Aqidah

DAHSYATNYA BERKUMPUL DI PADANG MAHSYAR

DAHSYATNYA BERKUMPUL DI PADANG MAHSYAR

Seluruh kaum muslimin pasti mengetahui ibadah wukuf di padang Arafah. Peristiwa yang terjadi setiap tahun pada tanggal 9 Dzul Hijjah ini adalah rukun terpenting dari ibadah haji. Ketika itu jutaan kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia berkumpul di sana. Lelah, peluh dan panas adalah sesuatu yang jamak dirasa oleh jamaah haji pada saat itu.

Namun tahukah anda bahwa segala kesulitan yang dirasakan oleh para jamaah haji tersebut belumlah seberapa dibandingkan dengan kesengsaraan yang akan menimpa umat manusia tatkala mereka harus berkumpul di mahsyar menunggu keputusan Allah atas diri-diri mereka? Uraian berikut insyaallah dapat membantu anda untuk lebih memahami hal tersebut.

Hari Kiamat Beribu Tahun Lamanya

Telah disebutkan dalam Al-Qur`an  bahwa satu hari kiamat sama dengan tempo seribu tahun di dunia. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (al-Hajj: 47)

Sedangkan pada ayat lain disebutkan bahwa hari kiamat setara dengan lima puluh ribu tahun. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Para malaikat dan ruh naik (menghadap) kepada Rabb dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (al-Ma’arij: 4)

Shahabat Abdullah bin ‘Abbas  menafsirkan bahwa ‘hari’ yang dimaksud adalah hari kiamat.

Para ulama mengkompromikan perbedaan rentang waktu yang disebutkan dalam dua ayat di atas bahwa hari kiamat akan dirasakan berbeda-beda oleh setiap manusia tergantung keadaannya masing-masing. Bagi orang-orang kafir maka hari kiamat akan terasa lama, sedangkan bagi orang-orang beriman justru terasa cepat. Ini didukung oleh hadits tentang firman Allah  (yang artinya), “Pada hari di saat manusia berdiri menghadap Rabb alam semesta.” (al Muthaffifin: 4)

Setelah membaca ayat tersebut Rasulullah  bersabda,

 يوم يقوم الناس لرب العالمين مِقْدَارَ نِصْفِ يَوْمٍ مِنْ خَمْسِيْنَ أَلْفِ سَنَةٍ فَيَهُوْنُ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِ كَتَدَلِّي الشَّمْسِ لِلْغُرُوْبِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ

“Pada hari di saat manusia berdiri menghadap Rabb alam semesta yang lamanya setengah hari (ketika itu) setara dengan lima puluh ribu tahun. Namun bagi orang yang beriman akan terasa ringan, hanya seperti (jangka waktu antara) condongnya matahari hendak terbenam hingga terbenamnya.” (HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban dari shahabat Abu Hurairah  dengan sanad shahih)

Matahari Didekatkan

Lamanya penantian kala itu terasa semakin berat disebabkan matahari yang didekatkan di atas kepala-kepala manusia. Rasulullah  bersabda,

تُدْنىَ الشَّمْسُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنَ الخَلْقِ ، حَتَّى  تَكُوْنَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ ميلٍ

“Matahari akan didekatkan kepada manusia pada hari kiamat, hingga hanya berjarak satu mil dari mereka.” Sulaim bin ‘Amir , salah satu perawi hadits berkata, “Demi Allah sungguh aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan mil di sini, apakah satuan jarak perjalanan atau justru mil yang digunakan untuk bercelak”, yaitu stik kecil mendekati ukuran tusuk gigi yang biasa digunakan untuk menyapukan celak ke pelupuk mata.

Tentu tidak terbayang betapa menyengatnya panas yang dirasakan para manusia ketika itu, sampai-sampai tubuh-tubuh mereka tergenang oleh keringat mereka sendiri.

Rasulullah  bersabda, dalam lanjutan hadits di atas, “Maka keadaan manusia sesuai dengan kadar amalannya dalam banyak sedikitnya keringat. Di antara mereka ada yang terendam keringat sampai kedua mata kakinya, di antara mereka ada yang terendam sampai kedua lututnya, di antara mereka ada yang terendam sampai pinggangnya, dan di antara mereka ada yang dikekang sepenuhnya oleh genangan keringat.” Rasulullah  bersabda demikian sembari menunjuk ke mulut beliau. (HR. Muslim dari shahabat Miqdad bin Aswad )

Syafa’at Nabi Muhammad

Dalam keadaan yang demikian berat itulah manusia harus menunggu dalam waktu yang sangat lama, sehingga mereka pun ditimpa kegalauan yang luar biasa. Mereka saling bertanya siapakah yang bisa menyelamatkan dari kesusahan tersebut, menjadi perantara dan memohonkan kepada Allah  untuk mempercepat urusan mereka (syafa’at).  

Mereka pun bersepakat mendatangi Nabi Adam  untuk meminta syafa’at darinya, namun beliau menolak dan menyatakan udzurnya, beliau  berkata, “Sungguh pada hari itu Rabb-ku telah murka, yang ia belum pernah murka seperti ini sebelumnya, dan tidak akan murka seperti ini lagi setelahnya. Ia telah melarangku untuk mendatangi suatu pohon kemudian aku melanggarnya, nafsi nafsi nafsi!! (Aku mengkhawatirkan diriku sendiri), pergilah kepada yang lain, pergilah kalian kepada Nuh.”

