Hukum Shalat Jum’at bagi Musafir

Shalat Jum’at wajib bagi setiap laki-laki muslim, merdeka (bukan budak), baligh, sehat akalnya, mampu menghadiri (shalat jumat) dan mukim (tidak safar). Sehingga Shalat Jum’at tidak wajib bagi seorang budak, wanita, anak-anak, orang gila, orang sakit atau musafir (yang sedang berpergian).
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
الْجُمعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ، إِلَّا أَرْبَعَة عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَو صَبِيٌّ أَوْ مَرِيْضٌ
“Shalat Jum’at wajib dikerjakan secara berjamaah bagi setiap muslim, kecuali 4 golongan; hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sedang sakit.” (HR. Abu Dawud).
Shalat Jum’at tidak wajib bagi musafir karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah mengerjakan Shalat Jum’at dalam perjalanan safar-safarnya. Saat beliau sedang haji, ketika itu Hari Arafah bertepatan dengan hari Jum’at, bersamaan dengan itu beliau (tidak mengerjakan Shalat Jum’at) namun mengerjakan Shalat Zhuhur dan Ashar dengan cara dijamak.
Adapun musafir yang sedang singgah di suatu kota yang dilaksanakan Shalat Jum’at di sana, maka ia dianjurkan untuk ikut shalat bersama masyarakat muslim setempat.
Jika seorang budak, wanita, anak-anak, orang sakit, ataupun musafir menghadiri Shalat Jum’at, maka shalat (Jum’at) nya sah dan tidak perlu lagi mengerjakan Shalat Zhuhur. (al-Fiqh al-Muyassar).
Berikut ini beberapa tambahan yang berkaitan dengan Shalat Jum’at bagi musafir:
Pertama: Hukum bagi sekelompok musafir mendirikan Shalat Jum’at sendiri tidak bersama masyarakat setempat.
Jawaban: Tidak disyariatkan Shalat Jum’at bagi para musafir.
Dalilnya adalah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam banyak safarnya tidak pernah mendirikan Shalat Jum’at padahal beliau bersama rombongan besar, beliau hanya mengerjakan Shalat Zhuhur yang diqashar. (asy-Syarhul Mumti’ Li Asy-Syaikh Utsaimin).
Kedua: Hukum seorang musafir menjadi imam dalam Shalat Jum’at bersama orang-orang yang mukim (tidak safar)?
Jawaban: Menurut pendapat yang paling benar dari dua pendapat para ulama, sah hukumnya seorang musafir mengimami Shalat Jum’at bagi orang-orang yang mukim jika ia memiliki keahlian dalam mengimami shalat.
Ini merupakan pendapat Madzhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam asy-Syafi’i. Pendapat ini juga disebutkan olah pengarang kitab al-Mughni (Imam Ibnu Qudamah), ini juga pendapat Madzhab Hanbali dalam salah satu riwayat, ini disebutkan oleh pengarang kitab al-Inshaf (al-Mardawi).
Kami tidak tahu adanya dalil syar’i yang melarang hal ini. (al-Lajnah ad- Daimah Lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta’).
Ketiga: Hukum menjamak Shalat Jum’at dan Shalat Ashar bagi musafir?
Jawaban: Tidak wajib bagi seorang musafir untuk mengerjakan Shalat Jum’at, cukup bagi mereka untuk Shalat Zhuhur, tidak mengapa untuk menjamak Shalat Zhuhur dengan Ashar. Adapun jika ia Shalat Jum’at bersama masyarakat di tempat ia singgah, maka ia tidak boleh menjamak Shalat Jum’at tersebut dengan Shalat Ashar. Ia wajib melaksanakan Shalat Ashar pada waktunya. (Majmu’ Fatawa Li Ibni Baz).