Fiqih

Aturan Shaf Shalat Berjamaah, Tinjauan Shaf Berjarak ala Al-Zaytun

 

Tatacara shalat telah diajarkan secara langsung oleh Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para Shahabatnya.

Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang memerintahkan langsung untuk mencontoh tatacara shalat tersebut persis sebagaimana beliau kerjakan.

Beliau bersabda :

وصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Dan Shalat-lah kalian (dengan tatacara) sebagaimana kalian melihat aku shalat(HR. Al Bukhari).

Sehingga, segala gerakan, bacaan dan aturan di dalam shalat; semuanya telah dicontohkan Nabi dan dipraktekkan oleh para Shahabatnya.

Di antara tatacara shalat yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah merapatkan shaf ketika shalat berjamaah.

Imam Al-Bukhari membuat sebuah bab dalam kitab Shahih-nya dengan judul: “Bab: menempelkan bahu dengan bahu dan kaki dengan kaki dalam shaf.” Kemudian beliau menukil hadits-hadits berkaitan dengan topik ini.

Antara lain Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam,
“Luruskanlah shaf kalian, sungguh aku bisa melihat kalian dari balik punggungku.”
Salah seorang perawi hadits mengatakan, “Dulu salah seorang dari kami (para Shahabat) menempelkan pundaknya dengan pundak kawannya, kakinya dengan kaki kawannya.”

Imam Ibnu Hajar Asy Syafi’i rahimahullah menerangkan, bahwa maksud hadits di atas adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meluruskan shaf dan mengisi celah padanya. (Fathul Bari).

Keterangan di atas sudah cukup untuk menunjukkan bahwa aturan shaf dalam shalat haruslah lurus dan rapat, tidak boleh berjarak.

Tidak sebagaimana yang dilakukan oleh ponpes al-Zaytun, yang membolehkan shaf shalat berjarak tanpa ada uzur. Bahkan mereka berargumen dengan firman Allah dalam surat al-Mujadilah :

{ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوۤا۟ إِذَا قِیلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُوا۟ فِی ٱلۡمَجَـٰلِسِ فَٱفۡسَحُوا۟ یَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ }

“Dan apabila dikatakan kepada kalian untuk berlapang-lapanglah di dalam majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan melapangkan untuk kalian.” (QS. Al-Mujadalah : 11).

Ayat ini sebenarnya tidak ada kaitannya dengan shaf shalat, akan tetapi ayat ini berkaitan dengan majelis, antara lain majelis ilmu.

Tentang tafsir ayat ini, Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i rahimahullah menukil pendapat Qatadah, bahwa :

ayat ini turun berkaitan dengan majelis zikir (ilmu). Demikian itu karena dahulu para shahabat jika melihat ada salah seorang mendatangi majelis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka enggan memberi ruang. Oleh sebab itu Allah memerintahkan mereka untuk memberi kelapangan satu sama lain.

Dan tidak ada pertentangan antara kandungan makna ayat ini dengan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk merapatkan dan mengisi celah shaf. Karena memberi kelapangan itu pada tempatnya, yaitu ketika bermajelis ilmu dan lainnya. Sedangkan shaf shalat ada aturannya sendiri.
Toh ayat ini juga diturunkan kepada Nabi yang memerintahkan untuk merapatkan shaf.

Demikian pula para shahabat yang menjadi saksi turunnya ayat ini, tidak ada seorang pun dari mereka yang berpandangan untuk memberi kelapangan dalam shaf.

Termasuk dalam hal pengaturan shaf shalat berjamaah adalah shaf laki-laki dimulai dari depan, sementara shaf perempuan dimulai dari belakang.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

“Sebaik-baik shaf lelaki adalah yang pertama (paling depan), dan yang paling jelek adalah yang terakhir. Dan sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling akhir, dan yang paling jelek adalah yang paling depan.” (HR. Muslim).

Hal ini bukan berarti mendiskreditkan perempuan, atau tidak memuliakan perempuan. Justru Islam telah mendudukkan hukum-hukum yang sesuai dan paling adil terkait dengan perempuan. Karena pada hakikatnya, ada perbedaan tabiat antara laki-laki dan perempuan.

Dan tidak dibenarkan juga memosisikan perempuan di antara shaf para lelaki, dengan alasan ingin memuliakan perempuan. Bahkan Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu pernah mengisahkan, dahulu beliau, seorang anak yatim dan ibundanya, Ummu Sulaim, shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Pada saat itu posisi Ibunda Anas berada di paling belakang. (HR. Al-Bukhari).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang paling memuliakan perempuan, tidak pernah menempatkan perempuan satu shaf dengan laki-laki.

Dan sudah menjadi kesepakatan ulama, bahwa shaf perempuan berada di belakang shaf laki-laki.

Demikian beberapa aturan shaf dalam shalat berjamaah yang dituntunkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Semoga bisa menjadi ilmu bermanfaat bagi kita semua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button