Syi'ah

SYI’AH DAN IMAMAH

Masalah imamah (kepemimpinan umat) adalah masalah yang selalu ditonjolkan oleh Syi’ah Rafidhah, sehingga mereka dikenal dengan sebutan Syi’ah Imamiyah. Demikian pula membatasi masalah imamah ini hanya 12 imam yaitu Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Sehingga mereka dikenal pula dengan sebutan Syi’ah Itsna ‘Asyariyah.
Pemikiran ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan pemikiran Yahudi, karena memang pendiri Syi’ah yang bernama Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi. Al Imam Abu Hafs bin Syahin di dalam kitabnya Al Lathifu fis Sunnah menyebutkan tentang mereka: “Diantara tanda-tanda mereka (Syi’ah), bahwasanya kesesatannya mirip dengan kesesatan Yahudi. Orang-orang Yahudi mengatakan: ‘Tidaklah berhak menjadi raja kecuali dari keturunan Nabi Daud.’ Demikian pula orang-orang Syi’ah mengatakan: ‘Tidaklah berhak memegang tampuk kepemimpinan umat kecuali keturunan Ali bin Abi Thalib.” (Minhajus Sunnah 1/24-25)
Adapun yang mereka yakini sebagai pemimpin itu adalah:
1. Ali bin Abi Thalib yang mereka juluki Al-Murtadha (lahir 10 tahun sebelum hijrah Nabi – 40 H)
2. Al Hasan bin Ali (Az Zaki) (3-50 H)
3. Al Husain bin Ali (Sayyid Syuhada’) (4-61 H)
4. Ali bin Husain (Zainal Abidin) (4-95 H)
5. Muhammad bin Ali bin Husain (Al Baqir) (38-95 H)
6. Ja’far bin Muhammad (Ash Shadiq) (83-148 H)
7. Musa bin Ja’far (Al Khadim) (128-182 H)
8. Ali bin Musa (Ar Ridha) (148-202 atau 203 H)
9. Muhammad bin Ali (Al Jawwad) (195-220 H)
10. Ali bin Muhammad (Al Hadi) (212-254 H)
11. Abu Muhammad bin Al Hasan (Al Askari) (232-260 H)
12. Muhammad bin Al Hasan yang mereka juluki Al Mahdi (256 H)
Imam kedua belas inilah yang diyakini kaum Syi’ah Rafidhah sebagai Imam Mahdi yang akan muncul di akhir jaman.
Diantara yang melatarbelakangi pemikiran itu adalah Abdullah bin Saba’ Al Yahudi –pendiri Syi’ah– berpendapat adanya pewaris kepemimpinan setelah Nabi ? wafat. Dia menyatakan demikian karena setiap nabi memiliki pewaris sebagaimana halnya Yusya’ bin Nuun adalah pewaris Nabi Musa ?. Adapun pewaris Nabi ? adalah Ali bin Abi Thalib ?.

