Tafsir

Cintailah Mereka, Karena Mereka Telah Dicintai Allah

Cintailah mereka karenaAllah berfirman (artinya):
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 100)

Di antara wujud ketundukan dan loyalitas seorang muslim kepada Allah adalah ia mencintai sesuatu yang dicintai oleh Allah dan membenci segala yang dibenci oleh-Nya. Ketika Allah telah mengabarkan tentang keridhaan-Nya kepada para shahabat Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka sudah pasti mereka juga dicintai oleh-Nya. Oleh karena itulah, merupakan keharusan bagi setiap pribadi muslim untuk mencintai mereka. Kecintaan kepada para shahabat Nabi harus menjadi bagian dari prinsip hidup beragamanya.

Mengenal Keistimewaan Para shahabat Nabi
Sungguh para shahabat Nabi adalah orang-orang istimewa. Mereka adalah manusia terbaik dan termulia di muka bumi ini setelah para Nabi dan Rasul. Yang paling utama dari mereka adalah empat al-Khulafaur Rasyidin yaitu Abu Bakr ash-Shiddiq, kemudian Umar bin al-Khaththab, kemudian Utsman bin Affan, kemudian Ali bin Abi Thalib, kemudian para shahabat yang diberi kabar gembira bahwa mereka adalah para penghuni surga (selain keempat shahabat tadi), yaitu Abdurrahman bin Auf, az-Zubair bin al-Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah dan seterusnya. Masih banyak para shahabat Nabi yang terbukti nyata telah memberikan andil yang besar dalam membela, memperjuangkan, dan mendakwahkan Islam bersama junjungan mereka, Rasulullah.

Mereka adalah orang-orang yang wajib untuk dicintai, dimuliakan, dan dijunjung tinggi kehormatannya. Bagaimana tidak? Mereka adalah orang-orang yang telah mendapatkan jaminan keridhaan dari Dzat Yang Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya. Allah melihat dan mengetahui kadar keimanan dan keikhlasan mereka yang dengan itulah mereka dipilih oleh Allah untuk menjadi shahabat Nabi yang senantiasa menyertai, membela, dan menolong beliau. Mereka juga memperjuangkan dan mendakwahkan Islam ke berbagai penjuru.
Abdullah bin Mas’ud mengatakan (artinya), “Sesungguhnya Allah melihat hati para hamba, maka Allah pun mendapati hati Nabi Muhammad adalah sebaik-baik hati para hamba-Nya, sehingga Dia memilih Nabi Muhammad untuk diri-Nya dan Allah mengutusnya untuk menyampaikan risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Nabi Muhammad, maka Allah mendapati hati para shahabat beliau adalah sebaik-baik hati dari para hamba, sehingga Allah jadikan mereka sebagai pembantu dan penolong Nabi-Nya yang berperang membela agama-Nya. Apa-apa yang menurut kaum muslimin (para shahabat) suatu kebaikan, maka di sisi Allah itu adalah suatu kebaikan. Dan apa-apa yang menurut mereka suatu kejelekan, maka di sisi Allah itu pun adalah suatu kejelekan.” (HR. Ahmad, no. 3418)

Ketika mengetahui betapa tingginya kemuliaan para shahabat, maka tidak ada lagi ganjalan bagi setiap pribadi muslim untuk memberikan tempat di hatinya dalam rangka mencintai dan memuliakan shahabat Nabi. Sebagaimana Allah l telah meridhai mereka, maka kita pun harus ridha terhadap mereka. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah jangan sampai kecintaan dan pemuliaan kepada para shahabat Nabi tersebut menumbuhkan keyakinan bahwa para shahabat (baik dari kalangan Ahlul Bait maupun yang selainnya) adalah orang-orang ma’shum (yang bersih dan terbebas dari kesalahan).

Mereka adalah manusia biasa yang terkadang terjatuh ke dalam kesalahan. Namun kesalahan mereka amat sangat kecil dibandingkan besarnya kebaikan yang ada pada mereka. Kekeliruan mereka tertutupi dengan iman dan amal shalih yang senantiasa mereka jaga. Kekurangan mereka tidaklah ada apa-apanya jika ditimbang dengan tingginya keutamaan yang telah Allah anugerahkan kepada mereka. Tidak sepantasnya seorang muslim memperbincangkan atau menggunjingkan kesalahan maupun perselisihan yang terjadi di antara mereka. Sungguh, perselisihan apapun yang terjadi, mereka tetap saling mencintai dan menyayangi di antara mereka. Rasa kasih sayang di antara mereka sekali-kali tidak akan luntur. Dzat Yang Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya lah yang telah memberitakan hal itu (artinya),
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang (para shahabat) yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (al-Fath: 29)

Para shahabat Rasulullah adalah manusia terbaik sepeninggal beliau. Tidak ada lagi generasi yang semisal dengan mereka tingkat keimanan dan ketakwaannya, selamanya. Rasulullah bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ.

