Fiqih

Syarat-syarat Zakat dan Jenis Harta yang Terkena Zakat

judul edisi 11

Mal (harta) yang wajib dikeluarkan zakatnya bila terpenuhi syarat-syaratnya. Syarat-syarat tersebut sebagaimana berikut,

1. Pemilik harta beragama Islam.

          Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu meriwayatkan dari Rasulullah

shallallahu‘alaihi wa sallam, bahwa beliau menulis kepada penduduk Yaman, yaitu al-Harits bin Abdil Khilal bersama Ma’afir dan Hamdan,

عَلَى الْمُؤْمِنِينَ فِي صَدَقَةِ الثِّمَارِ أَوْ قَالَ: الْعَقَارُ عُشْرُ مَا تَسْقِي الْعَيْنُ وَمَا سَقَتِ السَّمَاءُ وَعَلَى مَا يُسْقَى بِالْغَرْبِ نِصْفُ الْعُشْرِ

“Wajib atas kaum mukimin membayar zakat buah-buahan atau hasil pertanian, (zakatnya) 10% bila diairi dengan mata air atau air hujan dan 5% bila diairi dengan al gharb (timba besar yang terbuat dari kayu, yaitu bila membutuhkan biaya tenaga dan pengairan).” (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah, dengan sanad yang shahih, ash-Shahihah al-Albani rahimahullah no. 142)

          Al-Baihaqi rahimahullah setelah meriwayatkan hadits tersebut berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa zakat tidak dipungut dari ahli dzimmah (orang kafir yang tinggal di wilayah kekuasaan kaum muslimin).”

          An-Nawawi rahimahullah dalam al-Majmu’ (5/299) dan Ibnu Qudamah rahimahullah dalam al-Mughni (2/390), keduanya menyatakan tidak ada  khilaf (perbedaan pendapat) di antara para ulama.

          Siapapun yang mengkaji sirah (perjalanan hidup) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan al-Khulafaur Rasyidin, dan khalifah-khalifah serta penguasa-penguasa setelahnya, mereka tidaklah memungut zakat dari selain kaum muslimin setempat. Sesungguhnya mereka hanya memungut jizyah (upeti) dari ahlu dzimmah (orang-orang kafir yang tinggal diwilayah kekuasaan kaum muslimin. (ash-Shahihah al-Albani rahimahullah no. 142)

          Kenapa orang kafir tidak wajib mengeluarkan zakat?

          Sebab, tujuan zakat itu untuk mensucikan dan membersihkan pemilik harta yang terkena zakat. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

“(Wahai Muhammad) ambillah zakat dari harta-harta mereka, denganya engkau dapat membersihkan (dosa) mereka dan mensucikan (memperbaiki keadaan) mereka.” (at-Taubah: 103)

          Zakat tidaklah bermanfaat bagi orang-orang kafir. Mereka itu najis, walaupun dicuci dengan air laut seluruhnya dan emas sepenuh bumi, maka tidak akan menjadi suci hingga bertaubat dari kekufurannya. (asy-Syarhul Mumthi’ al- Utsaimin rahimahullah 6/19)

2. Merdeka (bukan hamba sahaya)

          Sebab, dirinya dan hartanya adalah milik tuannya. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنِ ابْتَاعَ عَبْدًا وَلَهُ مَالٌ، فَمَالُهُ لِلَّذِي بَاعَهُ، إِلَّا أَنْ يَشْتَرِطَ المُبْتَاعُ

“Barangsiapa membeli seorang hamba sahaya dan ia memiliki harta, maka hartanya milik tuan yang menjualnya, kecuali jika pembeli mempersyaratkan

(membeli dirinya sekaligus hartanya).” (HR. al-Bukhari no. 2379 dan Muslim no. 1543)

3. Harta telah mencapai nishab

          Nishab adalah kadar tertentu yang ditetapakan oleh syariat sebagai batas minimal suatu harta untuk dikeluarkan zakatnya. Sehingga bila harta belum sampai batasan nishab maka tidak terkenai zakat. Setiap harta berbeda-beda nishabnya. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ، وَلَا فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ، وَلَا فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ صَدَقَةٌ

