Sebab-Sebab Meraih Syafa’at
Edisi: 01 || 1441 H
Tema: Akidah
بسم الله الرّحمان الرّحيم
Sudah menjadi kaidah baku yang dimaklumi oleh seluruh manusia bahwa suatu tujuan tidak akan dapat dicapai kecuali dengan adanya upaya untuk meraihnya. Seseorang yang ingin menggapai kesuksesan karir atau usaha, pastilah ia akan mengerahkan segenap daya dan upaya untuk meraih tujuannya tersebut.
Padahal yang ingin dia raih semata-mata kenikmatan duniawi yang sifatnya terbatas. Lalu bagaimana kiranya dengan seorang perindu surga yang berharap meraih berbagai kenikmatan sempurna nan abadi yang ada di dalamnya? Mungkinkah ia dapat meraihnya hanya dengan bertopang dagu dan berangan-angan semata? Jawabannya kami serahkan kepada para pembaca.
Termasuk perkara yang sangat diharapkan oleh insan beriman adalah syafa’at Nabi shalallahu’alaihi wasallam serta yang selain beliau dari para pemberi syafa’at. Harapan yang mulia tersebut tentulah harus disertai dengan upaya meluruskan akidah dan kesungguhan untuk beramal shalih demi mendapatkan predikat sebagai seorang yang berhak mendapatkan syafa’at.
Rasululllah shalallahu ‘alaihi wasallah yang sangat menyayangi umatnya telah menjelaskan sebab-sebab seseorang meraih syafa’at. Di antaranya sebagai berikut:
1. Merealisasikan Tauhid Laa Ilaha Illallah
Shahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu pernah bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam tentang orang yang paling berbahagia karena mendapatkan syafa’at beliau pada hari kiamat. Beliau pun memuji Abu Hurairah radhiallahuanhu atas pertanyaan cerdas tersebut. Lantas beliau shalallahu’alaihi wasallam menjawab (artinya), “Orang yang paling berbahagia dengan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi selain Allah ta’ala) dengan tulus murni dari hatinya” (HR. al-Bukhari no. 99)
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam juga pernah menerangkan bahwa kalimat tauhid inilah yang akan dapat melindungi seseorang dari adzab neraka. Beliau shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan atasnya api neraka.” (HR. Muslim no 29 dari shahabat Ubadah Ibnu Shamit radhiallahuanhu)
Ketika seorang yang bertauhid dijaga dari api neraka, dapat dipahami bahwa ia akan masuk ke dalam surga. Ini memang dinyatakan langsung oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dalam sabdanya (artinya), “Jibril mendatangiku, kemudian memberi kabar gembira bahwa ‘Siapapun dari umatmu yang meninggal dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun pasti akan masuk ke dalam surga’.” (HR. al-Bukhari no. 1237 dan Muslim no. 94 dari shahabat Abu Dzar radhiallahuanhu)
Namun keutamaan kalimat tauhid tersebut hanya akan didapatkan bagi orang yang mengucapkannya dengan mengetahui dan meyakini maknanya, serta mengamalkan segala perkara yang menjadi konsekuensi dari pengucapan kalimat tauhid. Perkara yang paling penting yang menjadi konsekuensi kalimat tauhid adalah realisasi tauhid itu sendiri: mengesakan Allah ta’ala dalam beribadah dan tidak beribadah kepada yang selain-Nya.
2. Membaca, menhayati dan mengamalkan al-Qur’an.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang mengandung barokah (membawa banyak kebaikan). Di antara barokahnya adalah kitab tersebut menunjukkan manusia kepada jalan yang lurus. Suatu jalan yang apabila manusia menempuhnya niscaya dia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Di antara barokahnya bahwa al-Qur’an nanti pada hari kiamat akan memberikan syafa’at bagi orang-orang yang ketika di dunia membacanya, menghayati maknanya, serta mengamalkan petunjuknya.
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Al-Qur’an adalah pemberi syafa’at yang akan diterima syafa’atnya, sebagai saksi yang akan dibenarkan persaksiannya. Barangsiapa yang menjadikannya di hadapannya, maka ia akan mengantarkannya ke surga. Dan barangsiapa yang menjadikannya di balik punggungnya, maka ia akan menggiringnya ke dalam neraka.” (HR. Ibnu Hibban no. 124 dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiallahuanhu, di shahihkan oleh al-Albani rahimahullah)
Dalam hadits ini Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menghasung kita untuk menjadikan al-Qur’an sebagai perunjuk yang senantiasa kita ikuti. Kita laksanakan perintahnya dan kita jauhi larangannya. Dengan demikian niscaya al-Qur’an akan membawa kita ke dalam surga.
Demikian pula pada hadits tersebut terkandung peringatan kepada orang-orang yang meninggalkan al-Qur’an, yaitu orang-orang yang tidak mengamalkan al-Qur’an , baik dengan menyelisihi perintahnya atau melanggar larangannya. Al-Qur’an akan bersaksi tentang segala perbuatan mereka tersebut, yang dengan itu mereka akan dijebloskan ke dalam neraka.
Pada hadits di atas, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam mengabarkan bahwa al-Qur’an secara keseluruhan adalah sebagai pemberi syafa’at bagi seorang hamba. Sedangkan dalam hadits-hadits yang lainnya Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam juga mengabarkan bahwa ada beberapa surat dari al-Qur’an yang secara khusus akan memberikan syafa’at. Di antaranya adalah surat al-Baqarah, Ali Imran, al-Mulk dan al-Ikhlash.
