Fatawa

I’tikaf Hanya di Malam Hari?

Tak terasa Ramadhan telah kita lalui bersama dengan taufiqNya sampai hari ini, 10 hari terakhir yang penuh keutamaan pun semakin dekat tuk disongsong. Hari-hari yang disana terdapat sebuah malam yang mulia, Lailatul Qadar.

Tidak mengherankan junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat bersungguh-sungguh menghidupkan malam demi malamnya demi meraih keutamannya, diantaranya dengan melakukan i’tikaf.

Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ibunda Kaum Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘Anha ;

أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يعتكِفُ العشرَ الأواخِرَ مِن رمضانَ، حتى توفَّاه الله، ثم اعتكَفَ أزواجُه مِن بَعدِه (متفق عليه)

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau.” (Muttafaqun ‘Alaihi).

Maka sudah sepatutnya bagi kita untuk berusaha meniru i’tikaf beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam secara penuh pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.

Namun bagaimana jika ada salah seorang diantara kita yang berhalangan melakukannya secara menyeluruh? Berapakah waktu batasan minimal seseorang dikatakan telah beri’tikaf?

Jika seseorang memiliki udzur untuk tidak beri’tikaf di masjid pada seluruh hari di 10 terakhir bulan Ramadhan, maka boleh baginya untuk beri’tikaf walaupun hanya di malam atau siang harinya saja atau bahkan hanya beberapa saat saja, mengingat tidak ada dalil yang menunjukkan batasan minimal bagi seseorang untuk beri’tikaf, hal ini telah dijelaskan oleh Al lmam An Nawawi Rahimahullah sebagai berikut ;

“Telah kami sebutkan bahwasanya pendapat yang shahih dan masyhur dari madzhab kami adalah i’tikaf tetap sah dilakukan baik dalam waktu yang panjang ataupun pendek bahkan walau hanya sesaat saja ……… dalil kami dalam hal ini yaitu makna i’tikaf ditinjau dari sisi bahasa berlaku untuk waktu yang pendek ataupun lama, sementara syariat tidak memberikan batasan waktu tertentu (dalam pelaksanaannya) sehingga i’tikaf tersebut kembali pada hukum asalnya (yaitu tidak ada batasan waktu tertentu dalam pelaksanaannya, pen).”¹

Wallahu a’lamu bish shawab

———–
¹) Yang demikian juga pendapat yang dipegangi oleh ulama besar di masa ini semisal Syaikh Bin Baz Rahimahullah dan Syaikh Shalih Al Fauzan Hafizhahullah serta Komite Tetap Urusan Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button