Lihatlah yang di Bawahmu, Jangan Melihat yang di Atasmu
Edisi: 15 || 1441H
Tema: Raqaiq
بسم الله الرّحمان الرّحيم
Rasululllah shalallahu’alaihi wasallam bersabda,
انظروا إلى من أسفل منكم,ولاتنظروا إلى من هو فوقكم فهو أجدر أن لاتزدروانعمةالله عليكم
“Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah kalian melihat orang yang di atas kalian. Maka itu lebih pantas, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah kepada kalian.” (HR. Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiallahuanhu)
Dalam hadits yang lain beliau shalallahu’alaihi wasallam bersabda,
إذانظرأحدكم إلى من فضّل عليه في المال وا الخلق, فلينظر إلى من هو أسفل منه
“Apabila salah seorang di antara kalian melihat orang yang diberi keutamaan dalam harta dan penciptaan, maka lihatlah kepada orang yang di bawahnya.” (HR. al-Bukhari)
Saudaraku rahimakumullah, ini merupakan wasiat yang bermanfaat, untaian kata sangat berguna, padanya terdapat hasungan dan motivasi untuk mensyukuri nikmat Allah Azza wa Jalla, dengan mengetahui dan meyakini bahwa semua nikmat itu hanya dari Allah datangnya.
وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ
“Dan segala nikmat yang ada pada kalian (datangnya) dari Allah.” (an-Nahl: 53)
Lisannya bertutur mengungkapkan dan menyebut-nyebut nikmat tersebut.
وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Rabbmu, hendaklah engkau mengungkapkannya (dalam rangka bersyukur).” (adh-Dhuha: 11)
Anggota badannya tergerak untuk menaati Dzat yang memberi nikmat dan senantiasa melakukan segala perkara yang akan membantunya untuk mensyukuri nikmat Allah ta’ala.
Syukur adalah pokok ibadah, pangkal dari segala kebaikan dan Allah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya.
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam membimbing umatnya dengan bimbingan yang menakjubkan ini, sebagai langkah jitu untuk mensyukuri nikmat Allah, yaitu senantiasa memerhatikan orang-orang yang di bawahnya dalam harta, kesehatan, akal dan setiap jenis nikmat lainnya.
Buahnya adalah Allah ta’ala memberi kemudahan kepadanya untuk memperbanyak syukur kepada Allah, menyanjung dan memuji-Nya.
Ketika dia melihat hamba Allah yang diuji dengan berbagai penyakit pada jasadnya, sementara dia diliputi kesehatan dan kebugaran, maka dia tersungkur sujud, memuji dan menyanjung-Nya.
Tatkala dia melihat hamba Allah yang menderita, terlunta-lunta, tidak ada gubuk untuk berlindung dari sengatan mentari, tidak ada tempat untuk berteduh dari guyuran hujan, segera dia memuji Allah Azza wa Jalla yang telah menganugerahinya tempat tinggal ala kadarnya, yang dapat menaunginya dari teriknya matahari dan melindunginya dari guyuran air hujan.
Wahai saudaraku, semoga Allah ta’ala memberikan taufik kepada kita semua.
Siapa saja yang Allah ta’ala beri hidayah, dia berada dalam bimbingan Nabi shalallahu’alaihi wasallam akan senantiasa tergambar dalam benaknya, terpateri pada hatinya, menghujam dalam dadanya keyakinan, bahwa derita apapun yang menimpanya, ternyata masih ada yang lebih menderita darinya.
Separah apapun musibah penyakit menjangkitinya, ternyata masih ada saudaranya yang lebih parah dan lebih kronis terjangkit penyakit di jasadnya.
Sejelek apapun kendaraan dan tempat tinggalnya, ternyata di sana masih banyak saudaranya yang tidak berkendara, kemana-mana berjalan kaki, ternyata masih banyak saudaranya yang tidak punya tempat untuk berteduh dari hujan dan tempat untuk berlindung dari mentari.
Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan nikmat itu semuanya.
Lihatlah Orang yang di Bawah Kalian dan Janganlah Melihat Orang yang di Atas Kalian.
Apabila engkau melihat orang yang lebih utama dalam hal nikmat duniawi, maka segera palingkan pandanganmu kepada yang lebih rendah darinya.
