Aqidah
Bukan Radikalisme Dan Bukan Liberalisme!!
Radikalisme dan Liberalisme
Radikalisme dalam kehidupan beragama amat berbahaya. Modusnya adalah bersikap ekstrim dalam menjalankan agama hingga melampaui batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Radikalisme menyentuh sebagian lapisan umat, termasuk di bumi nusantara ini. Sebagian mereka ada yang jatuh dalam perangkap orang-orang radikal. Tak heran, bila fenomena takfir (mudah mengafirkan) merebak. Akibatnya, pemerintah dan orang-orang yang terkait dengan pemerintahan dikafirkan. Bahkan, berbagai teror pun kerap terjadi dan banyak memakan korban. Namun di sisi yang lain, fenomena sikap ektrim radikalisme tersebut ada yang melawannya dengan sikap ekstrim lainnya, yaitu liberalisme. Sebuah sikap bermudah-mudahan dalam kehidupan beragama yang bertolak belakang secara total dengan radikalisme. Akibatnya, bermunculan paham bahwa semua agama benar dan semuanya “memusuhi” radikalisme. Pada perkembangannya, muncul pernyataan-pernyataan bahwa “semua agama sama”, “semua menyembah kepada Tuhan yang sama walaupun masing-masing agama menyebutnya dengan nama berbeda”. “Jangan terikat dengan simbol-simbol, tapi perhatikan esensi maknanya.” Bahkan kaum liberalis menuding, keyakinan bahwa agama Islam sebagai satu-satunya agama yang benar, itulah penyebab munculnya radikalisme-terorisme. Laa haula wa laa quwwata illaa billaah. Sungguh semua itu adalah penistaan terhadap agama Islam yang dibawa oleh Baginda Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman (artinya),
“Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Ayat ini dengan tegas menunjukkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Selain agama Islam adalah tidak sah, yakni batil dan bukan agama yang benar. Semua rasul utusan Allah mengajak umatnya untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala, dan meninggalkan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah. Sebagaimana firman Allah tentang kisah dakwah para rasul tersebut, “Wahai kaumku beribadahlah kalian kepada Allah, tidak ada bagi kalian sembahan yang haq selain-Nya.” Para rasul tersebut datang kepada kaum yang menyembah tuhan sesuai dengan agamanya masing-masing. Para rasul itu tidak mengatakan bahwa tuhan pada semua agama itu hakekatnya satu. Namun mereka memerintahkan agar meninggalkan tuhan-tuhan tersebut, dan hanya beribadah kepada Allah satu-satunya tiada sekutu bagi-Nya.
Allah juga berfirman, (artinya) :
“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (sembahan) yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itu adalah batil, dan sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (al-Hajj : 62)
Jadi, semua tuhan selain Allah adalah batil. Semua agama selain Islam tidak beribadah kepada Allah, namun beribadah kepada tuhan-tuhan mereka selain Allah. Itu semua batil, dan hanyalah nama-nama yang diklaim sebagai tuhan, padahal tidak pantas sebagai tuhan. Allah Ta’ala berfirman (artinya),
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, padahal sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (an-Najm : 23)
Meledek Syi’ar Islam
Banyak pihak – termasuk orang-orang liberal – menuding, bahwa jenggot, celana cingkrang, gamis panjang, jilbab bercadar, sebagai ciri-ciri teroris. Tentu saja ini merupakan tudingan yang sangat jauh dari kebenaran, di samping kental dengan nuansa tendensius dan menunjukkan minimnya kualitas ilmu “sang intlektual” pengucapnya. Pada perkembangan berikutnya, muncul doktrin bahwa semua yang berasal dari Islam adalah radikal. Terlebih yang bernuansa bela agama alias jihad fi sabilillah yang sudah barang tentu ada aturannya yang tepat dan tidak serampangan.
