Raqaiq

Akibat dari Dosa dan Kemaksiatan

Edisi: 08 || 1441 H
Tema: Raqaiq

بسم الله الرّحمان الرّحيم

Akhir-akhir ini kita sering mendengar keluhan-keluahn di berbagai daerah terkait salah satu musibah yang sedang menimpa, yaitu musim kemarau panjang dan kering. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, hujan dan lebih khusus lagi air sangatlah dibutuhkan oleh setiap makhluk di muka bumi ini sehingga wajar jika minimnya persediaan air menjadi salah satu hal yang sangat menganggu rutinitas kehidupan ini.

Sangat disayangkan banyak orang menganggap bahwa musibah yang terjadi ini adalah suatu hal yang biasa, fenomena dan proses alam semata. Keadaan yang akan berubah dengan sendirinya. Sejatinya, sebab terbesar dari musibah adalah dosa dan kemaksiatan yang diperbuat oleh manusia.

Ketahuilah wahai para pembaca rahimakumullah, sesungguhnya perbedaan keadaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain berupa diturunkannya hujan di suatu daerah namun di daerah lain tidak kunjung tiba terkandung di dalamnya hikmah dan pelajaran bagi orang-orang yang mau merenunginya, serta peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang berbuat kemaksiatan dan dosa.

Allah ta’ala telah mengingatkan tentang hal ini dalam sebuah ayat-Nya (artinya), “Dia-lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (yakni hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri yang mati (tandus), dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. Sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat).” (al-Furqan:48-50)

Kekeringan yang sedang melanda ataupun musibah yang lainnya bukanlah tanpa sebab. Namun semua musibah itu terjadi disebabkan makhluk tersebut yang berbuat zhalim dan melakukan pelanggaran serta kemaksiatan kepada Rabbul ‘Alamin. Mushibah itu melanda karena dosa-dosa yang dilakukan para hamba.

Allah ta’ala berfirman (artinya), “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (ar-Ruum: 41)

Al-Imam Abul ‘Aliyah rahimahullah menyatakan, “Barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah di bumi maka sungguh dia telah membuat kerusakan padanya. Sesungguhnya kesejahteraan bumi dan langit itu dengan melakukan ketaatan.” (lihat Tafsir Ibnu Katsir)

Istighfar dan Shalat Istisqa’

Para pembaca rahimakumullah, Allah ta’ala dan rasul-Nya telah mengajarkan kepada kaum muslimin solusi ketika mengalami kekeringan. Di antara solusi tersebut adalah dengan memperbanyak istighfar kepada Allah Azza wa Jalla.

Allah ta’ala mengisahkan nasehat nabi Nuh kepada kaumnya dalam firman-Nya (artinya), “Maka aku berkata (kepada mereka), ‘Mohonlah ampunan kepada Rabb kalian, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anak kalian dan mengadakan kebun-kebun untuk kalian dan mengadakan sungai-sungai untuk kalian’.” (Nuh: 10-12)

Dalam ayat yang lain, Allah ta’ala mengisahkan nasehat nabi Hud alaihissalam kepada kaumnya (artinya), “Dan (Hud berkata), ‘Wahai kaumku, mohonlah ampunan kepada Rabb kalian lalu bertaubatlah kepada-Nya, nicaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras serta Dia akan menambahkan kekuatan atas kekuatan kalian dan janganlah kalian berpaling dengan berbuat dosa’.” (Hud: 52)

Demikian pula nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam telah menuntunkan kepada kita untuk melakukan shalat istisqa’ (shalat meminta hujan), sebagaimana yang dituturkan oleh shahabat Abdullah bin Zaid radhiallahuanhu berikut ini (artinya), “Rasulullah pernah keluar menuju mushallaa (tempat shalat) untuk meminta hujan. Maka tatkala hendak berdoa beliau menghadap kiblat dan memindah selendangnya.” (HR. Muslim)

Shahabat Abdullah Ibnu Abbas radhiallahuanhu juga menuturkan,

إنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم خرج متبذّلا متواضعا متضرّ عا, حتّى أتى المصلّى, فلم يخطب خطبتكم هذه, ولكن لم يزل في الدّعاء والتّضرّع والتّكبير,وصلّى ركعتين كما كان يصلّي في العيد

“Sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam keluar menuju tempat shalat dengan penuh ketundukan dan kerendahan hati hingga tiba di tempat shalat. Lalu beliau berkhutbah tidak sebagaimana biasanya, beliau tidak henti-hentinya berdoa, merendah, dan bertakbir, lalu melaksanakan shalat dua raka’at sebagaimana beliau melakukan shalat Ied.” (HR. Tirmidzi)

Sesungguhnya tujuan dari istighfar dan shalat istisqa’ adalah sikap taubat dan penyesalan atas dosa yang dilakukan, pengakuan dan perendahan diri kepada Sang Pencipta serta reformasi diri dari yang jelek. Lihatlah apa yang diperbuat Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahuanhu di atas, beliau keluar berjalan dengan keadaan tunduk, takut dan merasa rendah di hadapan Allah ta’ala.

