Haji dan Arab Saudi
Sebagai rukun Islam yang kelima, menunaikan haji menjadi dambaan setiap muslim di seluruh dunia. Walaupun membutuhkan biaya yang tidak sedikit, animo kaum muslimin untuk menyambut panggilan ilahi ini tetap besar. Setiap tahunnya, jumlah jemaah haji dari berbagai negara yang mengunjungi dua tanah suci semakin besar, termasuk Indonesia. Jumlah ini belum ditambah dengan jemaah umrah yang hilir mudik, silih berganti memadati Masjidil Haram setiap harinya, terutama di bulan Ramadhan yang hampir mirip dengan jumlah jemaah haji. Betapa besar upaya dan kesungguhan Arab Saudi dalam melayani para tamu Allah yang datang dari berbagai penjuru dunia itu.
Fluktuasi Jumlah Jemaah Haji
Tahun 2014 yang lalu Arab Saudi memprediksi bahwa jumlah jemaah haji dalam sepuluh tahun terakhir adalah 24,8 juta. Jumlah terbesar terjadi pada tahun 2012. Saat itu, 3,16 juta jemaah haji dari seluruh dunia memadati kota Makkah. Pada tahun 2014, sejumlah 2,1 juta jemaah haji dari seluruh dunia kembali membanjiri Arab Saudi. Dari angka-angka tersebut, jemaah haji Indonesia merupakan jemaah terbanyak. Jika diprosentase, jumlah jemaah haji Indonesia adalah 21 persen. Peringkat kedua disusul jemaah haji dari Pakistan. Jumlah di atas dipastikan akan terus meningkat dengan adanya proyek perluasan Masjidil Haram yang sudah menjadi sebuah tuntutan. Wajar, bila sampai tahun 2020 mendatang jumlah total jemaah haji dan umrah diperkirakan mencapai angka 80 juta. Jumlah yang sangat besar bukan? Jumlah ini adalah angka yang luar biasa. Sebab, terjadi kenaikan yang sangat besar pada jumlah jemaah yang mengunjungi tanah suci dalam kurun seratus tahun terakhir. Data resmi pemerintah Arab Saudi memperlihatkan pada tahun 1920, jumlah jemaah haji dari seluruh dunia hanya 60 ribu orang saja.
Minat Umat Islam Meningkat
Ada beberapa sebab yang menjadikan jumlah jemaah haji semakin membengkak. Tentunya, penyebab utama peningkatan kuantitas jemaah haji adalah semakin tingginya kesadaran beragama umat Islam. Perkembangan teknologi transportasi yang memberikan kemudahan dan kecepatan perjalanan juga menjadi faktor penentu. Hal lain yang tidak kalah menentukan adalah bagusnya pelayanan Arab Saudi terhadap jemaah haji. Faktor inilah yang menjadikan orang yang sudah pernah berkunjung ke tanah suci kembali datang untuk yang kesekian kalinya. Apalagi bagi jemaah yang sama sekali belum pernah berkunjung.
Proyek Masjidil Haram
Permintaan penambahan kuota, baik haji maupun umrah, dari semua negara terus berdatangan. Melihat kenyataan ini pemerintah Arab Saudi berusaha melakukan renovasi perluasan kawasan Masjidil Haram. Tujuannya tidak lain adalah agar jemaah haji, tamu-tamu Allah, bisa mendapatkan pelayanan seoptimal mungkin dan kebutuhan kuota terpenuhi. Dalam hal ini, pemerintah Arab Saudi patut dihargai/diberi nilai positif karena telah berupaya mengakomodir berbagai permintaan tersebut. Sehingga tidak tepat bila dikatakan bahwa pemerintah Arab Saudi terlalu ambisius dalam proyek perluasan ini. Apalagi, sampai ada yang mengatakan bahwa megaproyek ini demi mengatrol pemasukan devisa Arab Saudi. Cara pandang semacam ini adalah cara pandang sempit, terkesan egois, tendensius dan tidak objektif. Sekali lagi, langkah Arab Saudi memperluas Masjidil Haram merupakan wujud sambutan dari berbagai permintaan penambahan kuota jemaah haji dan umrah dari berbagai negara dan sama sekali bukan tujuan bisnis. Berbagai fasilitas yang disediakan pemerintah Arab Saudi untuk para jemaah haji adalah fasilitas umum. Dengan kata lain, jemaah haji memanfaatkannya tanpa dipungut biaya. Adapun keuntungan dari hasil sewa hotel, penginapan, produk makanan dan souvenir kembali kepada person-person pengusaha yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kas negara. Sebab, di Arab Saudi tidak ada pajak.
