Khalid bin al-Walid Pedang Terhunus Terhadap Musuh Allah dan Rasul-Nya
Jihad, amalan besar dalam Islam. Kedudukannya yang tinggi menjadikan banyak manusia meraih keutamaan. Jihad tidak dapat dipisahkan dari kehidupan shahabat Khalid bin al-Walid.
Berdakwah mengajak umat manusia kepada Islam dengan penuh rahmat. Juga memberi kesempatan bagi yang masih enggan berislam untuk hidup berdampingan, dengan aturan Islam. Adapun yang menghendaki permusuhan, tak ada kata menyerah bagi pasukan Islam dalam jihad fi sabilillah. Sekali-kali tidak!! Inilah Khalid bin al-Walid radhiyallahu’anhu Sosok pejuang yang pantang menyerah.
Jati Diri Khalid bin al-Walid
Namanya adalah Khalid bin al-Walid bin al-Mughirah al-Qurasyi al-Makhzumi, dengan kunyah Abu Sulaiman. Keponakan Ummul Mukminin Maimunah bintu al-Harits. Ibunya bernama Lubabah bintu al-Harits al-Hilaliyah.
Khalid merupakan pribadi yang tegas. Jagoan perang yang senantiasa memenangkan laga yang diikutinya, baik di masa jahiliyah ataupun Islam.
Dari Jahiliyah Menuju Islam
Ketika hidayah Ilahi belum datang menjemput, Khalid bersama kaum Musyrikin Quraisy sangat memusuhi Rasulullah dan para shahabatnya. Dalam berbagai kesempatan, Khalid terjun ke medan perang melawan kaum muslimin.
Tatkala hidayah ilahi datang menjemputnya, terlintas dalam hatinya tentang Islam. Hingga tiba saatnya pertemuan Khalid dengan Nabi Muhammad. Dua kalimat syahadat pun langsung terucap di hadapan Nabi.
Peristiwa ini terjadi di bulan Shafar tahun 8 H. Pada saat itu pula berislam dua shahabat yang lain, ‘Utsman bin Thalhah dan ‘Amru bin al-‘Ash.
Khalid di Masa Rasulullah
Sejak masuk Islam, Rasulullah menempatkan ksatria tangguh ini pada posisi yang semestinya. Petarung andal yang siap menuai kemenangan demi kemenangan.
Perang Mu’tah. Peperangan besar dalam sejarah umat Islam di bulan Jumadal Ula tahun 8 H. Konfrontasi bersenjata melawan kekuatan negara adikuasa saat itu, Bangsa Romawi. Setelah tiga panglima yang dipilih Rasulullah bergantian meraih syahid, tersisalah pasukan Islam tanpa pemimpin.
Nyawa-nyawa para mujahidin dipertaruhkan. Di tengah kegentingan itu, Khalid maju memimpin dengan kesepakatan pasukan Islam.
Kelihaiannya di medan perang begitu tampak. Jumlah pasukan yang sangat terpaut jauh, menjadikan posisi pasukan Islam terpuruk. Betapa tidak, 1 banding 60 serdadu Romawi. Bahkan lebih!!. Khalid mengatur strategi tempur sedemikian rupa, hingga dapat menyelamatkan pasukan Islam dari kehancuran. Sejak saat itu, Rasulullah menggelarinya dengan pedang Allah.
Fathu Makkah. Seusai menguasai kota Makkah dan menghancurkan berhala-berhala yang ada di sekitar Ka’bah, Nabi kemudian mengutus beberapa shahabat untuk menghancurkan berhala-berhala yang ada di sekitar Makkah. Diutuslah Pedang Allah untuk menghancurkan berhala ‘Uzza.
Berhala tersebut berada di sebuah tempat peribadatan yang berada di lembah Nakhlah, yang diagungkan oleh Kabilah Quraisy, Kinanah, dan Mudhar. Khalid mendatangi tempat pemujaan tersebut dan menghancurkannya.
