Hisab dan Mizan
Edisi: 09 || Tahun 1439 H
Tema: AKIDAH
Hisab adalah perhitungan amalan manusia di hari kiamat. Ketika itu amalan shalih yang telah dilakukan seseorang di dunia serta amalan keburukannya akan dibeberkan dan diperhitungkan untuk menentukan apakah ia berhak mendapatkan keridhaan Allah atau justru kemurkaan dari-Nya.
Adapun mizan yaitu timbangan yang akan Allah letakkan untuk membandingkan antara amalan kebaikan seorang hamba dan amalan keburukannya, mana yang lebih berat di sisi Allah. Dengan itu akan tampak keadilan Allah, tidak sedikitpun Dia menzhalimi hamba-hamba-Nya.
Jenis Manusia Berdasarkan Hisabnya
Hisab masing-masing manusia antara satu dengan yang lainnya tidaklah sama. Adapun kaum mukminin maka mereka terbagi menjadi tiga golongan.
Golongan pertama yaitu orang-orang mukmin yang akan masuk ke dalam surga tanpa dihisab sama sekali, merekalah orang-orang yang menyempurnakan tauhidnya dengan bertawakal hanya kepada Allah semata. Rasulullah bersabda,
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِيْ سَبْعُوْنَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Tujuh puluh ribu orang dari umatku akan masuk surga tanpa hisab.”
Para shahabat lantas bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau pun menjawab,
هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ، وَلاَ يَكْتَوُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ .
“Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak melakukan tathayyur, tidak minta di-kay dan hanya bertawakkal kepada Rabb mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Imran bin Hushain )
Tathayyur yakni anggapan sial yang muncul tiba-tiba dari perkara yang dilihat atau didengarnya.
Kay yakni cara pengobatan dengan menggunakan besi yang dipanaskan lalu ditempelkan kepada bagian tubuh yang sakit.
Golongan kedua dari kaum mukminin yaitu orang-orang yang dihisab dengan hisab yang mudah. Allah berfirman (artinya), “Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan perhitungan amalan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.” (al-Insyiqaq:7-8)
Rasulullah menjelaskan tentang hisab yang ringan tersebut,
ذَلِكِ اْلعَرْضُ
“Itu adalah penampakan catatan amal (tanpa diperinci hisabnya)” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits yang lainnya disebutkan bahwa Rasulullah berdoa dalam sebagian shalatnya,
اللّٰهُمَّ حَاسِبْنِيْ حِسَاباً يَسِيْرًا
“Ya Allah hisablah aku dengan hisab yang ringan.”
Maka Aisyah bertanya, “Bagaimanakah hisab yang ringan itu?” Beliau pun bersabda,
أَنْ يَنْظُرَ فِي كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزَ عَنْهُ
“Dia melihat catatan amalannya kemudian (dosanya) diampuni.” (HR. Ahmad).
Mereka tidak menghadapi pertanyaan yang begitu terperinci atas apa yang mereka lakukan.
Golongan ketiga dari kaum mukminin yaitu seseorang yang dihisab dengan pertanyaan yang rinci maka itu pertanda bahwa Allah hendak mengadzabnya. Rasulullah bersabda,
لَيْسَ أَحَدٌ يُنَاقَشُ الْحِسَابَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا عُذِّبَ
“Tidak seorang pun yang diperinci hisabnya pada hari kiamat kecuali ia akan diadzab.” (HR. Al-Bukhari no. 6172)
Perhitungan Amalan Orang-Orang Kafir
Adapun orang-orang kafir maka para ulama menyebutkan bahwa mereka pun akan mengalami hisab. Hanya saja hisab tersebut bukanlah bertujuan untuk melihat manakah yang lebih berat antara amalan kebaikan mereka atau amalan keburukan, sebagaimana hisabnya kaum mukminin.
Hisab yang mereka alami justru sebagai bentuk celaan atas kekufuran dan dosa-dosa yang telah mereka lakukan. Amalan mereka akan ditunjukkan, kemudian mereka diminta untuk mengakuinya, mereka pun mengakuinya. Pada akhirnya mereka pasti akan menjadi penghuni neraka kekal di dalamnya.
Hisab seorang mukmin dilaksanakan secara tertutup antara dirinya dengan Allah. Adapun seorang kafir atau munafik maka akan dihisab di hadapan umum. Hal ini dijelaskan Rasulullah ketika membandingkan antara hisabnya seorang mukmin dengan hisabnya seorang kafir.
