Pengkurban Memakan Daging Sembelihannya?

Alhamdulillah, kita sedang berada pada awal bulan Dzulhijjah yang penuh dengan keutamaan. Selain karena didapatinya suatu ibadah mulia yaitu Ibadah Haji beserta beberapa manasiknya yang tidak bisa dilakukan pada waktu yang lain semisal Wukuf di Arafah, Mabit di Mina dan lain sebagainya.
Ketentuan Allah bahwa amalan-amalan shalih yang dikerjakan di saat-saat ini merupakan amalan shalih yang sangat dicintai-Nya juga menambah kemuliaan bulan ini.
Hal ini sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sabdakan dalam salah satu haditsnya,
(مَا مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَالِحُ فِيْهَا أَحَبُّ إِلى الله مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ). يَعْنِي أَيَّامَ العُشْرِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ الله وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيْلِ الله؟ قَالَ:(وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ الله إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ).
“Tidak ada satu amalan shalih yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amalan shalih yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah). Para Shahabat bertanya: “Ya Rasulullah, Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan membawa jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah serta yang ainnya).
Adanya syariat berkurban, yaitu menyembelih binatang ternak (unta, sapi atau kambing) yang dilaksanakan pada tanggal 10 hingga tanggal 13 Dzulhijjah semakin menambah kemuliaan bulan yang sering disebut sebagai bulan haji ini.
Adapun terkait ibadah kurban, masih sering muncul pertanyaan dari sebagian orang, “Bolehkah orang yang berkurban memakan daging dari hasil sembelihannya?” atau “Benarkah menyedekahkan seluruh daging hasil sembelihan lebih utama daripada mengambil sebagiannya untuk dimakan sendiri?” serta pertanyaan lain yang semisalnya.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semisal ini, berikut mari kita simak penjelasan asy-Syaikh al-Faqih Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah terkait hal tersebut.
Asy-Syaikh berkata :
“Tidak mengapa bagi seseorang yang menyedekahkan seluruh daging hasil sembelihannya, ia tidak berdosa atas perbuatan tersebut. Hal ini didasari atas suatu pendapat bahwa memakan daging hasil sembelihan hukumnya sunnah sebagaimana pendapat mayoritas ulama.
Namun sebagian ulama menyatakan bahwa memakan hasil sembelihan sendiri hukumnya wajib, jika tidak dilakukan pelakunya berdosa karena Allah lah yang memerintahkan hal itu serta mengedepankannya dari pada perintah untuk menyedekahkannya.” (Syarhul Mumti’).
Masih dalam kesempatan yang sama, asy-Syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Memakan daging hasil sembelihan sendiri merupakan bentuk mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal ini masuk dalam implementasi terhadap sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya), “Hari-hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) merupakan waktu untuk makan, minum dan mengingat Allah ‘Azza wa Jalla”. Intinya, tidak patut bagi seseorang yang berkurban untuk tidak memakan daging dari hasil sembelihannya sendiri.” (Syarhul Mumti’).
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :
لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ
Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (QS. Al Hajj : 28).
Wallahu a’lam bis shawab.