Keteguhan Abu Bakar di Tengah Musibah Terbesar Umat Islam

Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu adalah sosok shahabat Nabi yang memiliki banyak kelebihan dan keutamaan. Di antara peristiwa yang menunjukkan keutamaan yang besar dan kedudukan beliau yang agung adalah peristiwa tatkala wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam.
Wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah musibah terbesar bagi umat Islam. Pada hari itu, tampak jelas keteguhan iman beliau yang begitu luar biasa, hingga tidak dimiliki bahkan oleh shahabat mulia sekelas Umar sekalipun.
Ketika itu, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu sempat tidak percaya bahwa Nabi telah wafat dan berkata akan memenggal kepala siapa saja yang mengatakan bahwa Nabi telah wafat.
Namun Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu tetap tenang. Beliau datang dan masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau membuka kain penutup dari jasad Nabi, yang saat itu telah ditutupi dengan kain bergaris sebelum dimandikan. Ketika beliau melihatnya, beliau tahu bahwa Nabi telah wafat. Abu Bakar menciumnya dan berkata:
“Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kematian yang telah ditetapkan bagimu telah engkau rasakan, dan Allah tidak akan mengumpulkan atasmu dua kali kematian.”
Lalu Abu Bakar keluar, sementara Umar sedang berbicara kepada para shahabat dan mengatakan bahwa Nabi tidak wafat dan beliau akan melakukan ini dan itu. Maka Abu Bakar berkata, “Duduklah!” Tapi Umar menolak. Beliau ulangi, “Duduklah!” Tapi Umar tetap menolak. Ini adalah hasil dari ijtihad Umar radhiyallahu ’anhu dan semangat beliau terhadap kebaikan. Umar bin Khatthab adalah manusia yang paling mulia setelah Nabi dan Abu Bakar ash-Shiddiq, salah satu diantara sepuluh shahabat yang dijamin masuk ke dalam surga dan sosok yang ditakuti oleh setan, yang mana setan mencari jalan lain karena takut berpapasan dengan Umar radhiyallahu ’anhu. Namun dalam peristiwa agung ini, beliau sangat terkejut dan bingung, sampai Allah memberikan taufik kepada Abu Bakar yang kemudian menjelaskan hakikat keadaan.
Setelah itu, Umar berkata: “Seolah-olah aku belum pernah mendengar ayat itu sampai Abu Bakar membacanya.”
Abu Bakar lalu menyampaikan kepada umat:
“Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barang siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup, tidak akan mati.”
Kemudian beliau membaca ayat:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ
“ Muhammad hanyalah seorang rasul, beberapa orang rasul telah berlalu sebelumnya . Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad).” (QS. Ali Imran : 144).
Saat itu barulah Umar dan shahabat lainnya tersadar. Seakan-akan mereka tidak pernah sekalipun mendengar ayat yang dibacakan oleh Abu Bakar radhiyallahu ’anhu Mereka pun menenangkan diri dan menerima kenyataan bahwa wafatnya Nabi adalah takdir dari Allah.
Keteguhan iman Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu saat wafatnya Rasulullah menunjukkan betapa pentingnya ketenangan, ilmu dan tawakal dalam menghadapi musibah. Beliau menjadi teladan dalam bersikap tegas, tetap berpijak pada Al-Qur’an dan Sunnah, dan memimpin umat dengan hikmah. Umat Islam sepatutnya meneladani sikap beliau: tetap kokoh di atas kebenaran, tidak terbawa emosi dan selalu kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah dalam setiap ujian kehidupan. (UMP).