“Tidak ada zakat pada hasil tanaman yang takarannya kurang dari lima wasaq, tidak ada zakat pada unta yang jumlahnya kurang dari lima ekor, dan tidak ada zakat pada perak yang kurang dari lima awaq.” (HR. al-Bukhari no. 1447, 1448 dan Muslim no. 979, dari sahabat Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

          Satu wasaq senilai 60 sha’, satu sha’ senilai empat Mud. Maka lima wasaq senilai 300 sha’ Nabi. Satu sha’ Nabi sama dengan 2,04 kg gandum yang berkualitas baik (bur). Jadi nishab pada gandum seberat 612 kg. (Lihat asy-Syarhul Mumti’ 6/76 dan Majmu’ ar Rasail 18/27)

          Lima awaq adalah nishab pada perak, senilai dengan 595 gram. Sedangkan emas nishabnya 85 gram, sebagaimana pendapat jumhur ulama. (asy-Syarhul Mumthi’ 6/103) (Masing-masing harta yang wajib di keluarkan zakatnya akan diulas pada edisi-edisi berikutnya, insyaallah)

4. Harta telah dimiliki secara tetap.

          Harta yang belum dimiliki secara tetap tidak terkenai zakat. Sebagai contoh, hasil sewa rumah sebelum berakhirnya batas waktu penyewaan. Meskipun uang sewa sudah berada di tangan pemilik rumah dengan terjadinya akad sewa, namun ia belum memilkinya secara tetap. Karena bila rumah yang disewakan itu terkena musibah atau runtuh maka akad tersebut batal dan uang sewa dikembalikan kepada penyewa.

5. Sempurnanya Haul

          Haul adalah masa satu tahun yang harus dilewati oleh nishab harta tertentu tanpa berkurang dari nishabnya hingga akhir tahun. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا زَكَاةَ فِيْ مَالٍ حَتَّى يَحُوْلَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

“Tidak ada kewajiban zakat pada suatu harta hingga berlalu satu tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 1449 dan yang lainnya, hadits ini diriwayatkan dari sahabat Aisyah, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, dan Anas radhiyallahu ‘anhum, hadits ini shahih dengan syawahidnya, bahkan ada satu jalur yang shahih, sehingga asy-Syaikh al-Albani rahimahullah menshahihkannya, lihat al-Irwa’ no. 787)

          Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahberkata, “Sempurnanya haul merupakan syarat wajibnya zakat pada hewan ternak dan emas. Sebagaimana Nabi  shallallahu‘alaihi wa sallam mengirim para amil zakat (petugas resmi pemungut zakat) untuk memungut zakat pada setiap tahunnya. Kemudian para khalifah setelahnya mengamalkan syarat ini pada hewan ternak dan emas berdasarkan pengetahuan mereka bahwa syarat ini adalah tuntunan Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam.

          Al-Imam Malik rahimahullah dalam al-Muwaththa’ meriwayatkan dari sahabat Abu Bakr ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, dan Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhum, bahwa mereka berkata, “Bulan ini adalah bulan zakat kalian, dan mereka mengatakan, “Tidak ada zakat pada suatu harta hingga sempurnanya haul. (Majmu’ Fatawa 25/14)         

          Persyaratan haul berlaku pada semua jenis harta yang wajib di keluarkan zakatnya kecuali zakat hasil tanaman dan buah-buahan. Sedangkan zakat hasil tanaman dikeluarkan pada saat panen bila telah mencapai nishab. Perhitungan haul ini berdasarkan tahun dan bulan-bulan Hijriyah atau Qamariyah, bukan berdasarkan tahun Masehi dan bulan-bulan selain Qamariyah. (Lihat Fatawa al-Lajnah ad-Daimah (9/200).

           Aplikasi dari syarat-syarat di atas,

1. Jika nishab dari suatu harta berkurang ditengah periode haul, maka haulnya terputus. Harta itu tidak wajib dikeluarkan zakatnya sampai mencapai nishab lagi dan mulai dihitung kembali haulnya dari awal. Sama saja apakah berkurang karena dijual, diinfakkan, hilang atau sebab lainnya.

2. Jika suatu harta yang sudah mencapai nishab ditukar dengan jenis harta lainnya yang juga sudah mencapai nishab, maka haulnya terputus dan ia mengawali lagi   perhitungan haul dari harta yang baru dimilikinya. Contoh, ia memilki tujuh ekor unta, kemudian ia jual/ditukar dengan kambing sejumlah 40 ekor atau lebih. Maka haulnya unta terputus dan mengawali lagi perhitungan haul dari kambing sejak dimilikinya.

