Mewaspadai Ujian yang Lebih Berbahaya daripada Musibah atau Bencana
Para pembaca rahimakumullah…
Bilamana kita memahami ayat-ayat al Quran dan hadits-hadits Rasul serta melihat realita kehidupan, sungguh ujian kelebihan dan kenikmatan yang dirasakan seorang hamba dengan berbagai jenisnya, lebih berbahaya dari pada ujian berupa kekurangan dan kesulitan.
Berikut ini kami sebutkan beberapa bahaya dari pada ujian kelebihan, sehingga mendorong kita untuk lebih waspada dan berhati-hati dalam menghadapi ujian kelebihan tersebut.
• Mayoritas manusia ketika diuji dengan kelebihan baik berupa kesenangan, kekayaan harta, kesehatan, kecerdasan, pangkat dan jabatan, pujian manusia, dan lain sebagainya, akan menjadi lalai dan lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat tersebut.
Berbeda halnya jika seseorang tertimpa ujian berupa kekurangan, kesusahan, penderitaan, penyakit, celaan manusia, dan lain sebagainya, maka dia akan menyadari akan ketidak berdayaannya, sehingga dia berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan memperbanyak berdo’a memohon pertolongan kepada-Nya, dan dengan meningkatkan kualitas serta kuantitas amal shalihnya.
Sebagaimana pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَا رَبَّهٗ مُنِيْبًا اِلَيْهِ ثُمَّ اِذَا خَوَّلَهٗ نِعْمَةً مِّنْهُ نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُوْٓا اِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلّٰهِ اَنْدَادًا لِّيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ ۗ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيْلًا ۖاِنَّكَ مِنْ اَصْحٰبِ النَّارِ
“Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Rabbnya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Dia memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdo’a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu- sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah kalian dengan kekafiran kalian itu sementara waktu di dunia; sungguh kalian termasuk penghuni neraka”. (QS. Az-Zumar : 8)
• Tidak jarang seseorang apabila diuji dengan ujian berupa kelebihan dan kenikmatan dengan berbagai jenisnya, memunculkan sifat buruk yang akan membinasakannya, baik berupa kesombongan, ujub, meremehkan orang, menolak kebenaran, dan lain sebagainya. Seperti halnya kondisi Iblis, Qorun, Fira’un, Haamaan.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قَالَ يٰٓاِبْلِيْسُ مَا مَنَعَكَ اَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۗ اَسْتَكْبَرْتَ اَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِيْنَ قَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ
Allah berfirman, “Wahai Iblis, apa yang menghalangi kamu untuk sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?” Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Shaad : 75-76).
• Ketika seseorang bergelimang di atas kelebihan dan kenikmatan dalam kondisi dia tetap di atas kemaksiatannya, maka itu merupakan istidroj (Allah mengulur-ulur waktu untuk tidak segera memberikan adzab).
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Uqbah ibn Aamir (artinya) :
“Apabila engkau melihat seseorang diberikan nikmat dunia yang dia inginkan oleh Allah subhanahu wa ta‘ala, dalam kondisi bermaksiat kepada-Nya maka itu adalah Istidraaj (mengulur-ulur).” (HR. Ahmad 17311).
• Rasulullah lebih mengkhawatirkan menimpa umatnya ujian berupa kelebihan dari pada ujian kekurangan, tidaklah kekhawatiran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan menunjukkan betapa bahayanya ujian kelebihan dan kenikmatan duniawi bagi manusia.
Sebagaimana dalam sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Demi Allah, bukanlah kefaqiran yang aku khawatirkan menimpa kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan dibentangkan untuk kalian dunia, sebagaimana telah dibentangkan pada umat-umat sebelum kalian, sehingga kalianpun saling berlomba-lomba untuk meraihnya, sebagaimana mereka telah berlomba-lomba untuk meraihnya, dan akhirnya duniapun membinasakan kalian sebagaimana dunia telah membinasakan mereka.”)HR. Al-Bukhari 3712, Muslim 5261).
• Semakin besar kelebihan dan kenikmatan yang di rasakan seseorang, semakin berat pula pertanggungjawaban yang harus dia pertanggungjawabkan.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَىِٕذٍ عَنِ النَّعِيْمِ
“Kemudian kalian pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan di dunia waktu itu).” (QS. At-Takaatsur : 8).
Dan juga sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
Dari Muadz bin Jabal, dia berkata, Rasullulah bersabda (artinya) :
“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba kelak pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang empat perkara dalam riwayat lain lima perkara ya’itu :
- Tentang umurnya untuk apa dia habiskan,
- Tentang masa mudanya untuk apa dia gunakan,
- Tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan
- Untuk apa dia keluarkan dan
- Tentang ilmunya untuk apa dia amalkan.
(HR. Diriwatkan Ath-Thirmizi & Ad-Darimy dengan sanad yang shahih).
Dari pembahasan ini kita mengetahui bahwa ujian yang terberat yang amat sangat berbahaya adalah ujian berupa kelebihan dan kenikmatan dunia, bilamana tidak diiringi dengan rasa syukur dan tidak digunakan dalam ketaatan kepada Allah.
Wallahu a’alamu bish-shawab