Selayang Pandang Negeri Keselamatan (1) (Tingkatan Surga)
Edisi: 20 || 1441H
Tema: Akidah
بسم الله الرّحمان الرّحيم
Apabila kita menelusuri berbagai negeri di seluruh penjuru bumi, niscaya akan kita dapati bahwa tidak ada satu pun dari negeri-negeri tersebut yang benar-benar selamat dari musibah dan kesengsaraan. Semakmur apa pun suatu negeri, tentu kita akan melihat di antara penduduk negeri tersebut yang hidup menderita. Penderitaan tersebut timbul dengan berbagai macam sebab, bisa jadi dikarenakan bencana alam, wabah penyakit, kekeringan, krisis ekonomi, peperangan dan lain-lain.
Kenyataan ini membawa kita kepada suatu kesimpulan bahwa dunia yang kita tinggali ini bukanlah tempat yang sempurna. Kenikmatannya tidak abadi, suka citanya diikuti dengan kesedihan, kebahagiaannya disisipi kegalauan, dan kehidupannya pasti berujung kematian. Kalaulah ada negeri yang sempurna pastinya bukan di dunia tempat tinggal kita sekarang ini.
Namun bukan berarti negeri tak bercela hanya khayalan semata. Negeri tersebut benar-benar ada. Allah ta’ala telah menciptakannya. Allah ta’ala mengajak umat manusia untuk menjadi penghuninya, lalu memberi hidayah kepada sebagian manusia untuk menempuh jalan yang mengantarkan kepadanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam, dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). ” (Yunus: 25)
Darussalam (negeri keselamatan) tersebut tidak lain adalah al-Jannah (surga), tempat peristirahatan bagi kaum mukminin setelah lelah mengarungi kehidupan dunia.
Pentingnya Mengenal Sifat-Sifat Surga
Ketika kita berusaha membendingkan antara kedua negeri tersebut, surga dan dunia, jelas akan menghasilkan perbandingan yang timpang. Namun sungguh mengherankan, manusia selalu saja mengejar fatamorgana kehidupan dunia yang semu dan lebih mengedepankannya dibandingkan kenikmatan surga yang kekal abadi. Dan yang lebih memprihatinkan, disadari atau tidak, bisa jadi kita termasuk bagian dari golongan tersebut. Allahul musta’an.
Agaknya kita perlu meluangkan waktu sejenak untuk melemparkan selayang pandang menuju surga, melalui kabar berita nabawi di dalam al-Qur’am dan as-Sunnah, agar kita semakin meyakini betapa rendahnya kehidupan dunia, serta akan lahir sikap rela berkorban demi meraih kenikmatan surgawi. Sebagaimana Allah ta’ala menyatakan tentang orang-orang yang mati syahid dalam perang fii sabilillah (yang artinya), “Dan (Allah) memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah diperkenalkan-Nya kepada mereka.” (Muhammad: 6)
Berkata asy-Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam menafsirkan ayat tersebut, “Yakni: pertama-tama Allah kenalkan surga, dengan menjadikan mereka merasa rindu kepadanya, Allah sebutkan sifatnya kepada mereka, lalu Ia sebutkan pula amalan-amalan yang akan menghantarkan kepadanya, termasuk di antaranya ketika seseorang terbunuh fii sabilillah (di jalan Allah). Ia berikan taufik kepada mereka untuk melakukan apa yang ia perintahkan, serta Allah jadikan mereka bersemangat melakukannya.
Kemudian setelah mereka masuk ke dalam surga Allah perkenalkan mereka kepada tempat-tempat tinggal mereka dan apa yang ada di dalamnya berupa kenikmatan abadi dan kehidupan yang penuh dengan keselamatan.” (lihat Tafsir as-Sa’di, hal 751)
Sungguh beruntung seorang yang telah Allah ta’ala jadikan dia mengenal surga sebelum memasukinya. Oleh karena itu, mari kita sermati apa yang Allah ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu’alaihi wasallam sebutkan mengenai keadaan surga.