3. Bertempat tinggal di Madinah dan wafat padanya.
Kaum muslimin secara keumuman tentu tidak akan menolak apabila diberi kesempatan untuk berkunjung ke kota Madinah. Apalagi jika diberi kesempatan untuk tinggal di sana, tentu ini tidak ubahnya seperti mimpi yang terwujud nyata.
Hal ini patut dimaklumi, mengingat Madinah merupakan kota yang memiliki arti penting dalam sejarah Islam. Lebih dari itu Madinah adalah kota yang dimuliakan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu’alaihi wasallam.
Tinggal di kota Madinah memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan tinggal di kota lainnya, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Tidaklah seorang bersabar atas kesulitan dan kesempitan di kota Madinah, kecuali aku akan menjadi saksi atau pemberi syafa’at baginya pada hari kiamat.” (HR. Muslim no. 1377 dari shahabat Abdullah bin Umar radhiaallahuanhuma)
Bahkan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menganjurkan agar seseorang dapat berada di sana pada saat ajal menjemputnya. Beliau shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk tidak wafat kecuali di kota Madinah maka hendaknya dia melakukannya, karena barangsiapa yang wafat di Madinah niscaya ia akan diberikan syafa’at atau dipersaksikan baginya.” (HR. Ibnu Hibban no. 3742 dari shahabiyah ash-Shumaitah radhiallahuanha)
4. Bershalawat kepada Nabi shalallahu’alaihi wasallam dan memintakan wasilah bagi beliau setelah adzan.
Adzan yang merupakan panggilan shalat, selalu terdengar berkumandang di seluruh penjuru negeri kaum muslimin. Selepas adzan berkumandang kita dibimbing oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam untuk bershalawat kepada beliau serta mengucapkan dia setelahnya.
Amalan tersebut sangatlah mudah untuk dikerjakan, namun sangat disayangkan seringkali kita terlalaikan dari mengamalkannya. Padahal ganjaran amalan tersebut sangatlah besar. Seorang yang mengmalkannya akan mendapatkan syafa’at Nabi shalallahu’alaihi wasallam pada hari kiamat.
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Apabila kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya. Kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barangsiapa yang bershalawat kepadaku dengan satu kali shalawat, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh shalawat. Kemudian mintakan bagiku al-wasilah, karena itulah suatu posisi di surga yang tidak mungkin didapatkan kecuali oleh seorang saja dari hamba-hamba Allah, dan Aku berharap akulah hamba itu. Barangsiapa yang memintakan untukku al-wasilah maka ia akan mendapatkan syafa’at.” (HR. Muslim no. 384 dari shahabat Abdullah bin ‘Amr radhiallahuanhu)
Lafazd doa meminta wasilah tersebut telah diajarkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda (artinya), Barangsiapa yang berdoa ketika dia mendengar adzan,
اللهمّ ربّ هذه الدّعوة التّامّة والصّلاة القائمة, آت محمّدا الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما محمودا الّذي وعدته
(Artinya: Ya Allah Pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang ditegakkan setelahnya, berikan kepada Muhammad al-wasilah dan al-fadhilah (keutamaan) serta bangkitkan dia di tempat terpuji yang telah engkau janjikan kepadanya). Maka dia akan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” (HR. al-Bukhari no. 614 dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiallahuanhu)
Al-Wasilah adalah suatu kedudukan di surga yang tidak akan didapatkan kecuali oleh seorang saja dari hamba-hamba Allah ta’ala sebagaimana ditafsirkan pada hadits sebelumnya. Adapun al-Fadhilah adalah kedudukan yang tinggi di atas seluruh manusia. (Fathul Bari, [2/125])
5. Memperbanyak Sujud (Shalat)
Sujud adalah ibadah mulia yang memiliki banyak keutamaan. Di antara keutamaannya bahwa sujud merupakan salah satu sebab seseorang memperoleh syafa’at nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam.
Dahulu Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam memiliki seorang pembantu laki-laki atau perempuan. Beliau shalallahu’alaihi wasallam selalu bertanya kepada pembantu tersebut, “Apakah engkau memiliki kebutuhan?”, sampai pada suatu hari pembantu tersebut mengingatkan beliau, “Wahai Rasulullah, kebutuhanku …”, beliau shalallahu’alaihi wasallam pun bertanya, “Apa kebutuhanmu?”, ia berkata “Kebutuhanku agar engkau memberi syafa’at bagiku pada hari kiamat.” Beliau shalallahu’alaihi wasallam bertanya lagi, “Siapa yang mengilhamkan kepadamu hal ini?”, Ia menjawab, “Rabb-ku.” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam pun berpesan, “Kalau begitu, bantulah aku dengan memperbanyak sujud.” (HR. Ahmad no. 16076)
Tentu saja yang dimaksudkan memperbanyak sujud yaitu memperbanyak shalat. Namun Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menyebutkan sujud secara khusus tanpa menyebutkan gerakan shalat yang lain, karena sujud adalah gerakan shalat yang paling mulia, di mana seorang hamba berada dalam keadaan paling dekat dengan Allah ta’ala ketika ia bersujud.
Demikianlah beberapa amalan yang dapat menjadi sebab meraih syafa’at. Semoga Allah ta’ala memudahkan kita mengamalkannya. Amiin.
Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis: Ustadz Abu Ahmad hafizhahullah