Fiqih

Tata Cara Shalat di atas Kendaraan

Pada asalnya tidak diperkenankan bagi seseorang untuk mengerjakan shalat fardhu di atas kendaraan. Namun diperkecualikan jika dalam keadaan darurat atau terdapat uzur-uzur yang membolehkan shalat di atas kendaraan. Seperti hujan atau angin kencang yang menyebabkan seseorang yang sedang berkendara tidak bisa berhenti untuk shalat, atau khawatir terlewatkan waktu shalat tersebut. Adapun jika tidak dalam keadaan darurat maka wajib mengerjakan shalat di bumi. (Liqa’ al Bab al Maftuh Ibnu Utsaimin 5/21 dan 100/22)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim 2/150 no. 1652 disebutkan,

كَانَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يُسَبِّحُ عَلَى الرَّاحِلَةِ قِبَلَ أَىِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ وَيُوتِرُ عَلَيْهَا غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يُصَلِّى عَلَيْهَا الْمَكْتُوبَةَ

“Dahulu Rasulullah shalat sunnah dan shalat witir di atas kendaraan sesuai dengan arah perjalanan,  namun beliau tidak melakukannya ketika shalat fardhu.”

Al-Imam an-Nawawi ketika menjelaskan hadits ini menyatakan, “Di sini terdapat dalil bahwa shalat fardhu tidak boleh dikerjakan tanpa menghadap kiblat dan tidak boleh di atas kendaraan, kecuali dalam keadaan takut (darurat-pen.)” (Syarah Shahih Muslim)

Yang Perlu Diperhatikan

Para pembaca rahimakumullah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi seseorang yang hendak mengerjakan shalat di atas kendaraan:

1.    Kondisi darurat.

Shalat fardhu di atas kendaraan ini berlaku bagi orang yang benar-benar tidak memungkinkan baginya shalat di bumi. Hal ini sering menimpa orang yang naik kendaraan umum, baik: bis, kereta api, ataupun pesawat.

2.     Bersuci

Sebagaimana diwajibkan bersuci sebelum mengerjakan shalat saat tidak berkendara, maka diwajibkan pula bersuci saat sedang berada di kendaraan. Misalnya di pesawat, jika tidak ada air atau tidak mencukupi untuk berwudhu maka bertayamum dengan debu yang menempel di kursi atau tempat-tempat yang lain. Jika ternyata tidak didapati debu sama sekali  di dalam pesawat, maka dalam kondisi darurat seperti ini shalat tetap dikerjakan meskipun tanpa bersuci. Hal ini karena kondisi yang tidak memungkinkan baginya untuk bersuci. Allah berfirman,

“Maka bertakwalah kepada Allah semaksimal yang kalian mampu.” (At-Taghabun:16)

Namun jika diketahui bahwa pesawat  tersebut akan mendarat di bandara pada waktu shalat kedua, yakni shalat yang boleh dijamak seperti zhuhur dengan ashar, mahgrib dengan isya’, maka hendaknya dia menunggu  waktu mendarat untuk kemudian bersuci dengan air atau bertayamum lalu mengerjakan shalat dengan jamak takhir. Namun jika tidak memungkinkan yakni dia masih berada di pesawat pada waktu shalat kedua atau pada waktu-waktu shalat yang tidak bisa dijamak seperti ashar dengan maghrib, maka shalat tetap dikerjakan meskipun tanpa bersuci terlebih dahulu karena kondisinya adalah darurat. (lihat Majmu’ Fatawa wa ar-Rasail Ibnu ‘Utsaimin no. 1132 (15/253)).

3.    Menghadap kiblat

Diwajibkan bagi yang hendak shalat fardhu di atas kendaraan untuk benar-benar mengetahui arah kiblat. Bisa dengan bertanya kepada seseorang atau menggunakan alat-alat teknologi yang memungkinkan untuk mendeteksi arah kiblat. Jika dia telah bersungguh-sungguh dalam menentukan arah kiblat kemudian mengerjakan shalat maka shalatnya sah meskipun diketahui setelah itu dia keliru dalam menghadap. Yang terpenting baginya adalah berusaha dan bersungguh-sungguh untuk mengetahui arah kiblat. Adapun bagi yang tidak berusaha untuk mengetahui arah kiblat bahkan bermudah-mudahan maka wajib baginya untuk mengulang shalat jika ternyata dia keliru dalam menghadap. Ini berlaku bagi shalat fardhu. Adapun shalat sunnah yang dikerjakan di atas kendaraan maka tidak diwajibkan baginya untuk mengetahui dahulu arah kiblat. Diperbolehkan baginya untuk langsung mengerjakan shalat sunnah tersebut sesuai dengan arah kendaraannya. (Al-Lajnah ad-Daimah no. 6275 (8/121) dan Majmu’ fatawa Ibnu Baz no. 134 (30/188))