Perbedaan Tingkatan Kaum Mukminin di Surga
Kaum mukminin berbeda-beda tingkatan dalam hal keimanan serta amalannya. Sebagaimana lebih kuat keimanannya serta lebih bernilai amalannya dibanding sebagian yang lain. Oleh karena itu Allah ta’ala pun membedakan tingkatan mereka di dalam surga sesuai dengan derajat iman dan amal.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan.” (al-Ahqaf: 19)
Jarak antar Tingkatan Surga
Jarak antara satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya sungguh sangat jauh. Sampai-sampai penduduk surga di tingkatan yang lebih rendah melihat panduduk surga di tingkatan yang lebih tinggi layaknya melihat bintang di ufuk. Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (artinya), “Sesungguhnya para penduduk surga akan melihat para penghuni kamar-kamar yang ada di atas mereka, sebagaimana mereka meliaht bintang cemerlang yang bergerak di ufuk dari arah timur – atau arah barat – dikarenakan adanya perbedaan tingkatan antara mereka.” (HR. al-Bukhari no. 3256 dan Muslim no. 2832 dari shahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiallahuanhu)
Dalam hadits yang lain Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya di surga ada seratus tingkatan, jarak antara dua tingkatan seperti jarak antara langit dan bumi”,
Kemudian beliau menjelaskan tentang tingkatan surga tertinggi, “Dan tingkatan yang paling tinggi darinya adalah Al Firdaus, di atasnya ada Arsy, dia lah bagian paling tengah dari surga, dan darinya lah terpancarkan sungai-sungai surga. Apabila kalian meminta kepada Allah maka mintalah al-Firdaus.” (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad dari shahabat Mu’adz bin Jabal radhiallahuanhu, dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah)
Jumlah Tingkatan Surga
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa surga memiliki seratus tingkatan. Namun bukan berarti tingkatan surga hanya seratus jumlahnya. TIngkatan surga lebih banyak dari itu. Allah ta’ala yang lebih mengetahui berapa jumlah tingkatan surga seluruhnya. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam yang lainnya,
يقال لصاحب القرآن أذا دخل الجنّة: اقرأ واصعد, فيقرأ ويصعد بكلّ آية درجة حتّى يقرأآخرشيء معه
“Akan dikatakan kepada shahib al-Qur’an apabila ia telah masuk surga, “bacalah dan naiklah”. Maka ia membaca dan naik satu tingkatan dengan setiap ayat yang dibacanya, hingga ia membaca ayat terakhir yang ada padanya.” (HR. Ibnu Majah no. 3780 dan Ahmad no. 11360 dari shahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiallahuanhu, dan dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah)
Shahib al-Qur’an adalah seorang yang selalu membaca al-Qur’an dan beramal dengannya. Di surga ia akan diperintahkan untuk membaca al-Qur’an sebagaimana dahulu ia membacanya selama di dunia, lalu tingkatannya di surga akan naik sejumlah dengan ayat yang dibacanya. Ini jelas menunjukkan bahwa tingkatan surga lebih dari seratus.
Oleh karena itu, al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan bahwa ada dua makna yang dimungkinkan dari penyebutan seratus tingkatan surga dalam hadits, yaitu:
Pertama: seratus tingkatan tersebut hanyalah sebagian dari tingkatan surga dan masih ada tingkatan-tingkatan lainnya.
Kedua: yang dimaksud dengan seratus tingkatan adalah penyebutan secara global, setiap tingkatan tersebut masih terbagi-bagi menjadi beberapa tingkatan. (lihat Hadil Arwah hal. 93-94)
Tingkatan al-Wasilah
Dari seluruh tingkatan surga, ada satu tingkatan tertinggi yang hanya bisa dicapai oleh seorang hamba Allah ta’ala. Tingkatan tersebut bernama al-Wasilah, dan hamba tersebut adalah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. Beliau bersabda (yang artinya), “Apabila kalian mendengar muadzin maka ucapakalah semisal dengan yang dia ucapkan, kemudian bershalawatlah kepadaku karena barangsiapa yang bershalawat kepadaku dengan satu kali shalawat, Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali shalawat. Kemudian mintakan bagiku al-Wasilah, karena itulah suatu posisi di surga yang tidak mungkin didapatkan kecuali oleh seorang saja dari hamba-hamba Allah, Aku berharap akulah hamba tersebut. Barangsiapa yang memintakan untukku al-Wasilah maka ia akan mendapatkan syafa’at.” (HR. Muslim no. 384 dari shahabat Abdullah bin Amr radhiallahuanhuma)
Permintaan al-Wasilah yang dimaksud yaitu dengan membaca doa setelah adzan yang masyhur di mana terdapat padanya lafazh:
آت محمدا الوسيلة
“Berikalah kepada Muhammad al-Wasilah….” (HR. al-Bukhari no. 589, 4442 dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiallahuanhuma)
Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa salah seorang shahabat bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud al-Wasilah?”.
Beliau shalallahu’alaihi wasallam menjawab, “Tingkatan yang paling tinggi di surga, tidak akan dicapai kecuali oleh satu orang saja, dan aku berharap akulah orang tersebut.” (HR. at-Tirmidzi no. 3612 dari shahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu, dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah)
Naiknya Derajat Sebagian Penghuni Surga
Akan ada sebagian penghuni surga yang Allah ta’ala naikkan posisinya ke tingkatan surga yang lebih tinggi dengan karunia-Nya. DI antaranya adalah anak keturuan dari seorang mukmin yang mengikutinya dalam keimanan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (ath-Thur: 21)
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda menjelaskan tentang makna ayat ini (yang artinya), “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat anak keturunan seorang mukmin (di surga) setara dengan derajatnya, walaupun tingkatan amalan mereka tidak mencapai tingkatan amalannya, agar ia merasa senang dengan keberadaan mereka di sisinya.”
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam lalu membaca ayat di atas kemudian beliau melanjutkan, “Lalu Allah berfirman, ‘Tidaklah Kami mengurangi bagian para ayah dengan apa yang telah Kami berikan kepada anak-anaknya’.” (HR. al-Bazzar dan Ibnu “Adi dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu, dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah)
Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis: Ustadz Abu Ahmad hafizhahullah