Beliau bersabda (artinya), “Sungguh Allah akan mendekatkan seorang mukmin, kemudian Allah akan meletakkan tirai atasnya dan menutupinya, seraya berfirman, ‘Apakah engkau ingat dosa yang ini? Apakah engkau ingat dosa yang ini?’ Ia pun menjawab, ‘Ya wahai Rabb’. Sampai ketika Allah telah membuatnya mengakui dosa-dosanya dan ia menyangka dirinya telah binasa, Allah pun berfirman, ‘Aku telah menutupi dosa-dosa tersebut di dunia, dan pada hari ini Aku mengampuninya bagimu,’ kemudian diberikanlah catatan kebaikannya.
Adapun orang kafir dan munafik maka para saksi akan berkata, ‘Mereka inilah yang telah berdusta atas Rabb mereka, laknat Allah atas orang-orang yang zhalim.’ Dalam riwayat lain, ‘Adapun orang kafir dan munafik maka akan dipanggil di hadapan para manusia, ‘Mereka inilah yang telah berdusta atas Rabb mereka’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Umat Yang Pertama Dihisab
Masing-masing umat akan mengalami hisab di hadapan Allah. Setelah selesai hisab satu umat maka dilanjutkan hisab umat yang lain.
Setiap rasul akan menjadi saksi atas umatnya masing-masing. Allah berfirman (artinya), “Maka bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu).” (an-Nisa:41)
Masing-masing rasul akan bersaksi atas umatnya, apakah mereka menerima risalah yang dibawanya atau justru mendustakannya.
Umat Nabi Muhammad menjadi umat yang pertama kali dihisab, walaupun ketika di dunia mereka adalah umat yang terakhir secara perhitungan masa. Hal itu dikarenakan kemuliaan Rasulullah yang merupakan manusia termulia di sisi Allah.
Beliau bersabda (artinya), “Kita adalah orang-orang terakhir (di dunia), namun terdahulu pada hari kiamat, yang didahulukan keputusannya sebelum para manusia.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Perkara Pertama yang Dihisab dari Seorang Hamba
Ketika seseorang dihisab di hadapan Allah, maka amalan yang pertama kali diperhitungkan adalah shalatnya. Rasulullah bersabda (artinya), “Perkara pertama yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila ia menyempurnakannya maka akan dituliskan secara sempurna, dan apabila ia tidak menyempurnakannya maka Allah akan berfirman, ‘Lihatlah, apakah kalian mendapati pada hamba-Ku amalan (shalat) sunnah?’ Maka sempurnakanlah (dengannya) kekurangan yang ada pada shalat fardhunya. Perkara berikutnya adalah zakat, kemudian amalan-amalan yang lain pun diperlakukan seperti itu juga.” (HR. Ahmad dishahihkan oleh al-Albani )
Hadits ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah shalat fardhu dan sekaligus menunjukkan bahwa shalat sunnah adalah amalan yang tidak boleh diremehkan karena ia akan melengkapi kekurangan yang ada pada shalat fardhu.
Ini adalah amalan pertama yang diperhitungkan dari hamba menyangkut peribadahan kepada Allah. Adapun mengenai hubungan sesama manusia maka perkara yang pertama kali dihisab adalah mengenai permasalahan darah yang ditumpahkan secara zhalim ketika di dunia.
Rasulullah bersabda (artinya), “Perkara pertama yang diputuskan hukumnya antar sesama manusia adalah dalam urusan darah (pembunuhan).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ini menunjukkan betapa agama Islam adalah agama yang menghargai dan menjaga darah-darah manusia, terlebih seorang muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Timbangan Amalan
Amalan seseorang, selain akan diperhitungkan, juga akan ditimbang untuk dilihat antara amalan kebaikan dan amalan keburukannya, manakah yang lebih berat. Allah berfirman (artinya), “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (al-Anbiya:47)
Hasil penimbangan amalan tersebut akan menentukan tempat kembalinya seseorang, apakah ia akan masuk surga ataukah masuk ke neraka. Allah berfirman (artinya), “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (al-Qari’ah:6-9)
Pada saat itu, satu amalan shalih sekecil apa pun akan menjadi sangat berharga bagi seorang manusia untuk menambah berat timbangan amalan kebaikannya. Bisa jadi dengan satu amalan shalih tersebut dia akan terselamatkan dari adzab neraka dan masuk ke dalam surga karenanya.
Patut untuk diketahui bahwa amalan yang paling besar nilainya di sisi Allah dan dapat menyelamatkan pelakunya dari siksa neraka adalah amalan tauhid, yaitu seseorang hanya beribadah kepada Allah saja dan tidak beribadah kepada yang selain-Nya.
Al-Mizan (timbangan amalan) tersebut adalah sesuatu yang nyata dan hakiki. Bukan sekedar ungkapan kiasan yang diinginkan dengannya makna lain, namun benar-benar suatu timbangan yang Allah lebih tahu bagaimana wujudnya. Wallahu a’lam bishshawwab
Penulis: Ustadz Abu Ahmad
Baik terima kasih atas perkongsian info