Fiqih

Jangan Nodai Janji Suci

Pembaca buletin al-Ilmu rahimakumullah di manapun Anda berada . . .

Edisi kita kali ini, dan beberapa edisi-edisi berikutnya insya Allah, akan menyajikan bimbingan Islam dalam pernikahan. Bahasan ini bukan hanya untuk para pemuda atau pemudi saja, akan tetapi, juga penting bagi para orang tua, pendidik, pengajar maupun tokoh masyarakat. Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk bisa memahami pokok bahasan di bawah ini, berikut mengamalkannya. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Islam; agama sempurna

Agama Islam adalah agama sempurna. Seluruh sisi kehidupan manusia telah diatur dalam Islam; mulai dari pokok-pokok keyakinan sampai pada urusan buang hajat. Aturan dan syariat Islam tersebut datang dari Allah, Dzat yang menciptakan alam semesta. Sehingga, Dia-lah yang paling mengetahui segala kemaslahatan ciptaan-Nya. Tidak ada satu aturan maupun syariat yang Allah tetapkan melainkan akan membawa kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka dari itu, carilah kebahagiaan dengan mengikuti syariat Allah. Janganlah Anda mencari kebahagiaan dengan melakukan kemaksiatan kepada Allah.

Yakinlah!

Anda tidak akan mendapatkan kebahagiaan hakiki dengan melanggar perintah-Nya. Kalaupun ternyata Anda merasa bahagia, maka sadarlah bahwa kebahagiaan tersebut hanyalah semu. Kelak, cepat atau lambat, kebahagiaan yang sedang Anda rasakan itu akan berubah menjadi penyesalan. Renungilah firman Allah (artinya), “Hendaklah orang-orang yang melanggar perintah-Nya takut ditimpa bencana atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. an-Nur: 63)

Fenomena Anak Muda

Semboyan “muda foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk surga” agaknya telah membudaya di kalangan anak muda. Tentu, anak muda yang jauh dari ilmu agama. Faktanya, foya-foya itu justru menghabiskan harta, bukan membuat kaya, dan ujung-ujungnya dijauhkan dari surga. Na’udzubillahi min dzalik. Kalau mau jujur, semboyan di atas hanyalah sebagai bentuk legalisasi untuk melanggar berbagai aturan. Alhasil, masa mudanya habis untuk sia-sia. Rambu-rambu syariat dilanggar, yang penting bahagia, prinsipnya. Padahal dalam hadits riwayat at-Tirmidzi no 2417, Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat nanti, tidak akan bergeser kedua kaki anak cucu Adam dari hadapan Rabb-nya sampai ia ditanya tentang lima hal. Di antara yang ditanyakan tersebut adalah tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, dan tentang masa mudanya, untuk apa ia gunakan.” Barangsiapa bisa menjawab dan mempertanggung-jawabkan lima hal di atas, maka ia menjadi orang yang beruntung. Dengan izin Allah, ia akan mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat. Jika tidak bisa, maka ia termasuk orang-orang yang celaka.

HDN (Hamil di Luar Nikah)

Para pembaca rahimakumullah, Dalam hal pergaulan, kita merasa miris melihat kondisi generasi muda saat ini. Cara bergaul mereka, terutama antara laki-laki dengan wanita, membuat kita sering-sering mengurut dada dan menarik nafas dalam-dalam. Tak perlu banyak diceritakan, yang pada kesimpulannya, banyak norma kesopanan, norma kesusilaan dan tentunya norma agama, diterjang. Pemandangan muda-mudi di era terakhir ini sangat jauh berbeda dibandingkan 10 atau 15 tahun silam. Sekarang, tidak ada lagi rasa malu, tanpa tedheng aling-aling, muda-mudi kita telah jatuh dalam pergaulan bebas. Sehingga, tidak sedikit yang akhirnya kawin terpaksa. Anehnya, kasus HDN (Hamil di Luar Nikah) tidak lagi dipandang sebagai aib, tapi sebuah kewajaran. Bahkan, sebagian orang tua gelisah bila anaknya tidak memiliki teman lawan jenis. Orang tua lebih senang bila putrinya diajak pergi teman laki-lakinya daripada di rumah membaca buku agama. Lebih senang putrinya berpakaian mini daripada memakai jilbab. “Jangan-jangan anak saya terpengaruh aliran sesat,” kekhawatiran sebagian orang tua. Tentu pola pikir di atas sangat tidak tepat. Dan nampaknya, pola pikir tersebut telah banyak mempengaruhi sebagian besar masyarakat kita, dari semua elemennya; orang tua maupun anak mudanya.

Jadi, siapa yang harus disalahkan bila kasus HDN semakin merajalela?

Pembaca yang budiman, saya rasa bukan waktunya saling menyalahkan!

Saatnya, semua pihak mulai mengaca dan menginteropeksi diri; sudahkah kita berada di atas rambu-rambu syariat?

Bagi generasi muda muslim, sudahkah ajaran Islam mewarnai cara pergaulannya?

Bagi orang tua, sudah di atas bimbingan Islam-kah pendidikan putra-putri Anda?

