Kunci Hidup Bahagia
Edisi: 16 || Tahun 1439 H
Tema: ADAB
Dalam kitab “al-Wabil ash-Shayyib”, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyatakan bahwa seorang hamba tidak akan terlepas dari tiga keadaan saat menjalani roda kehidupan di dunia ini; memperoleh nikmat, mendapatkan musibah dan terjatuh pada dosa.
Dalam buletin singkat ini kita akan membahasnya satu demi satu. Semoga dengan itu bisa menambah ilmu bagi kita sehingga kita semakin dekat dengan Allah .
Mendapat Nikmat
Pembaca rahimakumullah, tidak ada seorangpun yang lepas dari nikmat Allah . Suatu hal yang tentunya menuntut adanya rasa syukur dari kita kepada Dzat yang telah memberikannya.
Allah berfirman, “Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)
Bersyukur adalah dengan meyakini bahwa semua nikmat itu semata-mata datang dari Allah, bukan dari selain-Nya. Kemudian senantiasa menyebut-nyebut nikmat tersebut dalam rangka bersyukur, bukan pamer. Dan yang tidak kalah penting, memanfaatkan nikmat tersebut untuk hal-hal yang mendatangkan ridha Allah .
Kita masih ingat penjelasan Nabi ketika menyebutkan bahwa dunia ini untuk empat golongan manusia. Salah satunya dan inilah golongan yang terbaik, adalah hamba yang dikaruniai ilmu dan harta. Lalu dia mengamalkan ilmunya dan bersyukur atas kekayaannya dengan memanfaatkannya untuk hal-hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah seperti silaturrahim dan sebagainya.
Beliau bersabda,
إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ، عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّه مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ، وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ
…. حَقًّا، فَهَذَا بِأَفْضَلِ المَنَازِلِ
“Sesungguhnya dunia ini untuk empat golongan manusia; (pertama) hamba yang Allah anugerahkan kepadanya harta dan ilmu. Kemudian ia gunakan untuk bertakwa kepada Rabbnya, menyambung tali silaturahim dan menyadari akan hak-hak Allah terkait harta dan ilmunya tersebut. Maka golongan inilah adalah yang paling baik keadaannya.”(HR. at-Tirmidzi dari shahabat Abu Kabsyah al-Anmari )
Barangsiapa yang berusaha melakukan tiga bentuk syukur ini, meyakini bahwa nikmat tersebut karunia dari Allah semata, menyebut-nyebutnya dalam rangka bersyukur, bukan karena sombong dan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada Sang Pemberi nikmat, maka sungguh dia telah berupaya untuk bersyukur kepada Allah meskipun terkadang tidak sempurna dalam menjalaninya.
Mendapat Musibah
Musibah dan ujian senantiasa mengiringi kehidupan seorang hamba. Sikap sabar menjadi obat yang mujarab dalam menghadapinya. Disamping itu pula, berharap pahala dari musibah yang menimpa dirinya sangat perlu untuk dilakukan.
Dalam salah satu hadits, Nabi bersabda,
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai duri yang mengenai dirinya, kecuali dengan sebab itu Allah akan menghapus dosa-dosanya.” (HR. al-Bukhari dari shahabat Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah )
Para pembaca rahimakumullah, sikap sabar itu direalisasikan dengan bentuk menahan diri dari rasa tidak ridha terhadap musibah yang telah ditakdirkan. Lalu menjaga lisan untuk tidak mengeluh dan kemudian diiringi dengan menahan anggota badan dari perbuatan nista seperti memukul-mukul wajah, merobek baju atau yang semisalnya.
Jika tiga hal ini dilakukan seorang hamba maka sungguh dia telah berusaha untuk bersabar dengan sebenar-benarnya.
Ketahuilah bahwa tidaklah Allah memberikan musibah kepada seseorang untuk menyengsarakannya. Akan tetapi, dengan musibah tersebut Allah hendak menguji tingkat kesabaran dan penghambaannya kepada Allah dalam keadaan tidak menyenangkan karena ditimpa musibah.
