Fiqih

Bahaya Bermudah-Mudahan Meminta Cerai dan Pemberian Harta ketika Cerai

Ceraikan saja aku..!! Demikian sering kita mendengar ucapan seorang istri ketika sedang ditimpa problema rumah tangga bersama suaminya.

Kaum muslimin rahimakumullah, bukan perkara ringan ketika seorang wanita meminta cerai dari suaminya. Bahkan hal ini termasuk bagian dari dosa yang ancamannya sangat keras, terkhusus ketika wanita tersebut meminta cerai tanpa ada sebab yang dibenarkan oleh agama ini.

Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda :

أيُّمَا امرأةٍ سألت زوجَها طلاقًا في غيرِ ما بأسٍ فحرامٌ عليها رائحةُ الجنةِ. (رواه أبو داود)

Wanita mana saja yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan agama maka akan diharamkan baginya mencium aroma surga. (HR. Abu Dawud).

Berkata lmam Al Munawi Asy Syafi’i rahimahullah ketika menjelaskan hadits tersebut :

قال ابن العربي هذا وعيد عظيم لا يقابل طلب المرأة الخروج من النكاح لو صح

Ibnul Arabi berkata, bahwa ini merupakan ancaman keras yang tidak sebanding dengan permintaan wanita tersebut agar bisa mengakhiri pernikahannya -kalau saja hadits tersebut shahih. (Faidhul Qadir 3/138).

Dan alhamdulillah hadits tersebut insyaAllah merupakan hadits yang shahih sebagaimana disepakati keshahihannya oleh lbnu Hajar dan ulama hadits lainnya.

Atas dasar itu, hendaknya para istri berhati-hati agar jangan meremehkan urusan terkait meminta cerai dari suaminya.

ADAKAH ISTRI MENDAPAT PEMBERIAN HARTA KETIKA DICERAI ?

Lantas bagaimana jika sebuah perceraian benar-benar terjadi, apa yang harus dilakukan oleh sang suami atau sang istri ?

Jika akhirnya sebuah perceraian tak terhindarkan maka diantara bimbingan syariat yang hendaknya dilakukan oleh seorang suami adalah memberikan sejumlah harta sesuai kemudahan yang dia miliki, hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Dan bagi perempuan-perempuan yang dicerai hendaklah mendapat sebuah pemberian menurut cara yang patut, sebagai suatu kewajiban bagi orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah : 241).

Adapun jika perceraian tersebut dilakukan oleh pihak istri, maka inilah yang dinamakan dengan khulu’.

Dalam hal ini sang istri tidak berhak mendapatkan pemberian dari suaminya, bahkan kewajiban sang istri untuk mengembalikan mahar yang diberikan oleh suaminya di awal pernikahan.

Sebagaimana bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada istri shahabat yang mulia Tsabit bin Qais Radhiyallahu ‘Anhuma ketika meminta khulu’ :

أتردِّينَ عليهِ حديقتَهُ ؟ قالَت : نعَم قالَ رسولُ اللَّهِ : اقبَلِ الحديقةَ وطلِّقها تَطليقةً (رواه النسائي)

Berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada istri Tsabit bin Qais: Apakah engkau siap mengembalikan kebun yang dia berikan (sebagai mahar pernikahan,pen)? Maka dijawab oleh wanita tersebut: iya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan Tsabit bin Qais untuk menerima kembali kebun tersebut dan memerintahkannya untuk menceraikan istrinya. (HR. An Nasa’i).

Demikian sekelumit gambaran beberapa hal yang berkaitan dengan perceraian.

والله أعلم بااصواب

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button