Berwajah Manis dan Bertutur Kata yang Baik
Edisi: 04 || 1440 H
Tema: Adab
Sekedar menampakkan wajah berseri-seri serta tutur kata yang baik sesungguhnya merupakan perkara ringan. Bagi sebagian orang, hal itu seolah demikian berat untuk dipraktikkan. Yang memprihatinkan, jika sifat seperti ini menimpa sebagian para penuntut ilmu agama, dimana sikap mereka demikian kaku terhadap orang-orang lain.
Berjumpa dengan orang lain adalah perkara yang biasa dalam keseharian kita sebagai makhluk sosial. Karena tak mungkin kita hidup menyendiri dari orang lain. Kita butuh saudara, butuh teman, dan butuh orang lain.
Islam telah menganjurkan untuk berwajah ceria dan berseri-seri ketika kita berjumpa dengan saudara seiman. Bahkan hal itu merupakan suatu kebaikan yang bernilai pahala. Hanya saja tidak semua orang bisa mempraktikannya. Yang demikian ini bisa terjadi disebabkan ketidaktahuan atau ketidakperdulian mereka.
Adapula yang berdalil dengan tabiat, yakni ada sebagian daerah di negeri kita ini dimana orang-orangnya bertabiat kaku, cuek dan sok tak perduli. Sehingga bila berjumpa dengan orang yang mereka kenal sekalipun, sikap mereka seperti tidak kenal, tak ada kenal, tak ada senyum, tak ada sapaan.
Lebih-lebih bila berjumpa dengan orang yang tidak mereka kenal walaupun duduk bersama-sama dalam satu majelis. Ibaratnya jika kita tidak menegur dan menyapa terlebih dahulu, mereka pun tidak akan menegur dan menyapa. Benar-benar cuek dan kaku.
Sifat-sifat seperti ini tidak pantas ada pada diri seorang mukmin sehingga harus dihilangkan karena tidak sesuai dengan bimbingan Allah ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wasallam. Sesungguhnya Allah ta’ala telah memerintahkan kaum muslimin untuk berlaku baik kepada sesamanya, rendah hati kepada saudara dan penuh tawadhu’. Allah ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya,
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Rendahkanlah sikapmu kepada kaum mukminin.” (al-Hijr: 88)
Maksudnya: bersikap lunaklah terhadap mereka dan perbaiki akhlakmu terhadap mereka karena mencintai, memuliakan, dan mengasihi mereka. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 435).
Dalam ayat lain, Allah ta’ala berfirman,
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ
“Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali ‘Imran: 159)
Bersikap ramah kepada saudara dan bertutur kata yang baik jelas merupakan amalan kebaikan. Bahkan jika seseorang tidak mendapatkan harta untuk disedekahkan di jalan Allah ta’ala maka tutur kata yang baik dapat menggantikannya.
Adi bin Hatim radhiallahuanhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اتّقوا النّار ولو بشقّ تمرة, فإن لم تجد فبكلمة طيّبىة
“Jagalah diri kalian dari api neraka, walaupun dengan bersedekah separuh kurma. Namun berangsiapa yang tidak mendapatkan sesuatu yang bisa disedekahkannya maka dengan (berucap) kata-kata yang baik.” (HR. Al-Bukhari no. 1347 dan Muslim no. 2346)
Al-Iman An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadist ini menunjukkan bahwa kalimat thayyibah merupakan sebab selamatnya seseorang dari neraka. Yang dimaksud kalimat thayyibah adalah ucapan yang menyenangkan hati seseorang jika ucapan itu mubah atau mengandung ketaatan.” (al-Minhaj, 7/103)
Al-Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Kalimat thayyibah teranggap sebagai sedekah dari sisi dimana pemberian harta akan membahagiakan hati orang yang menerimanya dan menghilangkan rasa tidak senang dari hatinya. Demikian pula kata-kata yang baik, maka keduanya (pemberian harta dan ucapan yang baik) serupa dari sisi ini.” (Fathul Bari, 10/551). Dalam hadits yang lain, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اكلمة الطّيّبة صدقة
“Kata-kata yang baik adalah sedekah.” (HR. al-Bukhari no. 2707 dan Muslim no. 2332)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah berpesan kepada shahabatnya Abu Dzar al-Ghifari radhiallahuanhu,
لا تحقرنّ من المعروف شيئا, ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق
“Jangan sekali-kali engkau meremehkan perkara kebaikan walaupun sekadar berwajah ceria ketika engkau berjumpa dengan saudaramu.” (HR. Muslim no. 6633)
Hadits di atas diberi judul oleh al-Iman an-Nawawi rahimahullah dalam syarahnya terhadap Shahih Muslim: “Disenanginya Berwajah Ceria Ketika Berjumpa.”
Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa berwajah ceria kepada kaum muslimin dan menunjukkan rasa senang kepada mereka merupakan perkara yang terpuji, disyariatkan dan diberikan pahala bagi pelakunya.”
Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Cukuplah bagi kita akhlak Nabi kita shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hal ini dan sifat beliau yang Allah ta’ala sebutkan dalam al-Qur’an, dan Allah ta’ala bersihkan beliau dari sifat yang sebaliknya seperti tersebut dalam firman-Nya (yang artinya),
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ
“Sekiranya engkau bersikap keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali ‘Imran: 159) [Ikmalul Mu’allim bi Fawa’id Muslim, 8/106]
Masih dalam hadits yang disampaikan oleh shahabat Abu Dzar radhiallahuanhu, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وتبسّمك في وجه أخيك صدقة
“Senyumanmu di wajah saudaramu (seagama) adalah sedekah.” (HR. at-Tirmidzi no. 1956, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi dan Ash-Shahihah no. 572)
Maksud hadits di atas, engkau menampakkan wajah cerah, berseri-seri, dan penuh senyuman ketika berjumpa dengan saudaramu akan dibalas dengan pahala sebagaimana engkau diberi pahala karena mengeluarkan sedekah. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab Al-Birr wash Shilah, bab Ma Ja’a fi Shana’I Al-Ma’ruf, ketika membahas hadits di atas)
Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sepantasnya ketika seseorang berjumpa saudaranya, ia menunjukkan rasa senang, menampakkan wajah ceria dan bertutur kata yang baik. Karena yang demikian ini merupakan akhlak Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.
Tentunya, sikap seperti ini tidak merendahkan martabat seseorang bahkan justru mengangkatnya. Ia pun mendapatkan pahala di sisi Allah ta’ala dan telah mengikuti sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Karena belia shalallahu ‘alaihi wasallam selalu cerah wajahnya, tidak kusut ketika berjumpa orang lain dan banyak melempar senyuman.
Oleh karena itu, sepantasnya seseorang untuk menjumpai saudaranya dengan wajah yang ceria dan mengucapkan ucapan yang baik. Sehingga dengannya ia dapat meraih pahala, rasa cinta dan kedekatan hati, di samping jauh dari sikap sombong dan merasa lebih tinggi dari hamba-hamba Allah ta’ala yang lain.” (Syarhu Riyadhis Shalihin, 2/500)
Sungguh, wajah yang cemberut ataupun tanpa ekspresi dan sikap yang dingin dan kaku tidak pantas diberikan kepada sesama muslim. Karena hal itu menyelisihi apa yang dititahkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wasallam.
Sikap yang seperti itu seharusnya ditunjukan kepada orang-orang kafir dan munafik karena Allah ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ ۗوَمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
“Wahai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik serta bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat kembali mereka adalah jahannam sebagai sejelek-jelek tempat kembali.” (at-Taubah: 73)
Meskipun begitu, bila orang kafir tersebut diharakan mau masuk Islam, maka sepantasnya bagi kita untuk menampakkan wajah yang manis ketika berjumpa. Namun apabila sikap baik kita ini justru menambah kesombongannya dan dia merasa lebih tinggi daripada kaum muslimin maka wajah ceria tidak boleh diberikan kepadanya. (Syarhu Riyadhis Shalihin, 2/500-501)
Asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah juga menyatakan, “Wajah yang ceria termasuk perkara kebaikan, kerena akan memasukkan kebahagiaan pada saudaramu dan melapangkan dadanya. Kemudian bila diiringi dengan tutur kata yang baik akan tercapai dua maslahat, yaitu: wajah yang berseri-seri dan tutur kata yang baik.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menyatakan dalam sabdanya, “Jagalah diri kalian dari api neraka, walaupun dengan bersedekah separuh kurma.” Maksudnya, jadikanlah pelindung antara kalian dan neraka walaupun kalian bersedekah hanya dengan separuh kurma.
Karena hal itu akan dapat melindungimu dari neraka jika memang Allah ta’ala menerima sedekah tersebut. Namun jika kalian tidak mendapatkan sesuatupun yang dapat kalian sedekahkan, maka ucapkanlah kata-kata yang baik ketika berjumpa dengan saudara seiman. Misalnya engkau berkata kepadanya,
“Bagaimana kabarmu?”
“Bagaimana keadaanmu?”
“Bagaimana kabar saudara-saudaramu?”
“Bagaimana dengan keluargamu?”
Dan yang semisalnya karena ungkapan-ungkapan seperti ini akan meresapkan kebahagiaan di hati saudaramu. Setiap kata-kata yang baik adalah sedekah di sisi Allah ta’ala. Dengannya akan diperoleh ganjaran dan pahala. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya),
“Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.”
Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya),
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” (Syarhu Riyadhis Shalihin, 2/501).
Wallahu ta’ala a’lam bishshawab.