Keluarga

Anakku, Kamu Harus Tahu!

— Penanaman pendidikan Islami sejak dini —

Usia dini merupakan masa emas belajar. Masa untuk menyerap apa yang dilihat dan didengar. Perkembangan mereka sangat pesat. Anak-anak menirukan segalanya. Kadang, seorang anak menirukan gaya tukang, membawa palu-paluan dan gergaji mainan. Kadang pula, ia membuka buku, berteriak-teriak dengan suara tidak jelas. Seolah ia membaca, padahal ia belum mengenal huruf dan angka. Di lain waktu, ia menjadi koki, sibuk memasak dengan kompor dan wajan. Matanya melihat, telinganya mendengar, lalu otaknya menyerap. Akhirnya, ia menirukan.

Anak ibarat kertas putih

Demikianlah kemampuan merekam seorang anak. Ia menirukan segalanya, segala yang dilihat, didengar dan diajarkan. Hanya saja, seorang anak belum memiliki filter atau saringan. Ia belum bisa membedakan mana yang baik dan yang tidak baik. Bahaya dianggap biasa.

Orang tua dan pendidik-lah yang berperan sebagai filter bagi anak. Kebaikan dan keburukan seorang anak bergantung kepada mereka. Jika orang tua memberikan pendidikan terbaik, pendidikan Islami, anak akan menjadi baik, dengan izin Allah.

Sehingga, pendidikan Islami harus ditanamkan sejak dini. Sebab, anak ibarat kertas putih. Ia tergantung kepada penulis dan pembawa tinta. Oleh karena itu, disebutkan dalam hadits,

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Tidaklah seorang anak melainkan terlahir di atas fitrah. Kedua orang tuanya-lah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, atau Nasrani ataukah Majusi.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Jadi, pendidikan Islami sejak dini bagi seorang anak berada di pundak setiap orang tua. Berharap, dengan pendidikan yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah, kelak sang anak akan tumbuh menjadi penyejuk mata bagi kedua orang tuanya.

Ingat, mereka merupakan aset berharga bagi kedua orang tua, ketika masih hidup maupun setelah meninggal dunia. Saat masih hidup, seorang anak yang berbakti kepada orang tua akan benar-benar membantunya, terutama di usia senja. Setelah meninggal dunia, sang anak juga terus berdoa dan memohonkan ampun untuk keduanya.

Oleh karena itu, melalui lembar singkat ini, kami mengajak segenap orang tua untuk peduli terhadap pendidikan Islami putra-putrinya sejak usia dini. Sekali lagi, pendidikan Islami anak harus ditanamkan sejak kecil. Masa kecil merupakan masa emas untuk menyerap dan belajar.

Pembaca rahimakumullah, tidak sedikit orang tua menyesal di kemudian hari. Anak terlanjur jauh dari pendidikan Islami. Ia hanyut dalam pergaulan bebas anak muda masa kini. Pikirnya dengan penuh sesal, kenapa pendidikan Islami tidak ia terapkan sejak dini? Hanya Allah tempat mengadu.

Edisi kali ini merupakan lanjutan dari pembahasan sebelumnya, “Menjaga Buah Hati Agar Tetap di Atas Fitrah Suci.” Pada edisi tersebut telah disebutkan bahwa pendidikan dini yang harus ditanamkan kepada seorang anak adalah pendidikan tauhid. Anak diajari untuk mengenal Allah.

Pelajaran tauhid yang dimaksud adalah mengenalkan kepada anak bahwa Allah merupakan satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi. Sehingga, anak hanya beribadah kepada-Nya dan tidak beribadah kepada selain-Nya.

Anak juga dikenalkan sifat-sifat Allah; Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengawasi dan siksa-Nya amat pedih. Sehingga, anak selalu menjaga batasan-batasan agama. Ia tidak melanggar larangan. Sebab, sang anak sadar, setiap perbuatannya diawasi, dicatat dan akan dibalas kelak di hari Kiamat.

Ditanamkan juga kepada seorang anak, bahwa Allah Maha Pemberi Rezeki, Maha Penolong, lagi Maha Mengabulkan Doa. Sehingga, anak tidak meminta kepada selain-Nya, tawakalnya hanya kepada Allah semata dan memanjatkan doa hanya kepada Dzat yang Maha Kuasa.

Jangan lupa, tekankan kepada sang anak, bahwa Allah juga tidak menyia-nyiakan amalan seorang hamba, Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Sehingga, anak-anak akan semakin semangat untuk beribadah, tanpa harus dipaksa. Sebab, sang anak yakin, ibadah yang dikerjakannya akan mendapatkan pahala dan janji surga dari Allah.

Itulah pendidikan tauhid yang harus ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya. Pendidikan tauhid yang meliputi tiga jenis tauhid; Rububiyah, Uluhiyah dan Asma’ wash-Shifat. Dengan begitu, insyaallah, anak-anak kita akan menjadi generasi muda yang berakidah kuat.

