Sosok Wanita yang Disanjung dan Dikagumi Aisyah Radiyallahu ‘anha
Goresan tinta emas dalam sejarah kaum muslimin tak akan lupa nama sosok wanita mulia, ketabahannya patut dijadikan teladan bagi para muslimah, beliau termasuk dari kalangan wanita yang mengawali masuk Islam, Dialah Saudah bintu Zam’ah bin Qais al-Qurasyiyah Radhiyallahu ‘Anha.
Ia adalah wanita pertama yang dinikahi oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah Khadijah Radhiyallahu ‘Anha, Saudah binti Zam’ah adalah seorang wanita terhormat dan mulia, harapan dan asa untuk terus menjadi pendamping Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai wafatnya merupakan bukti cinta dan setianya terhadap Rasulullah, pernikahan dengan Rasulullah memang bukan pernikahan pertama bagi Saudah karena sebelumnya ia telah menikah dengan Sakran bin Amr yang wafat kala hijrah ke Habasyah (Ethiopia).
Menjadi pendamping hidup Rasulullah merupakan sebuah anugerah yang besar bagi Ummahat termasuk bagi Saudah. Namun, menjadi pendamping yang pertama setelah wafatnya Khadijah bukanlah hal yang mudah, dimana Khadijah adalah istri yang menemani Rasul sejak awal perjuangan dan tidak ada yang bisa menggantikan posisinya di hati Rasulullah.
Saudah merupakan wanita pilihan. Banyak keistimewaan yang dimilikinya sehingga pantas menjadi wanita yang terpilih sebagai pendamping Rasul. Ia dikenal sebagai wanita yang cerdas dan tabah, akhlak yang mulia menghiasi perilakunya dalam bermuamalah dengan sang suami, keridhaan sang suami menjadi puncak tujuan hidupnya demi mempertahankan status yg mulia sebagai jajaran dari pendamping manusia termulia di dunia dan akhirat.
Sikap itsar (mengutamakan saudaranya dibanding dirinya walaupun ia membutuhkan) yang tidak biasa dan sangat jarang terjadi di dunia wanita itu, membuat Aisyah sangat terkagum kepada kemuliaan akhlak Saudah.
Imam Muslim dalam sahihnya berhasil merekam sebuah riwayat yang berisi kekagumannya;
Aisyah berkata: “Tak ada seorang pun wanita yang lebih kusukai agar diriku menjadi sepertinya selain Saudah bintu Zam’ah. Ia adalah wanita yang tegar berjiwa besar. Tatkala masuk usia senja, ia berkata, ‘Ya Rasulullah aku hadiahkan jatah giliranku bersamamu untuk Aisyah, maka Rasulullah memberi bagian Aisyah 2 hari yang sehari pemberian Saudah.” [HR. Muslim : 1463].
Semua itu dilakukan oleh Saudah lantaran beliau ingin tetap menjadi bagian dari Ummahatul Mukminin sebagai istri manusia pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sikap dan prinsip yang sangat layak dicontoh dan diteladani dari sebuah cita-cita mulia yang muncul dari sosok wanita mulia dimana pandangannya akan arti kehidupan ini melesat jauh kedepan yaitu kebahagiaan hidup di Jannah Allah Subhanahu wa Ta’ala.