“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (yakni para shahabat), kemudian generasi setelah mereka (tabi’in), kemudian generasi setelah mereka (atba’ at-Tabi’in).” (HR. al-Bukhari no. 2458, Muslim no. 4600)

Jangan Mencela dan Memusuhi Para shahabat Nabi
Walaupun keutamaan dan keistimewaan para shahabat Nabi telah demikian jelas dan gamblangnya, masih saja ada sekelompok orang yang mengaku Islam namun ternyata memendam kebencian dan permusuhan yang luar biasa terhadap para shahabat Rasulullah. Ada pula di antara mereka yang mencela, menghinakan, menjatuhkan kehormatan, melaknat, dan bahkan membunuh orang-orang yang telah diridhai oleh Allah tersebut. Sikap yang lancang seperti ini sangat bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Di sisi Allah, para shahabat adalah orang-orang yang terpuji.

Terkait dengan ayat ke-100 dari surat At-Taubah di atas, Al-Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Sungguh Allah Yang Maha Agung telah mengabarkan bahwa Dia telah meridhai orang-orang terdahulu yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan shahabat Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Maka sungguh celaka orang yang membenci dan mencela mereka, atau membenci dan mencela sebagian dari mereka, terlebih lagi celaan terhadap pemuka shahabat, tokoh terbaik dan termulia setelah Rasul, yaitu ash-Shiddiq al-Akbar, Khalifah yang paling agung, Abu Bakar bin Abi Quhafah.

Sesungguhnya ada satu kelompok sempalan yang hina dari kalangan (Syiah) Rafidhah, mereka memusuhi para shahabat yang paling utama, membenci, dan mencela mereka, -kita berlindung kepada Allah darinya-. Ini menunjukkan bahwa akal mereka telah terbalik, hati mereka telah berubah. Di manakah keimanan mereka terhadap al-Qur’an ketika mereka mencela dan mencaci orang-orang yang telah diridhai oleh Allah?

Adapun Ahlussunnah, sesungguhnya mereka menyebutkan keridhaan mereka kepada orang-orang yang diridhai oleh Allah, mencela orang-orang yang dicela oleh Allah dan Rasul-Nya, memberikan loyalitas kepada orang-orang yang setia dan taat kepada Allah, serta memusuhi orang-orang yang memusuhi Allah. Ahlussunnah adalah orang-orang yang senantiasa ittiba’ (mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya), bukan orang-orang yang mengada-adakan perkara baru dalam agama di luar petunjuk Allah dan Rasul-Nya.

Ahlussunnah adalah orang-orang yang meneladani (setiap bimbingan Allah dan Rasul-Nya), dan bukan orang-orang mendahului (lancang dan melanggar bimbingan Allah dan Rasul-Nya). Oleh karena itulah, mereka (Ahlussunnah) adalah Hizbullah (golongan Allah) yang meraih kemenangan dan termasuk hamba-hamba-Nya yang beriman. (Tafsir Ibnu Katsir)

Benar apa yang dikatakan oleh al-Imam Ibnu Katsir ini. Orang-orang Syiah Rafidhah adalah salah satu dari sekte sempalan yang sangat getol mencela para shahabat Nabi. Dari dulu hingga sekarang dan di masa mendatang -semoga Allah segerakan kehancuran mereka-, mereka akan terus mengibarkan bendera permusuhan terhadap para shahabat Rasulullah. Dengan berkedok ajakan dan seruan untuk mencintai Ahlul Bait (keluarga dan kerabat Nabi), mereka terus menikam para pendamping dan pembela Rasulullah tersebut dengan celaan, cacian, dan laknat. Lalu, mereka hendak kemanakan ayat al-Qur’an yang memuji para shahabat? Di mana pula kesetiaan dan ketaatan mereka kepada Nabi yang telah bersabda,
لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ.

“Janganlah kalian mencela para shahabatku. Seandainya salah seorang di antara kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan mampu menyamai infak satu mud salah seorang di antara mereka (shahabat Nabi) dan tidak pula menyamai setengahnya.” (HR. al-Bukhari no. 3397, Muslim no. 4610)

Disebabkan kelancangan sikap mereka inilah, maka sangatlah pantas untuk dikatakan bahwa kelompok Syiah Rafidhah merupakan golongan menyimpang yang sangat hina dan layak untuk dihinakan. Tidak kalah sengitnya dalam memusuhi dan membenci para shahabat adalah kelompok Khawarij. Tercatat dalam sejarah, kelompok yang di zaman ini teridentifikasi sebagai kaum teroris itu telah memendam permusuhan dan kebencian luar biasa kepada para shahabat. Lebih dari itu, mereka juga berani menumpahkan darah orang-orang yang telah diridhai Allah. Puncaknya adalah pembunuhan yang dilakukan oleh salah satu tokoh besar Khawarij yaitu Abdurrahman bin Muljam terhadap manusia terbaik di muka bumi ketika itu, yaitu Ali bin Abi Thalib.

Sungguh aneh tapi nyata. Kebencian dan permusuhan itu tetap membara di hati mereka. Padahal para shahabat telah dijamin mendapatkan ridha Allah. Keutamaan mereka terabadikan dalam kitab suci-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Dan pasti surga itulah yang akan menjadi tempat kembali mereka. Tidak diragukan lagi, para shahabat Nabi adalah para wali Allah. Barangsiapa yang memusuhi dan mencela mereka, maka ia akan berhadapan dengan Allah. Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman,
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ.

“Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku akan umumkan peperangan terhadapnya.” (HR. al-Bukhari no. 6021)
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua untuk mencintai para shahabat Nabi dan melindungi hati kita dari kebencian terhadap mereka.

Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Abu Abdillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button