Aqidah

JARINGAN ISLAM LIBERAL Konspirasi di Balik Isu-Isu Kontroversial

Sudah menjadi ketetapan Allah (sunnatullah), bahwa musuh-musuh Islam akan senantiasa mengobarkan api kebencian terhadap agama ini. Berbagai cara akan ditempuh, pembiayaan dalam jumlah besar akan dikucurkan, agar umat Islam mau meninggalkan agamanya. Minimalnya, membuat ragu terhadap agamanya sendiri. Tanpa disadari, proyek pengaburan nilai-nilai Islam oleh Zionis Salibis tengah gencar dipropagandakan oleh sejumlah akademisi yang menamakan diri sebagai Jaringan Islam Liberal (JIL).

Dengan berbagai gagasan aneh, mereka menyebut orang yang konsisten dengan aturan Islam dengan istilah tradisional, konservatif, klasik atau tekstual. Sementara mereka sendiri mengklaim sebagai Islam modernis, kontekstual, ilmiah dan terbuka. Dengan slogan rekonstruksi ajaran Islam, mereka mengaku memahami Islam tidak lagi normatif namun mendasarkan pada pendekatan empiris dan historis. Liberalisme agama adalah memahami dalil-dalil agama (al-Qur’an dan as-Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas, luas, serta terbuka; dan hanya menerima nilai-nilai agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.

Di Indonesia sendiri, gerakan ini sudah berlangsung cukup lama. Selama periode 1988-1991 M, telah dicanangkan program beasiswa dengan mengirimkan ratusan mahasiswa untuk mengambil program pascasarjana ke Barat. Di antara tempat yang dituju adalah Universitas McGill (Kanada), Leiden (Belanda), Chicago, Harvard, dan UCLA (Amerika Serikat), Oxford, Manchester, dan Birmingham (Inggris), Hamburg (Jerman), serta Monash, Flinders dan ANU (Australia). Selama bertahun-tahun, mereka menjalani pengikisan iman secara sistematis dari para orientalis misionaris Barat. Mempelajari  Islam  namun dari negara yang notabene kafir. Tak mengherankan, lulusan-lulusan dari perguruan tinggi tersebut melontarkan ide-ide baru sebatas tataran akal, tanpa kaidah-kaidah baku para ulama dari kalangan salafush shalih. Metodologi yang mengedepankan akal daripada dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadits berpangkal dari Mu’tazilah. Sebuah kelompok sesat yang mempelopori pemikiran kontroversial di kota Bashrah (Irak), beberapa abad yang lalu. Pelopor gerakan ini adalah Washil bin Atha’, dengan dukungan dari Amr bin Ubaid. Setelah keduanya bersepakat mengingkari takdir dan sifat Allah.

Isu Tentang Kebenaran Islam

Sebuah tulisan yang berjudul Hermeneutika dan Pluralisme Agama, penulis artikel tersebut mengajak umat Islam agar tidak memahami surah Ali Imran ayat 19 dan 85 dalam bingkai “teologi eksklusif” yakni keyakinan bahwa jalan kebenaran dan keselamatan bagi manusia hanyalah dapat dicapai melalui jalan Islam. Namun ayat tersebut harus dipahami dengan teologi pluralis (semua agama sama meskipun dengan jalan yang berbeda) dan teologi inklusif (semua agama juga terdapat suatu tingkat kebenaran). Sebuah buku berjudul Islam Rasional Gagasan dan pemikiran, penulis buku tersebut mengatakan, “Mencoba melihat kebenaran yang ada di agama lain.” Dalam situs JIL, penulisnya mengatakan, “Semua agama sama, semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, bukan Islam yang paling benar.” Para pembaca yang mulia, hal ini bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an  yang menegaskan bahwa agama yang diterima dan diridhoi Allah hanyalah Islam. Di antaranya adalah firman Allah,  (artinya),

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran: 19)

Dalam ayat lain (artinya),

“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

Isu Tentang Kesucian Al-Qur’an

Sebuah tesis master yang diterbitkan menjadi buku berjudul Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan, penulis secara terang-terangan menegaskan bahwa al-Qur’an bukanlah kitab suci. Seorang dosen perguruan tinggi di Surabaya mengatakan ketika mengajar mata kuliah sejarah peradaban Islam, “Sebagai budaya, posisi al-Qur’an tidak berbeda dengan rumput.” Lalu dia menginjak-injak secarik kertas yang ditulis lafadz Allah seraya berucap, “Al-Qur’an dipandang sakral secara substansi, tapi tulisannya tidak sakral.” Betapa lancangnya si dosen ini menghinakan al-Qur’an. Kemanakah keimanan dia terhadap kitab-kitab Allah??