Bimbingan dalam Pergaulan

Islam sebagai agama kebahagiaan telah mengatur tata cara dalam pergaulan. Pergaulan antara laki-laki dan wanita sangat dibatasi dalam Islam. Ikhtilath (Bercampur-baurnya laki-laki dan wanita bukan mahram dalam satu tempat tanpa sekat)  dan khalwat (Berdua-duaannya seorang laki-laki dan wanita bukan mahram di tempat yang menyendiri)  begitu dilarang dalam syariat yang sempurna ini. Sebab, tidak sedikit kasus perzinaan maupun perselingkuhan dimulai dari ikhtilath dan khalwat. Oleh karena itu, sebagai bentuk pembiasaan, sejak usia dini anak laki-laki harus dipisah dari wanita. Rasulullah bersabda, “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun. Pukullah (pukulan mendidik, pen-) bila mereka enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Ahmad no. 6756)

Para pembaca rahimakumullah, Demikian indahnya ajaran Islam. Islam mengajarkan saddud-dzari’ah, langkah preventif atau upaya pencegahan. Mencegah itu lebih baik serta lebih mudah daripada mengobati. Meski bersaudara dan masih kecil, anak-anak harus dipisahkan tempat tidur mereka dan dibatasi interaksi mereka. Maka, untuk selain mereka (yang tidak bersaudara dan sudah baligh) hukum tersebut lebih ditekankan. Pembatasan hubungan antara laki-laki dengan wanita bukanlah bentuk pengekangan terhadap hak asasi manusia. Bukan pula ajaran kolot dan tradisional yang jauh dari nilai-nilai modern. Justru, dengan bimbingan tersebut nilai-nilai kehormatan akan terjaga. Kita bisa melihat fakta bagi yang melegalkan pergaulan bebas. Tidak usah jauh-jauh ke Negara Barat, tengok saja kondisi generasi muda kita. Bukan rahasia umum lagi, menikah dengan perut membusung karena hamil atau sambil menggendong bayi. Atau berapa banyak bayi lahir tanpa diketahui dengan jelas siapa bapaknya. Na’udzubillah, semoga Allah menjaga dan melindungi generasi muda kita dari pergaulan bebas. Maka dari itu, kita sebagai generasi muda harus waspada.

Marilah berbenah!

Kita tanamkan nilai-nilai Islam dalam semua aspek kehidupan kita. Landasilah pertemanan dengan nilai-nilai ketakwaan. Jauhi pergaulan bebas. Carilah kawan-kawan yang bisa mengingatkan apabila kita alpa dan lupa.

Anda, wahai orang tua!

Sudah saatnya Anda melihat kembali teman putra-putri Anda. Bimbinglah mereka dengan bimbingan Rasulullah, terutama dalam pergaulan. Ingatlah bahwa bimbingan beliau telah menelorkan sekian sahabat muda yang begitu mulia.

Bila waktunya tiba

Wahai pemuda, kini kamu telah dewasa. Ketika kecenderungan kepada lawan jenis semakin besar, maka tempuhlah jalan yang syar’i.

Jangan kamu tempuh jalan lain!

Jalan lain itu, sekalipun kamu merasa bahagia –‘bahagia semu tentunya’,– akan mengantarkan pada penyesalan.

Para pembaca rahimakumullah, kecenderungan terhadap lawan jenis itu adalah fithrah dari Allah. Laki-laki cenderung terhadap wanita, demikian pula sebaliknya, wanita cenderung terhadap laki-laki. Sebuah nikmat yang wajib disyukuri. Allah berfirman (artinya), “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran: 14)

Anda pun dituntut untuk mensyukurinya. Hanya saja, ada saja yang tidak mau bersyukur atas nikmat tersebut.

Kenapa tidak bersyukur?

Sebab, ia mempergunakan nikmat tersebut tidak di atas jalan syar’i. Jalan syar’i tersebut bernama pernikahan, bukan pacaran atau yang lainnya. Nah, tidak sedikit yang menggunakan nikmat tersebut di jalan yang dimurkai Allah. Syahwatnya disalurkan dengan cara melanggar batasan-batasan syariat, seperti zina, kumpul kebo, atau perkara yang bisa menghantarkan kepada zina, seperti: pacaran, memandang wanita yang tidak halal, khalwat, dan lain sebagainya. Padahal Allah berfirman (artinya), “Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Isra’: 32)

Para pembaca rahimakumullah, mensyukuri nikmat itu dengan cara mempergunakannya untuk menaati Sang Pemberi nikmat. Termasuk nikmat kecenderungan terhadap lawan jenis. Nikmat tersebut harus disalurkan kepada jalan yang diridhai-Nya, yaitu menikah.

Bagaimana langkah dan bimbingannya?

Kita simak pada edisi-edisi mendatang, insya Allah.

Jelasnya, sebelum masuk dalam sebuah ikatan pernikahan syar’i, janganlah engkau menodai janji suci itu dengan melakukan hal-hal yang tidak diridhai. Wallahu a’lam.

Penulis: Ustadz Abu Abdillah Majdy

Untuk mendapatkan buletin dalam bentuk file gambar/JPEG klik di sini: halaman 1, halaman 2, halaman 3, halaman 4.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button