KESESATAN SYI’AH RAFIDHAH DI DALAM MASALAH IMAMAH
Diantara sekian kesesatan mereka dalam masalah ini adalah:
1. Keimamahan itu ditetapkan dengan nash dari Allah dan Rasul ?
Dalam hal ini mereka tidak segan-segan menetapkan nash-nash palsu yang penuh dengan rekayasa. Diantaranya apa yang terdapat di dalam kitab Al Amaali hal. 586 karya Abu Ja’far bin Babuyah Al Qummi bahwa Nabi ? pernah bersabda: “Allah melaknat orang-orang yang menyelisihi Ali … Ali adalah seorang imam … dia adalah khalifah setelahku … Barangsiapa mendahului (kekhalifahan) Ali maka dia telah mendahului (kenabian) ku dan barangsiapa yang berpisah darinya maka dia telah berpisah dariku”.
Atas dasar ini mereka mengklaim Abu Bakr, Umar, dan Utsman sebagai perampas kekuasaan. Sehingga mereka cerca bahkan mereka kafirkan. Padahal Ali bin Abi Thalib sendiri pernah berkhutbah di Kufah dengan mengatakan: Wahai sekalian manusia sesungguhnya sebaik-baik umat setelah Rasul-Nya adalah Abu Bakr dan Umar, dan bila aku mau akan aku sebutkan yang ketiganya. Dan ketika beliau turun dari mimbar, seraya mengatakan: “Kemudian Utsman, kemudian Utsman”. (Al Bidayah wan Nihayah 8/13)
2. Keimamahan atau Imamah merupakan pokok terpenting dalam rukun Islam
Al Kulaini didalam kitab Al Kafi fil Ushul 2/18 dari Zurarah dari Abu Ja’far ? …, beliau berkata: “Islam itu dibangun di atas 5 perkara …. shalat, zakat, haji, puasa dan Al Wilayah (Imamah), Zurarah bertanya : “Mana yang paling utama ?”. Beliau (Abu Ja’far) menjawab : “Al Wilayah-lah yang paling utama.”
Di dalam Ashlusy Syi’ah wa Ushuliha hal. 49 karya Muhammad Husain Al Githa’, dia menegaskan bahwa imamah merupakan rukun keenam dari rukun-rukun Islam !!
3. Seseorang yang tidak meyakini imamah sebagaimana keyakinan Syi’ah Rafidhah maka dia kafir atau sesat
Di dalam Al Amaali hal. 586 disebutkan bahwa Ibnu Abbas –padahal mereka mencaci beliau ? berkata: “Rasulullah bersabda: “Barangsiapa mengingkari keimanan Ali setelahku maka dia seperti orang yang mengingkari kenabian semasa hidupku. Dan barangsiapa yang mengingkari kenabianku maka dia seperti orang yang mengingkari ketuhanan Allah ?”.
Lebih keterlaluan lagi, Ibnu Muthahhar Al Hulli berpendapat bahwa mengingkari imamah lebih jelek daripada mengingkari kenabian. Dia berkata: “Imamah adalah sebuah taufik Allah yang bersifat umum sedangkan kenabian adalah taufik Allah yang bersifat khusus. Sebab sangat dimungkinkan suatu masa itu kosong dari seorang nabi yang hidup, berbeda dengan imam. Maka, mengingkari taufik Allah yang bersifat umum tentu lebih jelek daripada mengingkari taufik Allah yang bersifat khusus.” (Atsarut Tasyayyu’ hal. 135)
4. Kedudukan para imam lebih tinggi daripada kedudukan para nabi dan malaikat
Al Khumaini di dalam kitab Al Hukumah Al Islamiyah hal. 52 berkata: “Bahwasanya kedudukan imam tersebut tidak bisa dicapai malaikat yang dekat dengan Allah dan tidak pula bisa dicapai seorang nabi yang diutus sekalipun.”
5. Para imam memiliki sifat ma’shum (tidak pernah berbuat kesalahan)
Dasar pijak tinjauan ini adalah keyakinan mereka bahwa syarat keimaman adalah kema’shuman. Di dalam kitab Mizanul Hikmah 1/174. Muhammad Ar Rayyi Asy Syahri menyebutkan bahwa salah satu syarat imamah dan kekhususan imam yaitu: “Telah diketahui bahwa dia adalah seorang yang ma’shum dari seluruh dosa, baik dosa kecil maupun besar, tidak tergelincir di dalam berfatwa, tidak salah dalam menjawab, tidak lalai dan lupa serta tidak lengah dengan satu perkara dunia pun.”
6. Para Imam mengertahui perkara yang ghaib
Al Majlisi di dalam kitab Biharul Anwar 26/109 menulis sebuah bab yaitu: “Bab: Bahwa mereka (para imam, pen) tidak terhalangi untuk mengetahui perkara ghaib di langit dan di bumi, jannah dan jahanam. Seluruh perbendaraan langit dan bumi diperlihatkan kepada mereka dan mereka pun mengetahui apa yang terjadi dan akan terjadi sampai hari kiamat.”
7. Para Imam memiliki sejumlah hukum syariat yang tidak diketahui umat Islam
Di dalam Ushulul Kafi 1/192, Al Kulaini menyebutkan bahwa setelah meninggalnya Nabi ? sebenarnya pensyariatan hukum itu belum sempurna. Bahkan sejumlah syariat diwasiatkan Rasul kepada Ali. Kemudian Ali menyampaikan sebagiannya sesuai dengan masanya. Sampai akhirnya beliau wasiatkan kepada imam selanjutnya. Demikian seterusnya sampai imam yang masih bersembunyi (Imam Mahdi).
Al Kulaini juga meriwayatkan di dalam Al Kafi hal. 41 dari As Sujjad bahwa Ali bin Abi Thalib adalah seseorang yang mendapatkan firasat. Beliau adalah seorang yang diutus kepadanya malaikat untuk mengadakan dialog. Hanya saja beliau mendengar suaranya namun tidak melihat bentuk maikat tersebut. Mereka pun mengatakan bahwa ucapan salah seorang dari imam mereka adalah firman Allah ?. Tidak ada pertentangan di dalam ucapan mereka sebagaimana tidak ada pertentangan di dalam firman-Nya. (Syarhu Jaami’ Ushulil Kafi 2/172)
8. Para imam akan bangkit setelah kematiannya untuk menegakkan hukum had di muka bumi sebelum hari kiamat (Aqidah Raj’ah)
Kaum Syia’h Rafidhah meyakini bahwa kedua belas imam mereka yang telah meninggal dunia akan muncul kembali ke muka bumi untuk menegakkan hukum had kepada para penentang mereka. Mereka menegakkan hukum tersebut yang memang belum sempat diterapkan sebelumnya. Sehingga dunia pada saat itu penuh dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kedzaliman sampai tegaknya hari kiamat. (Syi’ah wat Tashhih ha. 141-142 dan Aqa’idul Imamiyah hal. 67-68 dengan beberapa tambahan)
Para penentang yang mendapatkan hukuman dari para imam tersebut:
1. Khulafaur Rasyidin yang tiga yaitu: Abu Bakr, Umar dan Utsman ?
2. Aisyah
3. Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan putranya Yazid bin Mu’awiyah dari kalangan Bani Umayyah
4. Marwan bin Hakam dari kalangan Bani Abbasiyyah
5. Ibnu Ziyad dan selain mereka
(Mukhtashar At Tuhfah Al Itsna Asyariyah hal. 200-201 dengan beberapa tambahan)