Sebab, mayoritas hamba, ia bertakwa dan menghambakan diri kepada Allah di saat yang menyenangkan dan lapang. Namun saat kondisi sulit, tidak sedikit yang lalai. Dengan adanya musibah, akan terbedakan kedudukan antara hamba yang satu dengan yang lain di sisi Allah.
Tatkala Jatuh dalam Dosa
Iblis dan bala tentaranya menggoda seorang hamba dari berbagai pintu; melalui pintu lalai, hawa nafsu dan amarah. Meskipun hamba tersebut berusaha untuk menghadang, namun tetap saja kelalaian, hawa nafsu dan amarah kerap terjadi. Nabi Adam, salah satu makhluk terbaik, tidak lepas dari godaan Iblis.
Saat terjatuh ke dalam dosa, seorang hamba dihantui rasa bersalah. Ia merasa kehancuran ada di depannya. Padahal disadari atau tidak, sesungguhnya dibalik peristiwa itu terkandung rahmat dan ampunan Allah .
Jika Allah menghendaki kebaikan pada hamba yang terjatuh pada dosa, maka pintu taubat akan dibukakan untuknya. Ia dimudahkan untuk melakukan amalan-amalan kebajikan.
Oleh karenanya, seorang hamba yang tergelincir dalam dosa, siapapun dia, hendaknya segera kembali dan bertaubat kepada-Nya. Pembaca rahimakumullah, Allah menyebutkan salah satu sifat orang-orang bertakwa,
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.“ (Ali Imran: 135)
Para pembaca, adakalanya sebuah dosa dapat mengantarkan pelakunya ke dalam surga. Sebaliknya, adakalanya sebuah kebaikan justru memasukkan pelakunya ke dalam neraka.
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Orang yang terjatuh ke dalam dosa tapi masuk surga, hal itu karena pelakunya senantiasa dihantui rasa takut, menyesal dan penuh rasa malu kepada Rabbnya. Sehingga, dosa yang ia lakukan ternyata membawa manfaat.
Dosanya mengantarkannya kepada rasa takut dan penyesalan serta taubat. Lalu, ia iringi dengan berbagai amal kebaikan dan ketaatan.
Adapun yang melakukan kebaikan tapi justru masuk neraka, hal itu karena pelakunya tertipu dengan kebaikan yang telah dia lakukan. Sehingga, ia sombong dan berbangga diri dengan kebaikannya.
Jika Allah menginginkan kebaikan pada jenis kedua ini, maka Allah akan menunjukinya kepada sesuatu yang dapat menjadikan dirinya bersikap rendah hati. Namun jika sebaliknya, maka Allah akan membiarkannya bersikap sombong. Sungguh, ini adalah penelantaran yang berujung pada kebinasaan.
Kunci Kebahagiaan
Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada kita, menjadikan hidup ini penuh berkah dimanapun kita berada. Berharap pula agar Allah memberikan taufik kepada kita untuk menjadi orang yang bersyukur ketika mendapat nikmat, bersabar ketika tertimpa musibah dan bertaubat saat terjatuh ke dalam kesalahan.
Sungguh, sikap syukur, sabar dan taubat merupakan kunci dan tanda kebahagiaan seseorang di dunia dan akhirat. Dikatakan sebagai kunci kebahagiaan karena seseorang yang menjalani hidupnya dengan tiga hal ini akan menjadi insan yang rendah hati, tunduk dan merasa butuh kepada Allah .
Disamping itu pula akan lahir sikap dan keyakinan bahwa Dialah satu-satunya tempat kembali dan satu-satunya Dzat yang berhak untuk dipersembahkan kepada-Nya seluruh amalan ibadah.
Jika keadaannya demikian, maka tidak ada yang akan diraih selain kebahagiaan dan kesuksesan hidup baik di dunia, terlebih di akhirat kelak.
Allahu a’lam bishshawab. Semoga bermanfaat. Amin.
Penulis: Ustadz Abdullah Imam