Fiqih

BERSAHUR DAN BERIFTHOR (BERBUKA) MENURUT TUNTUNAN ROSULULLAH

Prosesi sahur dan ifthor merupakan dua prosesi yang cukup berarti dalam keberlangsungan shaum seseorang. Ia tidak hanya sekedar makan dan minum, namun ia justru sebagai ibadah yang membedakan antara kita (kaum muslimin) dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashoro). Sebagaimana yang diriwayatkan oleh shahabat Amr bin Ash bahwa Rosulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda :
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ اْلكِتابِ أَكْلَة السَّحَر
“Pembeda antara shaumnya kita dengan shaumnya Ahlul Kitab (adalah) adanya makan sahur.” (H.R Muslim)
Dan juga hadits yang diriwayatkan oleh Shahabat Abu Hurairah bahwa Rosulullah ? bersabda :
لاَ يَزَالُ الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الفِطْرَ لأََِنَّ اليَهُودَ وَ النَّصَارَى يُؤَخِّرُون
“Akan terus Islam ini jaya selama kaum muslimin masih menyegerakan berbuka (ifthor), karena sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashoro selalu menundanya.” (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Hakim. Dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shohih Sunan Abi Dawud no. 2353 dan Shohih Targhib no. 1075)

I. Tuntunan Rosulullah ? Dalam Bersahur
Perlu kita ketahui bahwa makan sahur adalah sesuatu yang disunnahkan dan terdapat padanya barokah yang banyak sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik bahwa Rosulullah ? bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada makan sahur ada barokah.” (H.R. Al-Bukhari Muslim)
Di antara barokah yang terdapat pada makan sahur adalah :
1. Ittiba’ As-Sunnah (mengikuti jejak Rosulullah ?),
2. Membedakan diri dengan Ahlul Kitab,
3. Memperkuat diri dalam ibadah,
4. Mencegah timbulnya akhlak yang jelek seperti marah dan lainnya dikarenakan rasa lapar,
5. Membantu seseorang untuk bangun malam dalam rangka berdzikir, berdo’a serta shalat di waktu yang mustajab,
6. Membantu seseorang untuk niat shaum bagi yang lupa berniat sebelum tidur.

Barokah-barokah tersebut ada yang bersifat kebaikan duniawi dan ada yang bersifat kebaikan ukhrawi, sebagaimana yang di simpulkan oleh Al Imam Ibnu Daqiq Al-‘Id. (Fathul Baari Kitabush Shaum Bab 20 Hadits no. 1923)

1. Mengakhirkan Sahur dan Jarak (Waktu) antara Sahur dengan Sholat Shubuh

Mengakhirkan sahur termasuk sunnah Rosulullah ? . Hal ini tentunya sangat berbeda dengan kebiasaan kebanyakan kaum muslimin yang mendahulukan waktu sahur jauh dari fajar shodiq (fajar kedua, pertanda datangnya waktu sholat shubuh). Shahabat Anas bin Malik ? dan Zaid bin Tsabit ? berkata :
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِي ? ثُمَّ قَامَ إلى الصَّلاةِ قُلْتُ : كمْ كانَ بَيْنَ الأذانِ وَالسَّحُورِ ؟ قال : قَدْرَ خَمْسِيْنَ آيَــة

“Kami makan sahur bersama Nabi ? kemudian beliau berdiri untuk shalat shubuh, saya (Anas bin Malik) bertanya kepadanya: berapa jarak antara adzan dengan sahur? beliau menjawab: kurang lebih sepanjang bacaan lima puluh ayat.” (H.R. Al Bukhori – Muslim)
2. Bersahur dengan Tamr ( Kurma )
Sebaiknya dalam hidangan sahur terdapat tamr karena Nabi ? bersabda :
نِعْمَ سَحُوْرُ المُؤْمِنِ التَّمْرُ
“Sebaik-baik makanan sahur seorang mu’min adalah tamr”. (H.R. Abu Dawud , Ibnu Hibban, dan Al Baihaqi. Dan dishohihkan oleh Al Albani dalam Ash Shohihah no. 562)

B. Tuntunan Rosulullah ? dalam Berifthor
1. Kapan Diperbolehkan Berifthor
Al-ifthor boleh dilakukan bila telah datang malam sebagaimana firman Allah ?:
?ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إلَى اللَّيْلِ?
“kemudian sempurnakanlah shaum sampai malam hari.” (QS. Al Baqarah: 182)
Yang mana ayat ini telah ditafsirkan oleh Rosulullah ? bahwa hal itu terjadi apabila telah muncul kegelapan malam dan telah hilang cahaya siang serta tenggelamnya matahari, sebagaimana yang diriwayatkan oleh shahabat Umar bin Al Khothob ? bahwa Rosulullah ? bersabda:
إَذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ ههُنَا وَ أدْبَرَ النـَّهَارُ مِنْ هـهُنـَا وَغَابَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Jika telah muncul kegelapan malam dari arah sini (yakni timur) dan telah pergi cahaya siang dari arah sini (yakni barat) dan telah terbenam matahari maka telah diperbolehkan al-ifthar bagi orang yang shaum.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dan juga hadits Abdullah bin Abu Aufa ? berkata: كنَّا مََعَ رَسُولِ اللهِ ? فِي سَفَرٍ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فَلمَّا غَابَتِ الشَّمْسُ قال يَا فُلانُ اِنْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا قال يَا رَسُولَ اللهِ إنَّ عَلَيْكَ نـَهَارًا قال اِنْزِلْ فَاجْدَحْ لَنَا فَنَزَلَ فَجَدَحَ فَأتَاهُ بِهِ فَشَرِبَ النَّبِي صلى الله عليه و سلم ثُمَّ قال بِيَدِهِ : إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ مِنْ هَهُناَ وَجَاءَ اللـَّيْلُ مِنْ هَهُنـَا فَقَدْ أفْطرَ الصَائِمُ
“Kami bersama Rosulullah ? di dalam sebuah perjalan di bulan Ramadhan, ketika matahari telah terbenam, beliau berkata (kepada salah seorang shahabatnya): Wahai fulan turunlah (dari kendaraanmu) dan siapkan makanan untuk kami. Shahabat tadi Berkata: Wahai Rosulullah sesungguhnya engkau masih di siang hari. Berkata Rosulullah ? turunlah dan siapkan makan untuk kami! Kemudian orang tersebut turun lalu mempersiapkan makanan dan menghidangkannya kepada Rosulullah ?, beliau pun kemudian minum seraya berkata sambil menunjuk dengan tangannya: Jika telah tenggelam matahari dari arah sini (barat) dan telah muncul kegelapan malam dari arah sini (timur) maka telah boleh berbuka bagi orang yang shaum.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

2. Dengan Makanan Apa Seorang Berifthor?
Sebaiknya bagi seorang yang shaum agar berifthor (berbuka) dengan ruthob (kurma setengah matang), kalau tidak mendapatkannya boleh dengan tamr (kurma yang masak), kalau tidak ada boleh dengan air, sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik, bahwasanya beliau bersabda:
كَانَ رَسُولُ اللهِ يُفْطِرُ عَلى رُطبَاتٍ قَبْلَ أنْ يُصَلِّيَ فَإنْ لَمْ يَكُنْ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فإنْ لَمْ يَكـُنْ تَمَرَاتٍ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Bahwasanya Rosulullah ? dahulu berbuka (berifthor) dengan beberapa ruthob, jika tidak mendapatinya maka dengan kurma yang sudah matang, kalau tidak mendapatinya maka dengan meneguk air beberapa tegukan.” (H.R. Abu Dawud, At Tirmidzi, Al-Hakim, dan selainnya. Dishohihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud hadits no. 2356 dan Shohih Sunan At Tirmidzi hadits no. 696)

3. Doa Ketika Berifthor
Telah disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Al Hakim dari shahabat Abdullah bin ‘Umar bahwa Rosulullah ? bila berifthor mengucapkan:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلّتِ اْلعُرُوقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ الله ُ
“Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat dan tercatatlah al-ajr (balasannya) insya Allah. (Hadits ini dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud (no.2357). Namun Asy Syaikh Muqbil berpendapat bahwa hadits tersebut lemah sebagaimana dalam kitabnya Tatabbu’ Auham Al Hakim Jilid I hal.583 (no.1536). Maka silahkan para pembaca memilih salah satu pendapat tersebut).
4. Menyegerakan Berifthor
Menyegerakan berifthor merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh Rosulullah ? dan dicontohkannya sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Abu Aufa yang telah lalu. Dan hadits Sahl bin Sa’d bahwa Rosulullah ? bersabda:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطرَ
“Tidaklah henti-hentinya kaum muslimin berada dalam kebaikan (kemuliaan) selama mereka masih menyegerakan al-ifthor.” (H.R Al Bukhori – Muslim)

Penundaan al-ifthor merupakan kebiasaan kaum Syi’ah, yang mana mereka selalu menunggu munculnya bintang-bintang di langit dan ini menyelisihi sunnah Rosulullah ? sebagaimana hadits Sahl bin Sa’d, berkata Rosulullah ?:
لاَ تَزَالُ أُمَّتِي عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ
“Tidak henti-hentinya umatku di atas sunnahku selama mereka tidak menunda ifthornya sampai munculnya bintang-bintang.” (H.R. Ibnu Hibban)
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Daqiq Al-Id dalam Fathul Bari jilid 4 hadits no. 1957.

Tanya – Jawab Soal:
Kapan waktu akhir makan sahur dan bagaimanakah imsak menurut syariat Islam ?
Jawab:
Waktu terakhir untuk makan sahur telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu dengan terbit dan jelasnya fajar shodiq (fajar kedua, pertanda datangnya waktu shubuh ) sebagaimana firman Allah ? :
?وَكلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكمُ الخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الفـَجْرِ?
“Silahkan kalian makan dan minum sampai nampak dengan jelas cahaya fajar.” (Q.S. Al-Baqoroh : 187)
Sebagaimana pula dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, berkata :
إنَّ بلاَلاً كَانَ يُؤَذنُ بِلَيْلٍ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ?كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذنَ اِبْنُ أمِّ مَكتُومٍ فَإنَّهُ لا يُؤَذنُ حَتَّى يَطلُعَ الفَجْرُ
“Sesungguhnya Bilal beradzan pada waktu malam hari, maka berkata Rosulullah ?: Silahkan kalian makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum beradzan, sesungguhnya dia tidak beradzan kecuali setelah terbit fajar.” (H.R Al Bukhori )
Demikian pula hadits Sahl bin Sa’d ?, beliau berkata:
كُنْتُ أَتَسَحَّرُفِي أَهْلِي ثُمَّ تَكُونَ سُرْعَتِي أنْ أدْرِكَ السُّجُودَ مَعَ رَسُولِ اللهِ ?
“Aku pernah makan sahur bersama keluargaku kemudian aku bersegera untuk mendapatkan sujud bersama Rosulullah ?.”. (H.R Al Bukhori)
Berdasarkan dalil-dalil dan penjelasan di atas, maka imsak tidak ada tuntunannya dari Rosulullah ?, sehingga walaupun pengumuman imsak telah dikumandangkan , sedangkan fajar shodiq (fajar kedua, pertanda datangnya waktu shubuh ) belum tampak, maka masih di perbolehkan bagi kaum muslimin untuk makan sahur.
Wallohu a’lam bish – showab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button