          Namun jika perbuatan semacam ini karena kesengajaan untuk lari dari menunaikan zakat, maka ketahuilah! Seseorang bisa lari dan bersembunyi dari manusia, tapi ia tidak akan bisa bersembunyi dari Dzat Yang Maha Mengetahui yang ghaib yaitu Allah ‘azza wa jalla. Oleh karena itu di antara ulama ada yang menguatkan bahwa hal itu tidak menggugurkan kewajiban zakatnya. Sebagaimana rekayasa dengan menghalalkan sesuatu yang haram tidaklah menjadikannya halal. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَرْتَكِبُوْا مَا ارْتَكَبَ الْيَهُوْد، فَتَرْتَكِبُوْا مَحَارِمَ اللهِ بِأَدْنَى الْحِيَل

“Janganlah kalian melakukan perkara-perkara yang dilakukan oleh kaum Yahudi, maka kalian menghalalkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah dengan rekayasa sekecil apapun.” (HR. Ibnu Baththah pada juz al-Khal’i wal Ibthal al-Hiyal, sanadnya dihukumi jayid (baik) oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya al-Baqarah: 66, dan dibenarkan oleh al-Albani rahimahullah dalam adh-Dha’ifah 1/493)

3. Jika harta yang dimilikinya dan telah mencapai nishabnya dijual/ditukar dengan harta yang sejenis dan juga telah mencapai nishabnya, maka perhitungan haulnya tidak terputus dan berlanjut perhitungan haulnya.

          Contohnya, seseorang memiliki emas dan sudah mencapai nishabnya yaitu 85 gram. Kemudian ia menukarnya dengan emas model lain (tentunya dengan berat yang sama), maka perhitungan haul emas yang pertama tidak terputus dan terus berlanjut.

4. Jika seseorang meninggal dunia meninggalkan harta dari harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dan telah mencapai nishab namun belum meliwati haulnya, maka perhitungan haulnya terputus dan harta tersebut tidak terkena zakat. Namun bila melewati haul, ternyata ia meninggal dunia belum mengeluarkan zakat dari harta tersebut, maka ahli waris yang mengeluarkan zakatnya dari harta itu sebelum dibagikan kepada ahli waris.

 Jenis-jenis harta yang terkena zakat

          Tidak semua harta benda yang dimiliki oleh seseorang terkenai zakat, namun jenis-jenis harta yang terkenai zakat telah ditentukan oleh syariat.

          Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat pada empat jenis harta yang merupakan harta-harta yang paling banyak beredar dikalangan manusia dan merupakan kebutuhan yang sangat penting, yaitu

1. Binatang ternak, seperti unta, sapi, dan kambing

2. Biji-bijian dan buah-buahan (gandum –burr dan syi’ir-, kurma kering, kismis, dan juga hasil tanaman pokok penduduk setempat seperti, beras dan jagung di negeri kita)

3.  Emas dan perak

4. Harta perdagangan dengan beragam jenisnya.” (Lihat Zadul Ma’ad 2/5)

          Empat jenis harta di atas disepakati oleh semua ulama akan wajibnya dikeluarkan zakat, kecuali zakat perdagangan ada perbedaan pendapat di antara mereka, namun pendapat jumhur (mayoritas) ulama bahwa harta perdagangan termasuk harta yang terkenai zakat.

          Maka tidak dibenarkan oleh syariat memungut zakat dari semua jenis harta. Menghitung semua harta yang dimiliki, rumah, tanah, kendaraan, perabot rumah yang dipakai sehari-hari bukan untuk diperdagangkan, kemudian semuanya dikalkulasi dan dikeluarkan zakatnya 2,5%.

          Ketahuilah wahai saudaraku, yang seperti ini bukan zakat yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan Islam berlepas diri dari perbuatan semacam itu.

          Adapun masing-masing jenis harta yang terkenai zakat ini akan diulas pada edisi-edisi berikutnya, insyaallah.

          Wallahu a’lam bish shawab.

Penyusun: Al-Ustadz Arif hafidzhahullah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button