Fakta berbicara
Melihat fakta di atas, agaknya tidak bijak bila ada yang mengatakan bahwa etos yang dibangun pemerintah Arab Saudi adalah etos bisnis, bukan etos melayani. Ungkapan tersebut tentu sangat bertentangan dengan fakta di lapangan. Apalagi sampai mengatakan, kesucian Makkah telah ternodai oleh berbagai bangunan. Bagi Anda yang pernah naik haji, pemerintah Arab Saudi selalu membagikan buku bimbingan haji secara gratis. Taruhlah biaya cetak satu buku adalah Rp. 3.000,- sedangkan jumlah jemaah haji rata-rata 2 juta, maka untuk buku saja minimalnya pemerintah Arab Saudi harus mengeluarkan 6 milyar rupiah. Jumlah yang tidak sedikit bukan?
Pembaca rahimakumullah, mengurus dan mengatur orang dengan jumlah banyak bukan hal yang mudah. Saya yakin, ketika mengurus putra-putri kita yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang, pasti terdapat kekurangan di sana-sini. Lalu, bagaimana dengan mengurus jemaah haji dengan jumlah hampir 3 juta orang? Mereka pun berasal dari berbagai negara dengan bahasa, budaya, sifat dan karakter yang tentu sangat heterogen. Pastinya, membutuhkan kerja keras luar biasa, yang didasari ikhlas semata-mata mengharap pahala dari Allah. Bagaimana jika jemaah haji sebanyak itu tidak terlayani dengan optimal?
Keseriusan Arab Saudi
Mari kita menyoroti sejauh mana keseriusan pemerintah Arab Saudi melayani jemaah haji. Melayani jemaah haji membutuhkan manajemen ekstra tinggi dan kerja keras tiada henti. Contoh sederhana keseriusan pemerintah Arab Saudi bisa kita lihat pada kasus-kasus berikut; Bayangkan, jika 1 orang jemaah membutuhkan 20 liter air bersih untuk standar minimal MCK selain air zam-zam, maka dalam sehari Makkah memerlukan sekitar 20 liter x 2 juta orang (40 juta liter air bersih). Pertanyaannya, bagaimana menyediakan 40 juta liter air bersih setiap hari untuk keperluan MCK jemaah haji, padahal di Makkah tidak ada sumber air selain sumur zam zam?! Sumber air bersih untuk kebutuhan MCK adalah Laut Merah yang disuling. Itupun harus dialirkan sejauh 60 KM. Anda yang pernah haji atau umrah, pernahkah kesulitan mendapatkan air bersih? Atau pernahkah terdengar keluhan dari jemaah yang kekurangan air atau tandon yang kosong atau kran yang macet? Lalu bagaimana menyediakan 12 juta liter air zam-zam setiap hari untuk kebutuhan minum dan wudhu jemaah, belum lagi air zam-zam yang disediakan pemerintah Arab Saudi untuk dibawa pulang secara gratis? Pernahkah terdengar ada jemaah yang mengeluh karena kehausan atau tidak kebagian air zam-zam? Justru yang sering kita dengar, jemaah haji membawa pulang air zam-zam melebihi ukuran yang ditentukan. Pembaca, mari kita beralih ke masalah sampah. Jika seorang jemaah menghasilkan sampah 20 gram saja sehari. Berarti dalam sehari ada 20 gram x 2 juta sampah atau 40 juta gram. Artinya, setiap hari ada 4 ton sampah kering yang harus dibersihkan dan disediakan tempat penampungan. Tidak harus ke kota Jakarta, berapa banyak sampah di lingkungan sekitar kita yang belum terselesaikan sampai sekarang. Selanjutnya masalah sanitasi. Untuk bisa BAB, tentu membutuhkan sarana dan prasarana. Terus, berapa kotoran padat dan cair manusia di Makkah yang harus dibersihkan? Jika seorang jemaah buang kotoran padat 5 gram dan ½ liter kotoran cair setiap harinya, tentu jumlahnya mencapai sekitar 10 ton kotoran padat dan 1 juta liter kotoran cair setiap harinya. Adakah jamaah yang mengeluh terkena penyakit akibat sanitasi yang mampet? Atau masalah MCK yang tidak beres?