Di masa hidup Rasulullah, Khalid menjadi salah satu pemimpin pasukan Islam. Khalid terus beradu nyawa hingga Rasulullah wafat.
Khalid di Masa Khalifah Abu Bakr ash-Shiddiq
Di awal masa kekhalifahan Abu Bakr, kemunafikan menunjukkan taringnya, dan suku-suku pedalaman Arab menjadi murtad.
Sang Pedang Allah mendapat tugas dari khalifah untuk menumpas kaum murtad tersebut. Berpindah dari satu medan tempur ke medan tempur yang berikutnya. Sebagian kaum murtad tewas di atas kekufuran. Sebagian yang lain bersedia kembali kepada jalan Islam.
Seusai dari perang Yamamah, diutuslah Khalid untuk melanjutkan perjalanan ke Irak. Khalifah menugaskan pasukan Khalid untuk memerangi Bangsa Persia. Hanya satu pilihan, hidup mulia atau mati syahid.
Khalid senantiasa mendahului pertemuannya dengan Bangsa Persia dengan mengirimkan surat kepada pemimpin-pemimpin mereka. Ada tiga pilihan; berislam, jika enggan maka membayar upeti, jika enggan maka perang.
Perang Dzatus Salasil. Hurmuz, panglima Persia turun dari tunggangannya menantang duel. Majulah Khalid melayaninya hingga berhasil membunuhnya. Allah pun mengaruniakan kemenangan kepada pasukan Islam dalam laga tersebut. Lalu Khalid mengirimkan hasil rampasan perang beserta seekor gajah ke Madinah. Menyaksikan gajah tersebut, kaum wanita di Madinah berkata keheranan, “Apakah ini ciptaan Allah ataukah sesuatu yang dibuat-buat?”.
Perang Walajah. Khalid berduel dengan seorang jagoan yang kekuatannya setara dengan seribu orang hingga berhasil membunuhnya. Lalu Khalid meminta untuk didatangkan makan siang untuknya. Maka Khalid menyantap makanan itu di antara dua pasukan yang berhadapan.
Perang Hirah. Di lain kesempatan tampak pada diri Khalid kebenaran iman dengan adanya karomah. Saat perang telah usai, didatangkan kepadanya racun. Maka Khalid menyebut nama Allah lalu meminumnya. Tidaklah racun itu membahayakan dirinya sedikitpun.
Dari Masa Khalifah Abu Bakr ke Masa Khalifah ‘Umar
Ketika Khalid bersama pasukannya berada di Hirah, datanglah surat perintah dari Khalifah Abu Bakr. Dititahkan agar beliau berangkat ke Syam guna membantu pasukan Islam di sana.
Bersama 9.500 anggota pasukannya, Khalid melewati rute perjalanan yang sarat rintangan. Mereka melewati tempat-tempat yang belum pernah dilalui seorang pun. Menjelajahi padang pasir dan tanah gersang tak berpenghuni.
Setelah lima hari perjalanan sampailah mereka di wilayah Syam. Setelah beberapa peristiwa, akhirnya bergabunglah pasukan Khalid dengan Abu ‘Ubaidah dan para shahabat lainnya. Bersiap menghadapi kekuatan Romawi di medan perang Yarmuk.
Perang Yarmuk. Dalam situasi perang yang memanas, pemimpin pasukan lini depan Romawi bernama Jarajah bertanya kepada Khalid di tengah dua pasukan. Khalid menyampaikan kepadanya tentang Islam hingga akhirnya Jarajah masuk Islam dan berperang di kubu pasukan Islam.
Kiprah Khalid dalam perang Yarmuk sangat luar biasa. Strategi jitu beliau susun untuk mengimbangi jumlah lawan yang berlipat ganda. Beliau pun membentuk pasukan khusus yaitu “pasukan pemukul reaksi cepat” yang terdiri dari personel pasukan berkuda. Tugas utama pasukan khusus ini adalah mengobrak-abrik dan memecah konsentrasi kekuatan musuh. Beliau sendiri yang memimpin operasi pasukan tersebut.
