Fiqih

Apakah Disunnahkan Berpuasa dari Tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah?

 

Tak dipungkiri bahwa awal bulan Dzulhijjah adalah waktu utama untuk beramal shalih. Di antaranya dengan memperbanyak dzikir, takbir, tasbih, tahmid, membaca Al Quran dan termasuk pula berpuasa.

Di antara yang menunjukkan keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah adalah hadits Ibnu ‘Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».

“Tidak ada hari-hari dimana amal saleh lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari tersebut, (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).”
Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali sesuatupun dari itu.” (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ibadah Puasa juga di sunnahkan mulai dari awal bulan Dzulhijjah tanggal 1 sampai 9, Diriwayatkan dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ تِسْعَ ذِىْ الْحِجَّةِ، وَيَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرِ، وَأَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيْسَ.

Dulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa pada sembilan hari awal bulan Dzulhijjah, hari ‘Asyura, tiga hari pada setiap bulan, dan hari Senin pertama awal bulan serta hari Kamis. ((Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2437)).

Adapun terkait hadits yang menjelasan bahwa Nabi tidak pernah berpuasa di awal bulan Dzulhijjah, sebagaimana hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berikut ini :

مَارَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا فِيْ الْعَشْرِ قَطٌّ

Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. ((Shahîh : HR. Muslim (no. 1176)).

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Perkataan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa pada sepuluh hari tersebut, mungkin beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berpuasa karena suatu sebab, seperti sakit, safar, atau selainnya. Atau ‘Aisyah Radhiyallahu anha memang tidak melihat beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa pada hari-hari tersebut. (Syarh Shahîh Muslim).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Bahwasanya itu merupakan pengkabaran dari ‘Aisyah tentang apa yang ia ketahui. Dan perkataan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didahulukan atas sesuatu yang tidak diketahui oleh perawi. Imam Ahmad rahimahullah telah merajihkan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa pada sembilan hari tersebut. Jika hadits tersebut shahih (maka sebagai dalil yang jelas tentang disyariatkannya puasa sembilan hari di awal bulan Dzulhijjah), dan jika tidak shahih, sesungguhnya puasa pada sembilan hari tersebut masuk dalam keumuman amalan shalih yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hadits Ibnu Abbas (yang telah kami sebutkan di awal tulisan ini). (Fatawa Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin fiz Zakati wash-Shiyami (I/792, no. 401).

Inti dari penjelasan ini, bolehnya berpuasa penuh selama sembilan hari bulan Dzulhijah atau berpuasa pada sebagian harinya saja, bisa diniatkan dengan puasa tiga hari setiap bulan, atau puasa Senin dan Kamis, atau puasa Daud, namun jangan sampai ditinggalkan puasa Arafah tanggal 9 Dzulhiijah, Karena keutamaan besar yang ada padanya akan menghapuskan dosa selama dua tahun.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Qotadah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ.

“Puasa Arafah aku berharap kepada Allah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) aku berharap kepada Allah bisa menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).

Wallahu a’lam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Baca Juga
Close
Back to top button