Maka mereka pun mendatangi Nabi Nuh  untuk meminta syafa’at darinya, namun beliau pun menolak dengan udzur bahwa beliau pernah mendoakan adzab bagi kaumnya, beliau khawatir akan murka Allah karenanya. Lantas beliau memerintahkan manusia untuk mendatangi nabi Ibrahim .  

Maka mereka pun mendatanginya untuk meminta syafa’at. Namun beliau pun menolak dengan udzur bahwa beliau pernah tiga kali berucap dengan kekhilafan, beliau khawatir murka Allah  karenanya. Lalu beliau memerintahkan mereka untuk mendatangi nabi Musa .

Maka mereka pun  mendatanginya untuk meminta syafa’at. Beliau pun menolak dengan udzur bahwa beliau pernah membunuh suatu jiwa yang tidak Allah perintahkan untuk membunuhnya, beliau khawatir Allah murka karenanya. Lalu beliau memerintahkan mereka untuk mendatangi nabi Isa .

Lalu mereka pun mendatanginya untuk meminta syafa’at. Beliau pun menolak karena merasa khawatir atas murka Allah  tanpa menyebutkan suatu dosa yang pernah beliau lakukan. Beliau pun memerintahkan mereka untuk mendatangi nabi Muhammad .

Akhirnya mereka pun mendatangi nabi Muhammad  untuk meminta syafa’at. Maka beliau pun pergi ke bawah arsy Allah  dan merunduk bersujud kepada-Nya, Allah  lalu mengilhamkan kepada beliau puji-pujian yang indah kepada Allah  yang sama sekali tidak pernah diketahui oleh siapa pun sebelumnya. Maka pada saat itu dikatakan kepada beliau , “Wahai Muhammad angkatlah kepalamu, mintalah niscaya engkau akan diberi, berilah syafa’at niscaya akan dikabulkan.”

Maka beliau  memanjatkan permohonannya, “Wahai Rabb-Ku, selamatkanlah umatku, wahai Rabb-Ku selamatkanlah umatku.”  

Allah  pun berfirman “Wahai Muhammad masukkan ke dalam surga sebagian dari umatmu yang tidak perlu menjalani hisab (perhitungan amal) lewat pintu paling kanan dari pintu-pintu surga. Mereka pun dapat bersekutu dengan manusia lainnya pada pintu-pintu yang lain.” Rasulullah  lalu menjelaskan, “Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh jarak di antara dua pintu dari pintu-pintu surga seperti jarak antara Mekah dan Himyar atau antara Mekah dan Bushra.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah )

Syafaat inilah yang diistilahkan dengan asy-syafa’at al-‘uzhma (syafa’at terbesar), di mana setelah itu akan dimulai perhitungan (hisab) amalan manusia.

Catatan Amalan Yang Terhampar

Sebelum dimulai perhitungan amalan maka Allah  memperlihatkan terlebih dahulu catatan amalan masing-masing manusia. Allah  berfirman (yang artinya), “Dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka.”(at-Takwir: 10)

Mereka akan membaca sendiri catatan amalan mereka masing-masing. Allah   berfirman (yang artinya), “Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (al-Isra: 13-14)

Di sini sekali lagi Allah  akan  membedakan antara keadaan orang yang taat dan bertaqwa dengan keadaan orang jahat nan durjana ketika menerima catatan amalannya.

Allah  berfirman (yang artinya), “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan perhitungan amalan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak, “Celakalah aku.” Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (al-Insyiqaq: 7-12)

Ketika seorang manusia telah mendapatkan catatan amalan dan membacanya seketika itu pula dia tahu dan yakin tentang balasan apa yang akan dia dapatkan dari amalannya. Orang yang taat dan mengambil catatan amalannya dengan tangan kanannya akan merasa  gembira dengan catatan amalannya karena tahu dia akan selamat dari adzab dan mendapat pahala dari amalan-amalannya.

Adapun orang jahat yang mengambil catatan amalannya dengan tangan kirinya, dari arah belakang punggungnya, maka ia akan merasakan ketakutan yang luar biasa. Jeleknya amalan yang telah dilakukannya selama ini tidak akan dapat menyelamatkannya dari adzab Allah. Semua amalan buruk itu sekarang terpampang di hadapannya.

Allah  berfirman (yang artinya), “Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya”; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang pun.” (al-Kahfi :49)

Dalam Al-Qur`an Allah  mengisahkan tentang penyesalan mereka yang begitu mendalam. Allah  berfirman (yang artinya), “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata, “Duhai kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku daripadaku.” (al-Haqqah: 25-29)

Namun penyesalan saat itu sama sekali tidak berguna. Sudah tidak ada lagi kesempatan untuk beramal. Maka alangkah baiknya apabila seorang menyesali perbuatan dosanya sebelum datangnya kematian, pada saat ia masih dapat bertaubat dan memperbaiki keadaannya . Wallahu a’lam bish shawab

Penulis: Ustadz Abu Ahmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Baca Juga
Close
Back to top button