalahan-kesalahan kami sudah terlampau banyak, dosa-dosa kami sudah sangat besar sehingga tidak mungkin Allah akan mengampuni kami.” Atau ucapan semisal itu yang menunjukkan keputusasaan dan rasa pesimis dari mendapatkan kasih sayang-Nya. Sungguh sikap seperti ini justru akan semakin menumpuk dosa dan melahirkan berbagai kejelekan, di antaranya:
Pertama, sikap seperti ini akan menyebabkan seseorang terus-menerus berada dalam jurang kemaksiatan. Ia tidak mau mengentaskan diri dan keluar dari jurang yang membinasakan tersebut karena di hatinya sudah tertanam bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya.
Kedua, sikap seperti ini menunjukkan su’uzhan (buruk sangka) dia terhadap Penciptanya, Dzat Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ketahuilah bahwa di antara bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah pemberian ampunan kepada siapa saja yang memohonnya.
Ketiga, sikap berputus asa dari rahmat Allah subhanahu wa ta’ala itu merupakan sikap tercela, sebagaimana firman Allah ketika mengisahkan perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam (artinya):
“Dia (Nabi Ibrahim) berkata: Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb-nya kecuali orang-orang yang sesat.” (Al-Hijr: 56)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang perbuatan apa saja yang digolongkan dosa besar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari adzab Allah.” (HR. ath-Thabarani, al-Bazzar, dan selainnya)
Firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا
“Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.”
Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha hamba-Nya yang ingin bertaubat. Sebesar dan sebanyak apapun dosa itu, Allah akan mengampuninya dengan taubat.
Satu masalah penting yang harus dipahami dengan benar. Sepintas, ayat ini bertentangan dengan ayat yang lain (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang di bawah itu bagi barangsiapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa’: 48). Pada ayat ini, dengan tegas Allah menyatakan tidak akan mengampuni dosa syirik.
Tidak ada pertentangan sedikit pun di dalam Al-Qur`an antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Ayat dalam surat An-Nisa’: 48 menerangkan bahwa dosa syirik -yang merupakan dosa paling besar- tidak akan diampuni oleh Allah jika pelakunya belum bertaubat darinya. Adapun perbuatan yang tingkatan dosanya di bawah syirik, maka ini di bawah kehendak Allah. Jika berkehendak, Allah akan mengampuninya, dan jika tidak, maka dengan keadilan-Nya, pelakunya berhak mendapatkan adzab dari Dzat Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Namun apabila pelaku kesyirikan itu sudah bertaubat, maka sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman (artinya), “Wahai anak Adam, kalau dosa-dosamu (sangat banyak) sampai mencapai awan di langit, kemudian kamu meminta ampun kepada-Ku, pasti Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli. Sesungguhnya jika kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, kemudian kamu datang menjumpai-Ku (ketika meninggal) dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, maka Aku akan memberikan ampunan sepenuh bumi.” (HR. at-Tirmidzi)
Dipahami dari hadits qudsi ini, bahwa Allah akan mengampuni dosa hamba-Nya kalau si hamba itu tidak berbuat syirik. Berarti dosa syirik itu tidak terampuni kalau pelakunya meninggal dalam keadaan belum bertaubat darinya dan masih membawa dosa tersebut.
Jangan Menganggap Remeh Dosa
Ketika seseorang telah yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala pasti mengampuni semua dosa, dan tidak boleh bagi seorang pun berputus asa dari rahmat-Nya, maka jangan sampai terseret oleh tipu daya setan yang lain, yaitu menganggap remeh perbuatan dosa sehingga menjadi bermudah-mudahan dalam melakukannya. “Kan Allah Maha Pengampun, gampang nanti tinggal taubat, beres…” Ini adalah bisikan-bisikan setan yang terus dihembuskan ke dalam hati-hati manusia.
Pembaca yang dirahmati oleh Allah. Sungguh sekecil apapun perbuatan hamba, baik ataupun buruk, akan tercatat di sisi Allah dan pelakunya akan melihat akibat dari perbuatannya itu. Jangankan dosa besar, dosa kecil pun kalau terus dilakukan oleh seorang hamba, maka akan terus bertumpuk pada dirinya dan akhirnya menjadi dosa besar yang akan membinasakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوْبِ، فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ
“Hati-hati kalian dari dosa-dosa yang dianggap remeh, karena dosa-dosa tersebut akan terkumpul pada diri seseorang sampai akhirnya bisa membinasakannya.” (HR. Ahmad, ath-Thabarani)
Demikianlah ajaran Islam yang penuh rahmat. Dosa apapun akan terampuni dengan taubat. Namun jangan sekali-kali menganggap enteng perbuatan maksiat. Bersegeralah mengingat Allah dan beramal kebajikan sebelum terlambat. Semoga Allah memberikan kepada kita kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kabulkanlah permohonan kami Yaa Kariim, Yaa Mujiibad da’awaat.
Wallaahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Abu Abdillah Kediri hafizhahullah
makasih atas share infonya semoga Allah mengampuni dosa kita semua
izin share ya
pak/bu, saya pernah baca hadits “semua umatku mendapat ampunan, kecuali mereka yang telah membuka aibnya sendiri, yaitu orang yang pada malam harinya berbuat maksiat kemudian paginya harinya menceritakannya kepada orang lain?”
bagaimana dengan orang yang sudah bergelimangan dosa puluhan tahun kemudian belum bertaubat. ketika teringat taubat, dia mencoba bertaubat. tapi kemudian dia menceritakan aibnya ke orang lain. kebetulan atasannya. sayangnya dia baru tau setelah menceritakan ke orang, dan takutnya dia terdengar pula oleh orang lain.
apakah masih dapat ampunan?
kemudian dia juga pernah baca tentang orang-orang yang berbuat maksiat dicabut segala kenikmatannya seperti, kecemerlangan akal.
karena sejak mengetahui itu dia merasakan tidak dapat berpikir dengan jernih, bingung, dan merasa malu dengan orang-orang di sekitarnya.
pikirannya pun sudah berpikir yang tidak-tidak…