Dunia Adalah Rendah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيْهَا إِلاَّ ذِكْرَ اللهِ وَ مَا وَالاَهُ ، أَوْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّماً
“Dunia adalah terlaknat dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali zikir kepada Allah, perkara-perkara yang membantu zikir kepada Allah dan orang yang berilmu serta orang yang mempelajari ilmu.” (HR. at-Tirmidzi no. 2244 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, lihat ash-Shahihah no. 2797)
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dunia adalah kehidupan yang kita hidup di dalamnya saat ini. Mengapa disebut dengan dunia? Karena kata dunia dalam bahasa arab artinya adalah rendah yaitu rendah dan tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan akhirat. (Syarh Riyadush Shalihin juz 1, hlm. 519) Seorang yang cermat apabila membaca dan merenungkan ayat-ayat Allah di dalam al-Qur’an niscaya dia akan mengetahui betapa rendahnya nilai kehidupan dunia dibandingkan akhirat sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat berikut: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dijadikan indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa para wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dalam bentuk emas dan perak, kuda-kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik. Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) di sisi Rabb mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan pasangan-pasangan yang suci serta ridha Allah.” (QS. Ali Imran: 14-15)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Ali Imran: 185)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” (QS. al-Ankabut: 64)
Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits-haditsnya menyifati kehidupan dunia dengan berbagai celaan dan ungkapan kerendahan.
Penjelasan Hadits
Dalam hadits di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Dunia adalah terlaknat” maknanya adalah dunia dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala karena akan menjauhkan seorang hamba dari peribadatan kepada Rabbnya. Adapun makna kalimat “Terlaknat pula apa yang ada di dalamnya” adalah segala perkara yang menyibukkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dunia dan seisinya adalah terlaknat kecuali 4 perkara:
1. Zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Perkara-perkara yang membantu untuk zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maksudnya adalah perkara-perkara yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berupa amalan-amalan kebaikan dan perbuatan-perbuatan yang akan mendekatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Orang yang berilmu, yang dengan ilmunya tersebut seorang hamba akan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Orang yang menuntut ilmu, agar bisa menjadi orang yang berilmu dan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bukti Kerendahan Dunia
Apabila kita memperhatikan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya maka kita pun akan mendapati bahwasanya dunia adalah hina, rendah dan tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan akhirat sebagaimana berikut ini:
1. Nilai dunia adalah sangat rendah di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan tidak sampai melebihi 1 sayap nyamuk. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كَانَتْ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya nilai dunia di sisi Allah setara dengan 1 sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir 1 teguk airpun.” (HR. at-Tirmidzi no. 2242)
2. Perbandingan dunia dengan akhirat adalah ibarat air yang masih menempel di jari telunjuk setelah sebelumnya dicelupkan ke dalam lautan yang luas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ (وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ) فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ
“Tidaklah dunia apabila dibandingkan dengan akhirat melainkan seperti salah seorang diantara kalian mencelupkan jarinya ini (salah seorang perawi yaitu Yahya mengisyaratkan dengan jari telunjuknya) ke dalam laut, maka lihatlah kepada air yang masih menempel di jari.” (HR. Muslim no. 5101)