Ketahuilah, siapa saja yang merenungi dan senantiasa memikirkan banyaknya nikmat yang Allah ta’ala anugerahkan kepada mahluk-Nya baik nikmat lahir maupun batin, menyadari bahwa tidak akan bisa seorangpun menggapainya kecuali semata-mata karena keutamaan Allah Azza Wa Jalla dan kebaikan-Nya, tak seorangpun yang dapat menghitung dan membilang nikmat tersebut terlebih lagi mensyukuri setiap nikmat yang telah dirasakannya.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Maka nikmat tersebut harus diikat dengan rasa syukur yang dibangun di atas 3 rukun, yaitu:
1. Mengakui nikmat tersebut dengan hati (bahwa nikmat tersebut dari Allah ta’ala datangnya).
2. Mengucapkannya dengan lisan, dan
3. Menggunakannya untuk meraih keridhaan pemberinya.
Maka jika (seorang hamba) telah melakukan tiga rukun tersebut berarti dia telah bersyukur dengan serba kekurangan dalam mensyukurinya.” (al-Wabil ash-Shayyib hal. 6)
Allah ta’ala akan menambah nikmat-Nya bagi orang-orang yang bersyukur. Jika engkau menghendaki bertambahnya nikmat, maka bersyukurlah kepada Allah ta’ala. Namun jika engkau menghendaki sebaliknya, yaitu berkurangnya nikmat, bahkan hilangnya nikmat, maka ingkarilah nikmat tersebut. Cukup bagimu peringatan Allah dalam firman-Nya,
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Rabb kalian memaklumkan, ‘Sesungguhnya, jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian, tetapi jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti adzab-Ku sangat berat’.” (Ibrahim: 7)
Namun sebaliknya, wahai saudaraku … Jika seorang hamba selalu melihat orang-orang yang berada di atasnya dalam urusan duniawi, maka jiwanya tidak akan merasa aman, ambisinya akan mendorongnya agar memiliki seperti yang dimiliki saudaranya.
Nafsunya akan menyeret berlaku hasad kepada saudaranya. Dia akan menjerit histeris ketika yang diinginkan terluput darinya. Akibatnya dia mengecilkan dan meremehkan pemberian Allah ta’ala kepadanya, tidak ada rasa syukur kepada-Nya apalagi memuji dan menyanjung-Nya.
Ketika dia melihat orang yang di atasnya dalam urusan dunia berupa kesehatan, harta, jabatan dan nikmat yang lainnya, niscaya nikmat akan lari darinya, bencana akan segera menghampirinya, dia akan diliputi gundah gulana, resah gelisah dan kesedihan.
Dia akan murka terhadap perkara yang sebenarnya mendatangkan kebaikan baginya. Dia tidak ridha kepada Allah ta’ala yang telah mengatur dan menetapkan jatah nikmat untuknya.
Yang demikian adalah malapetaka dan musibah pada agama dan dunianya serta merupakan kerugian yang sejatinya.
Ketahuilah wahai saudaraku …
Itu semua adalah musibah, malapetaka dan penyakit. Obat dan solusinya adalah apa yang dibimbingkan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam pada sabda beliau di atas (artinya), “Apabila salah seorang di antara kalian melihat orang yang diberi keutamaan dalam harta dan penciptaan, maka lihatlah kepada orang yang di bawahnya.”
Ada dua perangai yang dengannya seorang hamba menjadi syakiran (banyak bersyukur) dan shabiran (banyak bersabar), yaitu:
1. Barangsiapa melihat orang-orang yang di bawahnya pada urusan dunia, maka dia akan memuji Allah ta’ala.
2. Barangsiapa melihat orang-orang yang di atasnya pada urusan agamanya, maka dia akan menjadikannya sebagai teladan dan mengikutinya.
Pada urusan agama ini, maka semestinya seorang hamba melihat kepada orang yang di atasnya agar bisa meneladaninya dan menjadikan orang-orang pilihan tersebut sebagai panutan dalam beramal dan beribadah.
Janganlah engkau memandang kepada orang-orang yang terang-terangan dalam berbuat kemaksiatan dan berlumuran dosa. Namun, lihatlah kepada hamba Allah yang giat dalam ilmu dan amal, semangat dalam ibadah.
Lihatlah kepada mereka yang senantiasa berlomba dalam kebajikan dan takwa. Contohlah mereka dan teladani mereka. Jadikan mereka sebagai idola dan figur. Sosok figur dan idola yang termulia adalah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam.
Sungguh, telah ada bagi kalian suri teladan yang baik dan utama pada diri Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam.
Sebagai penutup, cermati apa yang dikatakan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam kepada shahabat yang mulia Mu’adz bin Jabal radhiallahuanhu, “(Wahai Mu’adz) sesungguhnya aku mencintaimu, maka janganlah engkau meninggalkan untuk mengucapkan doa ini setiap selesai shalat wajib,
اللّهمّ أعنّي على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
“Ya Allah, bantulah aku dalam mengingat-Mu, mensyukuri-Mu dan memperbaiki ibadah kepada-Mu’.”
Pada kesempatan yang lain, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam berdoa,
ربّ اجعلني لك شكّارا,لك ذكّارا
“Wahai Rabbku, jadikanlah aku banyak bersyukur kepada-Mu dan banyak berdzikir kepada-Mu.”
Hanya kepada Allah ta’ala semata kita berdoa, semoga Allah menjadikan kita hamba yang senantiasa bersyukur atas nikmat apapun yang Allah berikan kepada kita. Sesungguhnya Allah Maha mengabulkan doa.
Wabillahi at-taufiq.
Penulis: Ustadz Abu Umar Ubadah hafizhahullah