BEBERAPA KIPRAH IMAM MAHDI SYI’AH RAFIDHAH SELAMA MUNCUL DI MUKA BUMI
1. Memerangi bangsa Arab (Biharul Anwar 52/318,333 dan 349)
2. Merobohkan Masjidil Haram dan Masjid An Nabawi sampai luluh lantak. Kemudian mengambil Hajar Aswad untuk dipindah ke Kufah (Irak), sehingga kota tersebut menjadi kiblat kaum muslimin. (Biharul Anwar 52/338 dan 386, Al Ghaibah hal. 282 dan Al Wafi 1/215)
3. Menegakkan hukum keluarga Nabi Daud ?. (Al Ushul Minal Kafi 1/397 dan selainnya)
Al Majlisi di dalam Biharul Anwar 52/353 dari Abu Abdillah menggambarkan sepak terjang Imam Mahdi tersebut dengan ucapannya: “Kalau seandainya manusia mengetahui apa yang akan dilakukan Imam Mahdi ketika muncul maka sungguh mereka tidak ingin melihat kurban yang ia perangi…sampai-sampai kebanyakan manusia berkata: “Dia ini bukan dari keluarga Muhammad. Kalau seandainya dia dari keluarga Muhammad, maka sungguh dia akan berlaku kasih sayang.”

Hadits-Hadits Palsu Dan Lemah Yang Tersebar Di Kalangan Umat
يَا عَلِيُّ , مَنْ صَلَّى مِائةَ رَكَعَاتٍ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ يَقْرَأُ مِنْ كُلِّ رَكَعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ عَشْرَةَ مَرَّاتٍ قَضَى اللهُ لَهُ كُلَّ حَاجَتِهِ
“Wahai Ali, barangsiapa yang shalat 100 raka’at pada malam Nishfu Sya’ban disertai pada setiap raka’atnya membaca surat Al Fatihah dan surat Al Ikhlash sebanyak 10 kali, pasti Allah akan memenuhi seluruh kebutuhannya …”.
Keterangan:
Hadits ini dha’if (lemah), disebabkan karena kebanyakan para perawinya majhul (tidak dikenal oleh para ahli hadits) sebagaimana yang dikatakan Al Imam Asy Syaukani. Sehingga beliau rahimahullah dan Asy Syaikh Ibnu Baaz mendha’ifkan hadits tersebut. (Hirasatu Tauhid hal. 64, karya Asy Syaikh Ibnu Baaz)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button