Sebuah penelitian berlabel agama di Yogyakarta menyebutkan, “Al-Qur’an bukan lagi dianggap sebagai wahyu suci dari Allah SWT kepada Muhammad SAW melainkan merupakan produk budaya (muntaj tsaqafi).” Jika al-Qur’an dinyatakan sebagai produk budaya berarti menyatakan al-Qur’an makhluk?

Para pembaca yang mulia, pernyataan-pernyataan di atas terbantah dengan firman Allah (artinya),

“Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42)

Dalam ayat lain (artinya),

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr: 9)

Dua ayat di atas menegaskan bahwa kitab suci al-Qur’an benar-benar diturunkan dari sisi Allah, tidak ada padanya kebatilan, dan tetap dalam penjagaan Allah.

Isu Tentang Kemuliaan

Para Nabi

Dalam situs JIL, penulis menjelaskan bahwasanya Nabi Muhammad adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangannya). Dalam sebuah jurnal Justisia salah satu perguruan tinggi di Semarang, si penulis mengatakan, “Luth yang mengecam orientasi seksual sesama jenis mengajak orang-orang di kampungnya untuk tidak mencintai sesama jenis, tetapi ajakan Luth ini tidak digubris mereka. Berangkat dari kekecewaan inilah kemudian kisah bencana alam itu direkayasa.” Dalam ulasannya pula, “Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal.” Betapa kejinya tuduhan mereka terhadap para Nabi & Rasul!!!

Para pembaca yang mulia, Allah berfirman terkait Nabi Muhammad (artinya),

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (an-Najm: 3-4)

Dalam ayat lain terkait Nabi Luth (artinya),

“Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik. Dan Kami masukkan dia (Luth) ke dalam rahmat Kami. Karena sesungguhnya dia termasuk orang-orang shalih.” (al-Anbiya’: 74-75)

Isu Tentang Kawin Sesama Jenis

Dalam sebuah buku berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis, penulis melegalkan praktik homoseks, “Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapa pun dengan dalih apa pun untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil, bahkan kebablasan.” Sungguh ucapan yang sangat lancang kepada Allah Sang Pencipta. Dia juga mengatakan, “Dalam al-Qur’an maupun Injil, homoseksual dianggap sebagai faktor utama penyebab dihancurkannya kaum Luth, tapi ini perlu dikritisi.” Sungguh ini ucapan yang mendustakan kitab-kitab Allah, para Nabi dan Rasul,

Para pembaca yang mulia, lihat kembali perihal ayat 74-75 dari surah al-Anbiya’. Sebagai tambahan bisa dibaca pula surah al-‘Ankabut: 28-35.

Isu Tentang Kesetaraan Wanita

Dalam dua buku berjudul Kritik Atas Jilbab dan juga Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Perspektif Islam dan Perempuan dan Politik kedua penulis mengungkapkan bahwa secara eksplisit dan implisit menunjukkan bahwasanya agama Islam mendiskreditkan dan menganaktirikan kaum wanita. Sehingga mereka menuntut adanya kesamaan perlakuan antara laki-laki dan wanita dalam urusan agama (menjadi imam shalat, khutbah Jum’at, dll). Hal ini dianggap sebagai keadilan bagi wanita. Dalam situs JIL, penulis mengutarakan bahwa hukum Islam itu zalim. Apabila syariat Islam diterapkan, maka yang pertama menjadi korban dari penerapan ini adalah kaum wanita.

Para pembaca yang mulia, Allah berfirman (artinya),

“Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.” (Ali Imran: 36)

Dalam ayat lain (artinya),

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan  sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (an-Nisa’: 34)

Pelurusan Fakta Sekaligus Himbauan

Secara intens, para penerus paham Mu’tazilah ini menyuarakan berbagai gagasan seperti isu penyatuan semua agama, penolakan atas kafirnya Yahudi dan Nashrani, menggugat makna syahadat, jihad, hukum had, qishash, jilbab, poligami,  hukum waris, jenggot, larangan perkawinan beda agama, menghina shahabat Abu Hurairah, serta melecehkan para ulama. Bahkan al-Imam asy-Syafi’i tak luput dari celaan mereka. Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah, beragam pemikiran tersebut  disebabkan sikap lebih memprioritaskan hasil rekayasa akal pikiran semata di atas wahyu. Oleh karena itu, satu-satunya jalan keselamatan adalah dengan berpijak di atas dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman para shahabat Nabi. Inilah yang dikehendaki Allah di dalam kitab-Nya dan yang diinginkan Rasulullah di dalam haditsnya. Inilah jalan yang ditempuh oleh para shahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, shiddiqin, syuhada’, shalihin, serta para ulama Ahlus Sunnah. Dan inilah agama Islam yang sebenarnya.

Wallahu Ta’ala a’lam bish showaab

Penulis: Ustadz Muhammad Hadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button