Adab

Awas, Hoax…!!!

Jujurlah engkau dan pegang erat-erat kejujuran itu, niscaya engkau akan menjadi orang yang jujur dan selamat dari hal-hal yang membinasakanmu. Demikian pula Allah akan memberikan kelapangan dan jalan keluar bagi segala urusanmu.”

Ucapan ini adalah ucapan al-Imam Ibnu Katsir ketika beliau menjelaskan ayat,

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur.” (At-Taubah:119)

Ucapan, penjelasan sekaligus nasehat yang sangat berharga bagi kita, terlebih di masa sekarang ini. Pesatnya perkembangan teknologi terkhusus sarana komunikasi seakan membuat dunia ini tanpa sekat dan tanpa batas. Namun yang disayangkan, kemudahan tersebut  ternyata membawa dampak negatif yang tidak bisa dipandang remeh. Merebaknya isu dan berita dusta yang sekarang lebih dikenal dengan istilah hoax adalah salah satu buktinya. Menyebarkan perkataan, perbuatan serta berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kebiasaan untuk berpikir ribuan kali untuk menukilkan berita apalagi menyebarkan sepertinya kian menghilang. Betapa mudahnya aib dan kekurangan orang terkuak. Tidak perlu susah apalagi repot-repot, cukup dengan “copas” (copy paste) lalu share (kirim), beritapun tersebar. Maka jangan heran jika sekarang betapa mudahnya satu kelompok menjatuhkan kelompok yang lain melalui berbagai media yang ada. Masyarakat menjadi takut dan bingung serta tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya. Ingin berbuat sesuatu selalu dibayang-bayangi keresahan dan ketakutan. Muncul kebencian dan permusuhan antar kelompok dan lembaga bahkan sikap buruk sangka kepada pemerintah.  Jika demikian realitasnya, maka sungguh kejujuran amat sangat dituntut untuk diterapkan.

Mencegah Hoax

Para pembaca rahimakumullah, syariat Islam yang lurus dan bersih telah memberikan rambu-rambu yang diharapkan dengannya hoax dan yang semisalnya tidak muncul apalagi berkembang, diantaranya:

  1. Menjaga tangan dan lisan untuk tidak memberitakan sesuatu tanpa didasari pengetahuan yang benar, apalagi jika menyebabkan keresahan di tengah publik.

Allah berfirman,

Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya  pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Isra:36).

  1. Islam melarang perbuatan dusta dan menyebarkan berita dusta. Dalil yang menunjukkan tentang hal ini, antara lain:

a. Perbuatan dusta telah diancam oleh Rasulullah dalam sabdanya,

وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ

Sesungguhnya kedustaan akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan kepada Neraka.” (HR. al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 6803).

        b. Perbuatan menyebarkan kedustaan(hoax)termasuk dosa besar yang paling besar. Nabi bersabda,

  أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ .(ثَلاَثًا) . قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ:الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ. وَجَلَسَ وَ كَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلَ الزُّورِ.

Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau mengulanginya 3 kali). Para shahabat  menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Beliau lalu duduk tegak setelah sebelumnya bersandaran seraya berkata, “Berhati-hatilah dari perkataan dusta!” (HR. al-Bukhari no. 2654 dan Muslim no. 269)

Rasulullah mengiringkan perbuatan dusta dengan kesyirikan dan durhaka kepada kedua orang tua yang merupakan dosa-dosa terbesar.

         c. Salah satu tanda kemunafikan adalah berdusta. Rasulullah menyatakan,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Tanda-tanda orang munafik ada 3; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi amanah berkhianat.” (HR. al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 220).

Maka orang yang senantiasa menyebarkan berita dusta (hoax) dikhawatirkan pada dirinya terdapat tanda-tanda kemunafikan.

         d. Hoax merupakan suatu amalan yang dibenci oleh Allah, dan pelakunya akan mendapatkan adzab yang pedih.

Lantas bagaimana sikap seorang muslim ketika mendapatkan suatu berita?

Syariat yang dibawa Rasulullah adalah syariat yang sempurna. Solusi dari segala permasalahan kehidupan manusia telah dijelaskan secara gamblang dan gampang. Termasuk permasalahan yang sedang kita bahas ini. Allah dalam sebuah ayat-Nya telah mengajarkan bagaimana seharusnya sikap kita ketika mendengar dan mendapatkan sebuah kabar atau berita. Allah berfirman,

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (Al-Hujurat:6).

Ayat ini mengandung adab yang sepantasnya diamalkan bagi orang yang berakal. Yakni apabila ada seorang yang fasik mengabarkan suatu berita agar mengecek kebenarannya terlebih dahulu, jangan begitu saja mengambilnya. Sebab jika tidak demikian bisa menimbulkan bahaya besar dan menjerumuskan ke dalam dosa. Yang wajib dilakukan dalam menyikapi berita yang berasal dari seorang fasik adalah meneliti dan mencari kejelasannya. Apabila ada penguat yang menunjukkan kebenarannya, maka dapat dibenarkan. Namun jika ada penguat yang menunjukkan kedustaan, maka didustakan dan tidak diamalkan. (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman karya asy-Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di)

Bagaimana jika berita sudah terlanjur menyebarkan dan ternyata tidak benar bahkan dusta?

Permasalahan ini perlu diperinci:

  1. Kalau tidak sengaja tanpa berniat menyebarkan kedustaan maka wajib baginya untuk bertaubat dan beristighfar.  Semoga Allah memberikan ampunan dari perbuatan yang dia lakukan tersebut.  Allah berfirman,

Dan tidak ada dosa atas kalian  terhadap apa yang kalian khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hati kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab:5)

  1. Jika disebarkan di forum umum maka dia harus bertaubat dan menjelaskan hakikat kebenaran yang ada di forum tersebut. Allah menyatakan dalam sebuah ayat,

Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan hakikat kebenaran, maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah : 160)

Al-Imam Ibnu ‘Asakir dalam kitab beliau “Tarikh Dimasyq” menukilkan ucapan seorang alim yang bernama Maimun bin Mihran,

مَنْ أَسَاءَ سِرًّا فَلْيَتُبْ سِرًّا وَمَنْ أَسَاءَ عَلَانِيَةً

 فَلْيَتُبْ عَلَانِيَةً فَإِنَّ النَّاسِ يُعَيِّرُوْنَ وَلَا يَغْفِرُوْنَ وَاللهُ يَغْفِرُ وَلَا يُعَيِّرُ

Barangsiapa yang berbuat kejelekan secara sembunyi-sembunyi maka bertaubatlah secara sembunyi-sembunyi. Barangsiapa berbuat kejelekan secara terang-terangan maka bertaubatlah secara terang-terangan. Jika tidak demikian maka manusia akan mencelanya dan tidak memaafkannya. Namun Allah akan mengampuninya dan tidak akan mencelanya.

Wal hasil, segala berita yang sampai kepada kita dari sumber dan literatur yang tidak jelas, alangkah baiknya untuk ditinjau ulang atau jika perlu ditinggalkan. Selain itu, sangat penting bagi kita untuk berpikir ulang ketika hendak membaginya ke pihak lain. Sudah saatnya bagi kita untuk tidak memberi tempat sedikitpun bagi hoax dalam kehidupan ini. Apapun alasannya, hoax tidak berhak untuk dibenarkan. Abdullah bin Mas’ud  berkata, “Kedustaan tidak pantas digunakan dalam sesuatu yang bersifat serius, dan tidak pula dalam gurauan.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat at-Taubah : 119)

Allahu alam bish shawwab. Semoga bermanfaat.

Penulis: Ustadz Abdullah Imam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button