Pembaca, mungkin Anda perlu tahu bahwa pengelola Masjidil Haram setiap hari harus menumpahkan cairan desinfektan untuk mencegah pencemaran lingkungan. Tenaga kerja pembersih Masjidil Haram terbagi dalam 3 shift dan beberapa jenis pekerjaan. Singkatnya, ratusan tenaga pembersih harus dikerahkan setiap shift agar Masjidil Haram tetap bersih dan nyaman. Mari kita hitung, jika seorang tenaga kerja dibayar 500 riyal saja per-bulan (ini angka kasar minimal), berapa juta riyal yang harus dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja? Adakah jemaah diminta untuk infak? Atau Anda pernah melihat ada kotak infak diletakkan di area Masjidil Haram? Jutaan riyal dikeluarkan pengurus Masjidil Haram, sementara kita tidak diminta iuran sepeser pun? Satu lagi yang tidak bisa dihitung dengan uang secara instan, yaitu keamanan dan stabilitas kota Makkah. Tanpa ini, Anda tidak mungkin bisa berhaji atau berangkat umrah dengan aman dan nyaman.
Hal-hal di atas hanya sekelumit penggambaran bagaimana kerja keras dan jerih payah pemerintah Arab Saudi untuk jamaah haji. Jika hanya memperhatikan ini saja, mestinya kita harus banyak berterima kasih dan merasa berhutang budi kepada pemerintah Arab Saudi. Bayangkan, pemerintah Arab Saudi menghabiskan 100 miliar dolar AS untuk meningkatkan fasilitas haji. Berbagai usaha dan upaya telah dilakukan dan sedang direncanakan oleh raja Arab Saudi untuk melayani para peziarah tanah suci tersebut. Sehingga, gelar sebagai khadimul haramain pelayan dua tanah suci disematkan kepada setiap raja Arab Saudi. Gelar tersebut bukan hanya sebatas gelar saja, akan tetapi telah diwujudkan dalam berbagai bentuk yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Adalah sebuah ketidakdewasaan berpikir, apabila ada yang justru menuduh bahwa segala upaya pemerintah Arab Saudi selama ini adalah bentuk eksploitasi terhadap jemaah haji. Lebih parah lagi, jika yang menuduh tersebut adalah salah satu dari sekian jemaah yang telah merasakan segala pelayanan Arab Saudi tersebut. Benarlah ungkapan, tidak akan bersyukur kepada Allah orang yang tidak mau berterima kasih kepada orang lain.
Saatnya Jujur
Mungkin, ada yang menjadikan tragedi musim haji 2015 ini sebagai alasan kegagalan Arab Saudi dalam mengelola ibadah haji. Jawabannya, untuk musibah crane pemerintah Arab Saudi sangat bertanggung jawab. Pemerintah memberikan santunan Rp. 3,8 milyar untuk korban meninggal dan korban cacat seumur hidup dan Rp. 1,9 milyar untuk korban luka-luka. Besarnya santunan ini belum pernah diberikan kepada korban musibah lain di negara manapun di dunia ini. Kerabat korban yang dirawat di rumah sakit berhak mendapat visa kunjung khusus selama masa penyembuhan hingga kembali ke negara masing-masing. Bahkan, dua kerabat korban meninggal dunia akan mendapat undangan haji khusus pada tahun depan. Cukuplah, ungkapan salah seorang jemaah haji dari Inggris, Taheer Zaman, sebagai bukti dan saksi. Pengaturan (haji, red) dari pemerintah Arab Saudi sangat luar biasa. Saya sudah naik haji beberapa kali dalam 20 tahun terakhir. Langkah pengamanannya lebih dari cukup, bahkan berlebihan, bebernya. Ini masih sebatas pelayanan Arab Saudi terhadap jemaah haji dan umrah. Kita belum bicara tentang bagaimana Arab Saudi menerjemahkan al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa dan dibagikan cuma-cuma ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Bagaimana Arab Saudi membantu negara-negara yang ditimpa musibah seperti musibah tsunami Aceh tahun 2004 Arab Saudi membantu sebesar US$ 530 juta (sekitar Rp. 4,8 triliun). Dan masih banyak peran Saudi lainnya yang tidak mungkin kami sebutkan semua di sini. Wallahu a’lam.
Penulis: Ustadz Abu Abdillah Majdy
Untuk mendapatkan buletin dalam bentuk file gambar/JPEG klik di sini: halaman 1, halaman 2, halaman 3, halaman 4.