Baiklah, mari kita simak kelanjutan wasiat Luqman al-Hakim kepada putranya. Allah menukil wasiat tersebut,

Hai anakku, sesungguhnya perbuatan seberat biji sawi, yang berada di dalam batu atau  di langit  atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya dan membalasnya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui hal yang kecil dan yang besar.” (QS. Luqman: 16)

Wasiat Luqman di atas begitu indah, penting lagi bermanfaat. Allah menyebutkannya dalam al-Qur’an agar diteladani para orang tua. Harapannya, dengan wasiat tersebut, putra-putri mereka menjadi shalih. Semoga kita diberi taufik oleh Allah untuk meneladani Luqman al-Hakim dalam mendidik putra-putri kita. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Keluasan Ilmu Allah

Para orang tua yang kami cintai, mari tanamkan pondasi ini kepada segenap putra-putri. Katakan kepada anak kita, “Anakku, ketahuilah! Kezaliman atau kesalahan sekecil apapun, yang terlihat maupun yang disembunyikan, pasti akan didatangkan oleh Allah pada hari Kiamat. Semua itu akan diperhitungkan pada hari penimbangan amal.

Setelah itu, Allah akan membalas setiap amalan. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Kejelekan dibalas dengan kejelekan. Pada hari itu, tidak ada seorang pun yang dizalimi. Ingatlah firman Allah,

Dan Kami meletakkan timbangan keadilan pada hari Kiamat. Sehingga tidak ada satu jiwa pun yang terzalimi.”(QS. al-Anbiya’: 47)

Katakan pula kepada anak kita, “Nak, perhatikanlah firman Allah,

Barangsiapa yang beramal kebaikan sekalipun sekecil biji sawi, pasti dia akan melihatnya di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang beramal kejelekan sekalipun sekecil biji sawi, pasti ia juga akan melihatnya pada hari Kiamat.” (QS. az-Zalzalah: 7– 8)

Anakku, sekalipun perbuatan kecil tersebut tersembunyi di dalam batu atau terbawa angin ke langit, Allah tetap akan mendatangkannya. Ketahuilah anakku, tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik di bumi maupun di langit.”

Ajarkanlah kepada anak tentang  keluasan  ilmu Allah. Bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Ilmu Allah sangat luas dan tidak dibatasi oleh waktu maupun tempat. Allah mengetahui segala yang telah berlalu, yang sedang terjadi, dan sesuatu yang belum terjadi. Allah juga mengetahui segala sesuatu di manapun ia berada, besar atau kecil.

Para orang tua yang kami hormati, oleh karena itu, ulangilah kalimat-kalimat Luqman al-Hakim di atas!

Sekali lagi, prinsip muraqabah (merasa diawasi oleh Allah) harus mengakar kuat dalam jiwa seorang anak. Jika prinsip ini dipegang erat oleh sang anak, besar kemungkinan mereka akan mandiri. Mandiri dalam artian; tidak harus dipaksa-paksa untuk melakukan suatu ibadah. Sebab, Allah melihat dan mengetahuinya.

Allah juga tidak akan menyia-nyiakan amalan tersebut. Dengan demikian, anak akan rajin ibadah, shalat, bersedekah, membantu saudaranya, menolong kawannya, dan berbagai amal kebaikan lainnya.

Hasunglah anak untuk berbuat baik dengan menyisipkan keluasan ilmu Allah, “Ayo, anakku! Beribadah dan beramal baiklah! Yakinlah, Allah Maha Mengetahui amal kita!” Peringatkan pula anak-anak dari perbuatan buruk dan tercela dengan menyisipkan keluasan ilmu Allah.

Pembaca, muraqabah akan mendidik putra-putri kita untuk selalu menjaga batasan Allah. Sekalipun tidak diawasi, anak tidak akan melanggar larangan-Nya. Orang tua dan pendidik tidak bisa mengawasi seorang anak 24 jam dalam sehari, tujuh hari dalam sepekan atau 30 hari dalam sebulan.

Orang tua dan pendidik adalah manusia biasa. Kadang ingat, kadang lupa. Kadang awas dan kadang lalai juga. Mereka tidak bisa senantiasa bersama sang putra. Tidak sedikit anak melanggar lantaran kelalaian dalam melakukan pengawasan dan kontrol terhadap mereka.

Oleh karena itu, sikap muraqabah perlu ditanamkan kepada anak. Dengan begitu, jiwa anak berada dalam keadaan mawas dan siaga. Akan muncul pula sikap peduli dan peka terhadap lingkungan. Anak juga akan memiliki inisiatif positif dalam kehidupannya.

Iman kepada hari kiamat

Dalam pesan Luqman al-Hakim di atas tersirat agar orang tua menanamkan iman kepada hari Kiamat kepada anak. Salah satu kandungan rukun Iman kelima ini adalah keyakinan akan adanya hari perhitungan dan penimbangan amal. Bahwa setiap amalan, besar atau kecil, terlihat atau tersembunyi, akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah.

Jika anak sadar hal ini, ia akan giat dalam beribadah, belajar dan beramal kebaikan. Beri semangat anak untuk beribadah dengan menyisipkan keimanan kepada hari Kiamat, “Siapa yang ingin masuk surga? Siapa yang ingin dijauhkan dari neraka?”

Semua anak pasti akan menjawab, “Saya!” Di saat itulah, hasunglah mereka untuk beramal kebaikan. Demikian pula, peringatkan mereka dari perbuatan buruk dan tercela. Sehingga, anak akan berpikir dua kali untuk mengganggu saudaranya atau menzalimi kawannya. Sebab, dalam benaknya telah terpatri keyakinan bahwa setiap perbuatan akan diberi balasan. Jika baik, baik pula balasannya. Jika buruk, buruk-lah balasannya. Wabillahit-taufiq.

Penulis: Ustadz Abu Abdillah Majdiy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button