Adapun jika beristighfar dengan ucapan yang dusta, hati yang lalai, perilaku yang jelek serta senantiasa bergelut dengan perbuatan dosa dan maksiat, maka sungguh keadaan sulit untuk berubah. Maka sebelum kita beristighfar dan shalat istisqa’, perhatikanlah kondisi diri kita! Kesyirikan yang merajalela, shalat yang dilalaikan, perbuatan haram yang dilegalkan, amanat yang diterlantarkan, riba yang kian merajalela, perzinaan di mana-mana, musik dan nyanyian telah memenuhi rumah-rumah, masjid-masjid yang lengang.

Orang tua yang tidak peduli dengan anaknya, anak yang durhaka kepada orangtuanya, saling menjatuhkan antara satu dengan yang lainnya dan kemaksiatan-kemaksiatan yang lain. Sudahkah kita mengubah itu semua? Jangan sampai keadaan kita sama dengan sebelum beristighfar dan shalat istisqa’ atau bahkan lebih buruk, na’udzubillah min dzalik.

Memang kita tidak bisa menutup mata bahwa tidak semua kaum muslimin terjatuh dalam pelanggaran-pelanggaran. Di sana ada orang-orang yang terhindar dari perbuatan maksiat. Namun yang kurang dan sangat disayangkan dari mereka adalah tidak ada upaya untuk memberikan teguran dan nasehat kepada saudaranya yang sedang terjatuh, tidak ada usaha untuk menghidupkan amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah kaum muslimin.

Tidak peduli dengan sekitarnya bahkan terkesan membiarkan. Padahal sejatinya adzab itu jika datang maka akan menimpa seluruhnya, tidak hanya yang berbuat dosa.

Allah ta’ala berfirman (artinya), “Dan takutlah akan suatu fitnah yang tidaklah sekadar menimpa orang-orang zhalim di antara kalian.” (al-Anfal: 25)

Oleh karena itu, tegakkan dan hidupkanlah amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah kaum muslimin. Berikan nasehat dan masukan bagi saudara kita yang sedang lalai dan terjatuh ke dalam kemaksiatan.

Renungan untuk Semua

Para pembaca rahimakumullah, demikianlah kenyataan yang ada bahwa kekeringan yang sedang melanda suatu negeri tersebut. Maka sadarilah hal ini, berlapang dadalah untuk menerima ketentuan Allah ta’ala dan bersabarlah. Bertakwalah kepada Allah dengan penuh kesungguhan, takutlah akan adzab-Nya dan segeralah bertaubat dan kembali kepada-Nya karena sesungguhnya Allah ta’ala tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga kaum itu sendiri yang mengubah keadaan mereka.

Demikian pula janganlah hati kita menjadi keras (tidak mau beristighfar dan bertaubat kepada Allah ta’ala) dengan datangnya musibah, karena sesungguhnya yang demikian itu merupakan sebab kehancuran dan kebinasaan.

Allah ta’ala berfirman (artinya), “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kalian, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk, merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan. Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. Maka orang-orang yang zhalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.” (al-An’am: 42-45)

Di samping itu pula, ketahuilah bahwa sebesar dan sebanyak apapun dosa seorang hamba tidak boleh menjadikan dirinya berputus asa dari rahmat Allah lalu enggan untuk bertaubat. Tidak ada dari kita yang terlepas dari dosa dan kesalahan, maka janganlah berputus asa, pesimis dan patah semangat dalam hidup ini. Sesungguhnya sikap berputus asa adalah suatu sikap yang tercela dalam agama kita yang mulia ini. Allah ta’ala berfirman dalam beberapa ayat-Nya (artinya), “Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Yusuf: 87)

“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kalian kepada Rabb kalian, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepada kalian, kemudian kalian tidak dapat ditolong (lagi)’.” (az-Zumar: 53-54)

Semoga Allah ta’ala senantiasa memberikan amnpunan-Nya kepada kita dan menjauhkan kita dari berbagai macam kejelekan dan musibah. Semoga Allah ta’ala segera menurunkan kepada kita hujan yang membawa berkah dan rahmah, bukan yang membawa adzab dan bencana. Amin ya Rabbal ‘Alamin

Wallahu a’lam bishshawab

Penulis: Tim Al-Ilmu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button