Perlu diketahui bahwa menghadap kiblat jika memungkinkan untuk dikerjakan dari awal hingga selesai shalat maka ini lebih baik. Namun jika di tengah shalat ternyata kendaraan berubah arah sehingga tidak lagi menghadap kiblat maka tidak mengapa. Yang penting adalah awal mula shalat menghadap kiblat. (Al-Lajnah ad-Daimah no. 2645 (8/122) dan no.1375 (8/123))

4.    Berdiri

Wajib bagi seorang muslim jika sedang berada di atas kendaraan untuk mengerjakan shalat sesuai kemampuannya. Jika dia mampu mengerjakan shalat dengan berdiri serta ruku dan sujud dengan sempurna maka tunaikan dengan sempurna. Jika tidak mampu berdiri maka shalatlah dengan posisi duduk. Rukuk dan sujudnya dengan isyarat (membungkukkan badan, ketika sujud lebih rendah daripada ketika ruku’). Jika dia mendapati tempat di dalam kendaraan yang memungkinkan untuk berdiri dan sujud ke lantai dengan sempurna maka wajib baginya untuk melakukannya. (lihat Majmu’ Fatawa Bin Baz (11/100))

Sebuah pertanyaan pernah diajukan kepada al-Lajnah ad-Daimah (Komite Fatwa KSA) tentang seseorang yang shalat di pesawat dalam keadaan duduk sementara dia mampu untuk melaksanakannya dengan berdiri namun malu.

Al-Lajnah ad-Daimah menjawab, “Tidak diperbolehkan baginya untuk shalat dalam keadaan duduk di pesawat atau yang lainnya jika mampu & memungkinkan untuk berdiri. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah,

“Berdirilah untuk Allah dalam shalat kalian dengan khusyu’.” (al-Baqarah : 238)

Demikian pula hadits ‘Imran bin Hushain yang dikeluarkan oleh al-Bukhari A bahwa Nabi bersabda,

صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

“Shalatlah dengan berdiri. Jika engkau tidak mampu maka dengan duduk. Jika masih tidak mampu maka dengan posisi tidur miring (di atas sisi lambung).”

Ditambahkan dalam riwayat an-Nasa’i dengan sanad yang shahih, “Jika engkau masih tidak mampu maka dengan posisi tidur terlentang.” (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah no. 12.087 (8/126)).

Tata Cara Shalat

Para pembaca rahimakumullah, sebelum kami menyebutkan tata cara shalat di atas kendaraan secara ringkas, perlu dipahami dengan baik bahwa jika Anda mampu dan memungkinkan untuk mengerjakan shalat di atas kendaraan dengan sempurna terkait syarat, rukun dan kewajiban shalat maka shalatlah tatkala telah masuk waktu. Jika tidak mampu mengerjakannya dengan sempurna maka akhirkan/tunda shalat hingga kendaraan berhenti. Namun jika anda khawatir waktu shalat akan habis sebelum kendaraan berhenti maka shalatlah di atas kendaraan dengan melakukan kewajiban, rukun dan syarat shalat sesuai dengan kemampuan. Kecuali jika shalat tersebut memungkinkan untuk dijamak pada waktu shalat berikutnya dan kendaraan dipastikan akan berhenti pada waktu shalat berikutnya maka menunda shalat lebih utama. (Majmu’ Fatawa wa ar-Rasail Ibnu ‘Utsaimin no. 1082 (15/140)).

Secara ringkas, tata cara shalat di atas kendaraan sebagai berikut:
1.    Bersuci seperti biasa.
2.    Menentukan arah kiblat lalu menghadap kiblat. Tidak masalah bila kendaraan yang ditumpanginya kemudian bergerak dan berjalan sehingga arah kiblat berubah.
3.    Berniat (Ingat, niat di dalam hati dan tidak perlu dilafazhkan)
4.    Berdiri. Jika tidak memungkinkan maka dengan posisi duduk.
5.    Takbiratul ihram lalu membaca bacaan-bacaan shalat seperti biasa.
6.    Ruku’. Jika tidak mampu maka dengan menundukkan/menganggukkan kepala.
7.    Sujud. Jika tidak mampu maka duduk kemudian menundukkan kepala lebih rendah dari tundukan ketika ruku’.
8.    Untuk gerakan selanjutnya maka dilakukan sebagaimana shalat biasa.

Demikian sekelumit pembahasan tentang tata cara mengerjakan shalat di atas kendaraan. Dari sini pula kita bisa mengetahui bagaimana pentingnya  permasalahan shalat dalam Islam. Agama ini mengharuskan bagi pemeluknya untuk menunaikan kewajiban shalat bagaimanapun kondisinya selama tidak ada uzur yang membolehkan untuk tidak shalat seperti ketika sedang hilang akal atau tidak sadar diri. Di samping itu pula dituntut bagi setiap muslim untuk berusaha semaksimal mungkin melaksanakan shalat dengan sempurna, memenuhi syarat, rukun, dan kewajiban shalat, demikian pula sunnah-sunnahnya. Namun jika tidak memungkinkan maka dilaksanakan sesuai kemampuan.

Wallahu a’lam bish shawab. Semoga  bermanfaat.

Penulis: Ustadz Abdullah Imam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button