Teror Pemikiran Lebih Berbahaya
Berbagai aksi kekerasan dan teror, berupa pengeboman, pembunuhan, dan lainnya yang terus marak terjadi, bahkan berhasil menjaring anak-anak muda kaum muslimin menjadi pelaku-pelaku utama dan militan, tidaklah terjadi begitu saja secara tiba-tiba. Namun melalui proses panjang propaganda dan penyebaran pemikiran melalui berbagai cara dan media. Inilah yang disebut dengan teror pemikiran, dan ini lebih berbahaya daripada teror fisik. Jika pada teror fisik dampaknya adalah terbunuhnya jiwa, hilang harta, dan rusaknya bangunan dan fasilitas, maka teror pemikiran lebih kejam lagi, karena korbannya berupa : matinya hati, aqidah sesat dan menyimpang, dan lahirnya para teroris yang kejam dan militan. Bahkan semua aksi teror, pengeboman, pengafiran terhadap sesama muslimin, tega menumpahkan darah sesama muslim, menghancurkan masjid, pemberontakan/kudeta bersenjata terhadap pemerintah yang sah, … dll, tidak lain merupakan hasil dari teror pemikiran yang gencar ditebarkan. Demikian pula di lain pihak. Berbagai tulisan dan kampanye yang dilakukan oleh orang-orang Liberal bahwa “semua agama sama”, “jangan meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang benar”, melecehkan dan meledek syari’at Islam, menghujat nabi, bahkan menghujat Allah, maka itu semua adalah penistaan aqidah dan menghancurkan sendi-sendi dan pondasi iman dan agama, sekaligus itu juga merupakan salah satu bentuk teror pemikiran. Apa yang tengah dikampanyekan oleh kalangan orang-orang Liberal ini sesungguhnya lebih berbahaya daripada penghancuran bangunan dan pembunuhan jiwa. Maka hendaknya para pengusung radikalisme dan liberalisme itu takut kepada Allah. Hentikanlah perbuatan merusak agama dan umat. Allah Ta’ala berfirman (artinya),
“Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi setelah bumi itu diperbaiki.” (al-A’raf : 56)
Menanggulangi Radikalisme dan Liberalisme
Memang, radikalisme merupakan penyimpangan dan kesesatan. Tapi dalam menanggulanginya tidak dengan liberalisme. Sungguh, liberalisme telah menampilkan Islam jauh dari yang sebenarnya, sebagaimana yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan diwariskan oleh para shabahat Nabi Radhiyallahu ‘anhum. Apabila Radikalisme mencoreng nama Islam dan menyebabkan kerusakan di muka bumi, maka tak kalah juga liberalisme dalam menghancurkan pondasi Islam. Maka dari itu, kedua paham menyimpang tersebut, radikalisme dan liberalism harus ditanggulangi secara bersamaan. Yaitu, dengan cara kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana yang telah diamalkan oleh para shahabat Radhiyallahu ‘anhum. Ini akan terwujud dengan cara, Melakukan pembinaan kepada umat, termasuk kaum mudanya. Hal ini dilakukan di atas prinsip at-Tashfiyah dan at-Tarbiyah.
At-Tashfiyah, yaitu membersihkan dan melindungi umat dari berbagai paham menyimpang dan merusak, seperti Ahmadiyah, Syi’ah, Gafatar, NII, ISIS, Al-Qaida, Liberal … dsb, termasuk radikalisme dan liberalisme itu sendiri. Termasuk di dalamnya pula adalah membantah berbagai propaganda yang ditebarkan oleh kelompok-kelompok tersebut. Demikian pula memperingatkan umat dari bahaya tokoh-tokoh yang menebarkan paham-paham sesat di atas dan membelanya, serta menebarkan paham takfir (mengkafirkan sesama kaum muslim), mengkritisi pemerintah yang sah secara terbuka, dan menistakan agama.
At- Tarbiyah, yaitu mendidik umat dengan ilmu agama yang benar. Ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berdasarkan prinsip para Salaful Ummah. Mendekatkan umat ini dengan para ‘ulama sunnah, yang senantiasa konsisten berpegang di atas agama yang benar, memiliki aqidah dan tauhid yang bersih dan murni, serta berjalan di atas prinsip para Salaful Ummah, termasuk para imam yang empat : Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i, dan Ahmad. Menghentikan segala bentuk tindakan kritik terbuka terhadap pemerintah muslim yang sah, karena itu akan menimbulkan dampak negatif yang banyak, salah satunya akan menimbulkan sikap radikal. Sebaliknya, upaya menanamkan kepada umat ini salah satu prinsip penting dalam agama, yaitu ketaatan kepada pemerintah muslim dalam perkara yang ma’ruf, bukan dalam kemaksiatan. Tidak boleh memberontak selama itu adalah pemerintah muslim. Mewaspadai gerakan Syi’ah, karena ia merupakan gerakan radikal yang sangat ekstrim. Perjalanannya selalu diwarnai kekerasan dan aksi-aksi berdarah. Selalu menebarkan ujaran kebencian kepada para shahabat Nabi yang mulia dan menistakan agama Islam. Sangat disesalkan, kaum liberal selalu membela, memuji, dan menebarkan simpatik terhadap Syi’ah. Menanamkan kepada umat bahwa Islam adalah satu-satu agama yang benar, yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin.
Islam sebagai Rahmatan lil ‘Alamin
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membawa Dienul Islam, sebagai Rahmatan lil ‘Alamin (Rahmat bagi Alam Semesta). Seabgaiman firman Allah (artinya),
“Tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.” (al-Anbiya’ : 107)
Al-Imam al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir meriwayatkan dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma pakar tafsir umat ini, menjelaskan ayat tersebut, “Barangsiapa yang mengikuti (ittiba’) beliau (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam) maka itu menjadi rahmat baginya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa tidak mau mengikuti beliau maka akan dihukum dengan apa yang menimpa umat-umat sebelumnya berupa ditenggelamkan dan dilempari batu.”
Jadi, misi Islam sebagai rahmatan lil ‘Alamin akan terwujud dengan mengikuti segala ajaran dan bimbingan (sunnah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam segala aspek, baik aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, politik, ekonomi, dll. Bukan malah menanggalkan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam karena menganggapnya radikal, atau dengan alasan budaya nasional, inklusif, dan lainnya.
Al-Imam Bisyr bin Al-Harits (w. 227 H) berkata, “Islam adalah Sunnah dan Sunnah adalah Islam.” (lihat Syarhus Sunnah, 132)
Wallahu a’lamu bish-shawab
Penulis: Ust. Abu ‘Amr Ahmad Alfian