Nasehat dan Keteladanan Para Salaf

Segenap pembaca yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah ‘Azza wa jalla,
Di antara perkara yang sangat penting di dalam Islam adalah nasihat. Begitu pentingnya kedudukan nasihat, Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan nasihat sebagai tonggak agama, di mana agama ini dibangun di atasnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dari radhiyallahu ‘anhu, sebuah hadits yang diletakkan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Arbain an-Nawawiyah pada hadits ke-7 :
(( الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: للهِ، وَلِكِتَابِهِ، ولِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ )).
“Agama adalah nasihat.” Kami bertanya: ”Untuk siapa?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ”Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin.”
Demikian pula diantara yang menunjukkan betapa pentingnya nasihat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya sebagai salah satu poin baiat dan janji setia kepada para shahabat yang harus selalu mereka pegang teguh.
Sebagaimana yang diceritakan shahabat Jarir bin Abdillah dalam riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim (muttafaq ‘alaih), salah satu poinnya adalah :
((… والنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ )).
“Dan memberi nasihat kepada setiap muslim”.
Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan nasihat sebagai salah satu hak antara satu muslim dengan muslim yang lainnya.
Segenap pembaca rahimakumullah,
Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tak henti-hentinya memberi nasihat kepada umatnya, demikian pula para shahabat radhiyallahu ‘anhum dan diikuti jejak tersebut oleh para tabiin dan generasi setelahnya.
Imam Abdurrahman ibnu Mahdi rahimahullah berkata:
“Mataku tidak pernah melihat yang lebih utama dari empat orang :
Aku tidak pernah melihat orang yang lebih kuat hafalannya terhadap hadits dibanding Sufyan ats-Tsauri,
dan tidak ada yang lebih zuhud dibanding Syu’bah, dan tidak ada yang lebih berakal dari Malik, dan tidak ada yang lebih tulus nasihatnya kepada umat dibanding Ibnu al-Mubarak.” (Siyar A‘lamin Nubala’, 6/214).
Keteladanan salaf dalam menerima nasihat dan berhenti pada batasan Al-Qur’an
Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari hadits no. 4642 dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata:
“Uyainah bin Hishn datang dan singgah di tempat ponakannya al-Hurr bin Qais. al-Hurr bin Qais termasuk orang yang dekat dengan Umar radhiyallahu ‘anhu. Para ahli Qiraah (orang-orang berilmu) adalah teman majelis Umar dalam bermusyawarah baik yang tua ataupun yang muda, berkatalah Uyainah kepada ponakannya tersebut: wahai anak saudaraku, engkau punya kedudukan di sisi Amir ini (Umar sebagai Amirul mukminin) mintakanlah izin untukku agar bisa berjumpa dengannya, maka al-Hurr meminta izin dan Umarpun memberikan izin untuk bertemu.
Tatkala dia masuk menemui Umar, ia langsung berkata: Wahai putra Al-Khattab (tentunya ini adalah panggilan yang agak kasar dimana ia tidak memanggil Umar dengan panggilan Amirul mukminin), Ia berkata: Demi Allah, engkau tidak memberi kepada kami dengan pemberian yang banyak, dan engkau tidak menegakkan hukum kepada kami dengan adil.
Maka marahlah Umar radhiyallahu ‘anhu, hingga beliau berkeinginan untuk menjatuhkannya. Lantas al-Hurr berkata Kepada beliau: Wahai Amirul mukminin sesungguhnya Allah berfirman kepada Nabi-Nya:
( خذ العفو وامر بالعرف وأعرض عن الجاهلين )
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf : 199).
Dan sesungguhnya dia termasuk orang bodoh.
Demi Allah, Umar tidak melewati dan tidak melanggar ayat tersebut ketika dibacakan kepadanya, dan menerima nasihat yang disampaikan kepadanya, padahal beliau dalam posisi dan status sebagai seorang khalifah yang berkuasa.
Segenap membaca rahimakumullah,
Seorang muslim adalah cermin bagi saudara muslim yang lainnya. Apabila engkau melihat ada kekurangan pada saudaramu, ada penampilannya yang harus engkau benahi, maka berikanlah nasihat terbaikmu, sampaikan dengan penuh kecintaan, demi tujuan untuk memperbaikinya bukan untuk mengumbar aibnya dan mempermalukannya, perlakukanlah ia sebagaimana engkau memperlakukan dirimu sendiri, dan cintailah ia sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, dan itu adalah tanda kesempurnaan iman.
Wallahu waliyuttaufiq.