Di tengah berlangsungnya perang Yarmuk, jauh di Madinah, Khalifah Abu Bakr wafat, lalu bergantilah kekhalifahan kepada ‘Umar. Begitu menjabat sebagai khalifah, ‘Umar kemudian menunjuk Abu ‘Ubaidah sebagai pengganti Khalid.
Tidaklah penggantian tersebut menurunkan semangat juangnya untuk terus memburu syahid di medan jihad. Di hari-hari berikutnya, Khalid terus bergelut dalam banyak medan pertempuran melawan imperium Romawi.
Perang Damaskus. Khalid kembali menyuguhkan aksi kepahlawanan sebagai salah satu pimpinan pasukan. Setelah menempuh aksi yang sarat bahaya mengacaukan benteng pertahanan musuh, pasukan khusus pimpinan Khalid berhasil menjadi jalan kemenangan bagi pasukan Islam.
Dalam kesempatan yang lain, Khalid kerap dipercaya membawahi pasukan ke wilayah-wilayah Syam. Sebagian ditundukkan dengan pedang, sebagian lainnya ketakutan dan memilih damai.
Penaklukan Hims. Abu ‘Ubaidah mengutus Khalid ke Qansarin. Maka Khalid memerangi mereka dalam pertempuran yang dahsyat, hingga banyak dari musuh yang terbunuh. Lalu sisa pasukan Romawi menyelamatkan diri dengan berlindung di dalam benteng.
Berkatalah Khalid, “Sesungguhnya seandainya kalian berada di atas awan sekalipun, niscaya Allah akan mengantarkan kami kepada kalian, atau menurunkan kalian kepada kami.”
Demikianlah, Khalid senantiasa menyertai Abu ‘Ubaidah dan ‘Iyadh bin Ghunm hingga keduanya wafat. Sejak saat itu, Khalid pun memilih menetap di kota Hims. Beliau curahkan pengabdian sebagai seorang pejuang, berjaga di wilayah perbatasan.
Akhir Hayat Beliau
Berlalulah waktu sampai di tahun 21 H. Dalam keadaan terbaring di tempat tidurnya, Khalid berkata, “Aku telah memburu kematian di tempat yang kusangka mendapatkannya, namun tidak ditakdirkan untukku, melainkan aku mati di tempat tidurku.”
Lanjut perkataannya, “Tidaklah ada suatu malam yang padanya aku berpengantin, atau dikabarkan padaku berita gembira tentang kelahiran anak laki-laki, yang lebih kusenangi dari pada suatu malam yang sangat dingin bersama pasukan muhajirin menghadapi musuh di waktu paginya.” Subhanallah!
Semasa hidupnya, beliau memiliki 80 bekas luka menganga di sekujur tubuhnya akibat sabetan pedang, tusukan tombak, anak panah, serta pukulan musuh. Akhirnya, Pedang Allah menghadap Rabbnya di usia 60 tahun. Tidaklah beliau meninggalkan harta warisan kecuali kuda, senjata, dan seorang budak miliknya. Semoga Allah meridhainya.
Silaunya Kilatan Pedang
Para pembaca yang mulia, perjalanan Islam tidak bisa dipisahkan dari amalan jihad. Pertempuran demi pertempuran, sudah barang tentu akan ada korban yang berjatuhan. Hal ini merupakan sebuah kemuliaan, bukan kerugian.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa jihad bukan terorisme. Gerakan teror dengan bom atau semisalnya bukan bagian dari Islam. Al-Qaeda, ISIS, Syiah, dan kelompok radikal lainnya telah menorehkan catatan kelam dalam sejarah umat manusia. Jihad membutuhkan ilmu dan tidak dilakukan serampangan. Karena, sikap mudah mengafirkan bukan tuntunan Rasulullah dan para shahabatnya.
Wallahu A’lam Bish Shawab.
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi