Tinjauan Syariat tentang Transgender
Sesak dan sempit dada seorang mukmin melihat fenomena kehidupan kaum gay dan lesbi, terhenyak dada menghela napas dengan aktifitas mereka, teriring harapan dan doa semoga Sang Pencipta membersihkan kaum muslimin dari berbagai penyakit hati tersebut.
Kaum muslimin yang kami hormati, begitu mirisnya tingkah laku sebagian orang yang larut dalam syahwat dan nafsu diri sesaat, sampai-sampai sebagiannya rela mengubah qodrat yang Allah telah tetapkan baginya dengan cara mengubah jenis kelaminnya untuk menjadi seorang transgender.
Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam Al Quran :
لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (الشورى : ٤٩)
Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki.
Secara jelas dalam ayat di atas bahwa Allah dengan hikmah-Nya yang besar menjadikan masing-masingnya sesuai dengan jenis kelamin yang telah Dia taqdirkan.
Maka sudah sepatutnya bagi setiap muslim untuk ridha dengan apa yang telah ditaqdirkan baginya, bahkan yang demikian merupakan suatu kewajiban baginya tatkala dia mengetahui bahwa Rabbnya adalah Dzat yang Maha Bijaksana dalam pengaturan hamba-hamba-Nya.
Maka konsekuensi menjadi seorang transgender menunjukkan bahwa dia benci dan tidak rela dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan kepadanya, tentu saja hal ini bisa mendatangkan kemurkaan-Nya.
Belum lagi jika ditinjau dari sisi operasi ganti kelamin, yang kenyataannya, tidak ada seorang dokter pun yang mampu menhubah jenis kelamin dengan memberikan fungsi sesungguhnya organ tubuh dari kelamin sebelumnya.
Sungguh sangat jauh antara penciptaan Allah dengan hasil tangan makhluk-Nya yang sangat lemah.
Akhir kata, semoga tulisan ringkas ini bermanfaat bagi kita semua.
Amiin Ya Rabbal ‘Alamiin.
Disadur dan diringkas dari fatwa Komite Tetap Urusan Riset Ilmiyah dan Fatwa jilid 25 hal 45 – 49