3. Nilai dunia lebih hina di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dibandingkan dengan bangkai seekor anak kambing yang cacat yaitu tidak memiliki 2 telinga. Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam pasar dengan diiringi oleh para sahabat. Tiba-tiba mereka melihat seonggok bangkai anak kambing yang cacat yaitu tidak punya 2 telinga. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada para sahabat, “Siapakah diantara kalian yang mau membeli bangkai ini seharga 1 dirham?.” Maka para sahabat menjawab, “Kami tidak mau membelinya berapapun harganya, dan apa yang bisa kita manfaatkan?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Apakah kalian mau bangkai ini milik kalian?” Para sahabat berkata, “Tidak mau.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang ucapan ini sebanyak 3 kali. Para sahabat berkata, “Tidak demi Allah, kalau seandainya anak kambing tersebut hidup itupun cacat yaitu tidak punya 2 telinga. Maka bagaimana kalau sudah menjadi bangkai?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka demi Allah, sesungguhnya dunia lebih hina di sisi Allah atas kalian daripada bangkai ini.” (HR. Muslim no. 5257)
4. Tempat cambuk di surga adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا
“Dan tempat cambuk salah seorang diantara kalian dari surga adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. al-Bukhari no. 2678)
5. Keadaan miskin adalah lebih baik bila dibandingkan dengan kenikmatan dunia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَوَاللهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Maka demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan saat menimpa kalian, akan tetapi yang aku khawatirkan adalah dibukakannya dunia kepada kalian sebagaimana dunia telah dibukakan kepada orang-orang sebelum kalian.” (HR. al-Bukhari no. 3712 dan Muslim no. 5261)
6. Kesengsaraan dunia bagi ahli surga adalah lebih baik dibandingkan kenikmatan dunia bagi ahli neraka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ
“Pada hari kiamat nanti akan didatangkan seorang ahli dunia yang telah mendapatkan kenikmatan dunia dari kalangan penduduk neraka kemudian dia dicelupkan ke dalam neraka dengan satu celupan, dan dikatakan kepadanya, “Wahai anak adam, apakah engkau pernah melihat sedikit kebaikan? Apakah engkau pernah merasakan sedikit kenikmatan?”. Maka dia menjawab, “Tidak – demi Allah – wahai Rabbku”. Dan didatangkan seorang yang keadaannya paling sengsara ketika hidup di dunia dari kalangan penduduk surga kemudian dia dicelupkan ke dalam surga dengan satu celupan, dan dikatakan kepadanya, “Wahai anak adam, apakah engkau pernah melihat sedikit kesengsaraan? Apakah engkau pernah merasakan sedikit penderitaan?”. Maka dia menjawab, “Tidak –demi Allah– wahai Rabbku, aku tidak pernah merasakan penderitaan sedikitpun dan aku tidak melihat kesengsaraan sedikitpun.” (HR. Muslim no. 5021)
7. Dunia adalah ibarat penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim 5256)
8. Hamba-hamba dunia adalah golongan manusia yang celaka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
“Celakalah hamba dinar, dirham, sutera dan pakaian. Jika diberi (karunia dunia) ridha dan jika tidak diberi tidak ridha (kepada Allah)” (HR. al-Bukhari no. 5955)
Zuhud Dalam Kehidupan Dunia
Setelah kita mengetahui betapa hina dan rendahnya dunia, maka bagaimana diri kita menyikapi kehidupan dunia ini? Tentunya agar kita tidak keliru di dalam menyikapinya, hendaklah kita melihat kepada bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ازهَدْ فيِ الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ وَ ازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ
“Zuhudlah engkau di dunia niscaya Allah akan mencintaimu dan zuhudlah engkau terhadap apa-apa yang ada di tangan manusia niscaya manusia akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah no. 4092, lihat ash-Shahihah no. 944) Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita untuk bersikap zuhud terhadap dunia. Apa itu zuhud? Apakah meninggalkan dunia secara total termasuk sikap zuhud? Zuhud adalah meninggalkan perkara-perkara dunia yang tidak memberikan kemanfaatan di akhirat kelak. Maka dari sini dapat kita fahami bahwa segala perkara dunia yang tidak memberikan kemanfaatan di akhirat kelak apalagi yang membahayakan maka hendaklah kita tinggalkan, adapun perkara dunia yang memberikan kemanfaatan di akhirat kelak maka kita ambil.
Lebih dari itu orang yang bersikap zuhud terhadap dunia, akan mendapatkan keutamaan berupa kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, demikian pula bersikap zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia dari perkara dunia maka manusiapun akan mencintainya. Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Abu ‘Abdirrahman Muhammad Rifqi hafizhahullah